Chereads / MRS1 - Addicted / Chapter 4 - Part 3

Chapter 4 - Part 3

Suara tawa terdengar sangat renyah di telinga Oriel. Lihatlah betapa bahagianya Zavier ketika yang masuk ke clubnya adalah seorang pria.

"Aeden, dia cukup cantik." Ezell menggoda Aeden.

Siulan keluar dari mulut Zavier.

"Aeden, jika kau tidak kesana dalam 5 detik. Ciuman itu akan berubah menjadi adegan ranjang." Oriel menyusul kemudian.

Aeden bukan tipe pengecut. Ia bangkit dari tempat duduknya dan melangkah ke arah pria yang akan ia cium.

Oriel tak akan meragukan keberanian seorang Aeden. Ia mengamati sahabatnya yang bertempramen buruk, dari mereka semua yang paling sulit mengontrol emosi dan pemarah ya memangAeden.

"Dia melakukannya seperti biasa." Ezell menyeringai melihat Aeden yang melumat bibir seorang pria tampan dalam waktu yang cukup lama.

Demi Tuhan, sekalipun pria itu normal jika yang mencium adalah Aeden maka ia bisa menjadi gay untuk seorang Aeden.

Aeden melepaskan ciumannya, ia mengelus bibir pria yang ia cium.

"Kau lumayan baik dalam ciuman." Ia tersenyum lalu kembali ke sisi teman-temannya.

"Kau memang pemenangnya, Aeden." Zavier memuji Aeden.

Aeden hanya tersenyum kecil, ia kembali duduk di bangkunya.

"Bagaimana rasa bibirnya?" Ezell penasaran. Dia memiliki sisi jahil juga.

"Manis."

"Well, kau akan membuatnya menjadi gay, Aeden." Oriel mencium indikasi ini. Pria itu mungkin akan tergoncang jiwanya dan berbelok haluan karena seorang Aeden.

"Persetan dengan dia." Aeden tak peduli, "Main lagi."

"Baik, ayo!" Zavier bersemangat. Ia meraih botol wine kosong lalu memutarnya di atas meja.

"Oriel!" Ketiganya bersemangat.

Wajah Oriel terlihat sama seperti sebelum moncong botol itu menunjuk padanya.

Oriel melihat ke arah kedatangan pengunjung club.

"Y-yah!!" 3 sahabat Oriel mendesah karena seorang pria yang hendak melewati garis ketentuan permainan membalik tubuhnya sebelum mencapai garis.

Oriel tersenyum tipis, pria itu baru saja merusak kesenangan teman-temannya,

"Kau memang selalu beruntung, Oriel." Ezell menatap Oriel yang saat ini melihat ke arah wanita yang melewati garis ketentuan permainan mereka.

"Harusnya botol sialan itu mengarah padaku. Astaga, dia cantik sekali." Zavier menyalahkan botol yang tak mengarah padanya.

Aeden menyentil dahi Zavier, "Kenapa kau tak mengomel seperti ini saat giliranku tadi, hm?"

Zavier mendengus jijik, "Diberipun aku tidak mau, Aeden. Aku normal, suka wanita cantik."

"Maksudmu aku tidak normal?"

"Kau biseksual."

"Pernah melihatku bercinta dengan pria?"

"Tidak, tapi mencium iya. Sangat sering." Permainan ini bukan pertama kalinya membawa Aeden pada bibir seorang pria. Bukan hanya Aeden tapi Ezell juga pernah, begitu juga dengan Zavier.

"Kalau begitu kau dan Ezell juga biseksual. Kita semua pernah mencium pria."

Perdebatan Zavier dan Aeden tak begitu dipedulikan oleh Ezell. Pria ini melihat ke Oriel yang sudah sampai di depan targetnya.

Tanpa basa-basi, Oriel mencium wanita itu. Menjelajahi mulut wanita itu. Oriel tersenyum ketika wanita itu membalas ciumannya. Permata birunya yang tadi menatap iris abu-abu wanita di depannya kini terpejam.

Pengunjung club seakan menghilang dari tempat itu. Dentuman keras yang memekakan seolah lenyap. Hanya ada mereka berdua disana. Menikmati ciuman panjang yang akhirnya membuat mereka terengah-engah.

Oriel tersenyum lagi, ia mengelus bibir wanita cantik di depannya, "Siapa namamu, Nona cantik?"

"Beverly, Samantha Beverly." Beverly menyebutkan nama aslinya. Ini adalah pertama kalinya ia menggunakan nama aslinya ketika bekerja.

"Oriel Cadeyrn." Oriel menyebutkan namanya. "Jadi, Nona Samantha-"

"Beverly." Beverly menyebutkan nama panggilannya.

"Ah, Beverly. Senang berkenalan denganmu. Ah, sayang sekali. Hari ini aku telah taruhan dengan teman-temanku untuk tidak tidur dengan wanita. Dan aku tidak ingin kalah taruhan." Oriel ingin membawa Beverly ke ranjangnya tapi sayangnya saat ini ia sedang taruhan dengan 3 temannya. Ia tidak ingin kalah malam ini. Oriel diciptakan bukan untuk kalah.

Beverly tersenyum memabukan, dari senyuman itu ia sebarkan madu-madu manis yang nantinya akan menjadi racun yang mematikan.

"Rupanya ini bukan hari keberuntunganku. Baiklah, semoga menang dengan taruhanmu, Oriel." Ia mengecup pipi Oriel dan segera melangkah menuju ke bar.

Oriel melihat ke arah perginya Beverly. Well, wanita ini tipe baru menurut Oriel. Tipe wanita yang sepertinya tidak begitu tertarik padanya.

Sialan! Akhirnya ia memaki dalam hati. Ia terusik karena wanita tadi membuatnya menoleh dan memperhatikan hingga wanita itu duduk.

Akhirnya, Oriel kembali ke teman-temannya.

"Kau meliriknya seakan tak mau melepasnya, Oriel." Aeden menggoda Oriel.

"Apa yang kau lakukan disini, Oriel? Harusnya kau bersama wanita itu dan membawanya ke ranjangmu." Zavier tak akan ketinggalan jika tentang menggoda temannya.

"Aku dilahirkan tidak untuk jadi pecundang." Oriel meraih gelas sampanye-nya. Menenggak cairan keemasan itu hingga tandas.

"Main lagi." Oriel meraih botol wine dan memutarnya.

Aeden, Oriel dan Ezell tersenyum ketika moncong botol mengarah pada Zavier.

"Berdoalah, Zavier." Aeden memegangi bahu Zavier dramatis.

Zavier memasang wajah santainya.

"YES!!" Ketiganya bersorak riang. Andai saja ini bukan di club maka suara mereka akan membuat semua orang memperhatikan mereka.

"Rasakan bibirnya, Zavier. Dia cukup menawan." Ezell menggoda Zavier.

Zavier menghela nafas pasrah, "Sialan!" Dia memaki pelan.

Ketiga temannya tertawa terbahak-bahak. Ketika Zavier mendapatkan bagiannya, itu benar-benar sebuah hiburan menyenangkan bagi ketiga temannya.

"Pergilah ke priamu, Zavier." Aeden bersuara lagi.

Zavier menatap Aeden sebal. Ia bangkit dari sofanya. Dengan langkah enggan ia melangkah ke pria tadi.

Oriel memperhatikan Zavier dengan seksama. Ia tertawa ketika si pria yang Zavier cium meremas bokong Zavier. Bukan hanya Oriel yang tertawa tapi dua temannya yang lain juga tertawa. Kali ini Zavier mendapatkan pelecehan seksual.

"Ini pasti pekerjaanmu, Oriel." Ezell melirik ke Oriel.

Oriel tergelak, "Bagaimana mungkin kau bisa tahu?" Ini memang pekerjaannya. "Aku mendapatkannya dari Zelby. Haha, pria gay itu benar-benar berguna untuk menyenangkanku."

"Lihat wajah merahnya itu, Oriel. Oh, bokong perawan Zavier telah dijamah oleh pria." Aeden benar-benar senang melihat wajah merah Zavier.

"Pria itu benar-benar brengsek!" Zavier menghempaskan tubuhnya kembali ke sofa.

"Bagaimana rasa bibirnya?" Aeden memberikan pertanyaan yang membuat wajah Zavier makin memerah.

"Bibirnya rasa neraka!"

Oriel, Aeden dan Ezell tergelak bersamaan.

"Sudahlah, aku tidak mau main lagi!" Mood Zavier telah rusak. Ia tidak ingin main lagi sekarang. Sialan! Apa-apaan dengan pria yang meremaskeras bokongnya. Jika saja dalam permainan diperbolehkan membunuh maka pria itu pasti sudah tergolek di lantai.

"Kau kekanakan sekali, Zavier. Permainan berhenti hanya karena pria yang meremas bokongmu." Oriel mengejek Zavier. Wajahnya benar-benar terlihat mengecilkan Zavier, "Kita main lagi. Siapa tahu kali ini wanita." Oriel sudah menyiapkan satu pria lagi. Jika giliran Zavier tiba maka seorang pria akan masuk.

Oriel sudah mempersiapkan semuanya untuk mengerjai Zavier. Ia bahkan memasang kamera pengintai di tempat yang tidak jauh dari mereka duduk. Pria suruhan Oriel tadi masuk ketika ia melihat dari layar bahwa moncong botol mengarah pada Zavier.

"Dia melecehkanku, sialan!" Zavier menatap Oriel tajam, "Bagaimana bisa seorang Zavier dilecehkan seperti ini? Bagaimana bisa!" Dia masih sangat kesal. Emosinya menguap keluar.

"Dia orang suruhan Oriel." Ezell selalu tidak setia kawan. Dengan wajah tenang menghanyutkan Ezell memberitahukan itu pada Zavier.

"ORIEL!!" Zavier berteriak murka.

Oriel hanya memasang wajah tenangnya.

"Kau memang bangsat! Lihat saja, aku akan membalasmu!" Seru Zavier berapi-api.

"Coba saja curangi aku kalau kau bisa." Oriel menantang Zavier.

Zavier menatap Oriel mencibir, baiklah, dia memang tidak bisa mencurangi Oriel.

"Sudahlah, aku tidak mau main lagi! Tidak lagi!" Zavier mengatakan dia bukan anak kecil, tapi yang terlihat saat ini dia seperti anak kecil yang lelah bermain karena kalah.

"Bagus, kalau begitu carilah wanita dan bawa ke ranjangmu." Aeden memberikan usulan.

"Sialan! Aku akan kalah bertaruh kalau begitu!" Zavier menjawab cepat, "Aku tidak akan kalah malam ini."

Seruan teman-temannya tidak begitu Oriel perhatikan. Saat ini ia tengah melihat ke wanita yang tengah berdansa di lantai dansa. Dia, Beverly. Wanita itu bergerak lincah, beberapa pria mengelilinginya.

Oriel yakin wanita itu sudah biasa di kelilingi oleh pria. Terbukti saat ini dia tidak risih sama sekali dengan pria-pria yang menghimpit tubuhnya.

Tidak bisa Oriel pungkiri. Beverly memang sangat cantik. Wanita ini seperti jelmaan malaikat. Begitu putih dan indah. Begitu berseri dan menawan. Tatapan matanya yang seperti langit mendung benar-benar memabukan. Wajah cantiknya membuat orang tak beralih menatapnya. Dia luar biasa cantik.

"Oriel, jangan terus dilihat. Kau bisa membawanya ke ranjangmu dengan mudah." Ezell membuat Oriel mengalihkan tatapannya.

"Wanita itu tidak akan bisa membuatku kalah taruhan, Ezell." Oriel menjawab tenang.

Ezell tersenyum menanggapi kepercayaan Oriel. Tapi dia kenal sahabatnya dengan baik. Seorang Oriel tidak akan pernah memperhatikan seorang wanita โ€“itu yang ia tahu selama 20 tahunan berteman dengan Oriel- dan kali ini, Oriel bahkan melihat ke arah wanita yang membalik tubuh padanya. Ini pertanda bahwa dewi es telah dikirimkan oleh Lucifer ke bumi.

Detik berganti menit, menit berganti jam. Waktu untuk club tutup telah tiba. Orang-orang sedikit demi sedikit bergerak meninggalkan club. Oriel dan teman-temannya juga keluar dari club. Di luar ternyata sedang hujan.

Mata Oriel tertuju pada sosok Beverly yang baru keluar dari club. Sebuah senyuman berhasil Oriel tangkap dari wajah Beverly. Wanita itu melangkah melewati teras club yang melindungi dari hujan.

Ketika orang lain sibuk menyembunyikan diri dari hujan. Beverly melangkah, melesat hingga ia berada di bawah derasnya guyuran hujan yang turun. Hanya dalam beberapa detik tubuhnya sudah sepenuhnya basah oleh hujan. Matanya terpejam, merasakan setiap sentuhan hujan yang ia sukai.

"Sialan!" Oriel memaki ketika cukup lama ia memperhatikan Beverly. Ia kalah kali ini. Ia benar-benar kalah. Ia melangkah menuju ke Beverly, menembus hujan dan menutupi kepala Beverly dari hujan dengan jaketnya.

"Kau bisa sakit." Itu yang Oriel katakan pada Bev.

Beverly menghindar dari perlindungan Oriel, "Aku suka hujan." Beverly berkata jujur. Ia pensiun dini dari misinya untuk menaklukan Oriel. Ia lebih tertarik pada hujan daripada Oriel.

"Kau sudah basah, Beverly. Hujan akan membunuhmu jika kau tidak segera berlindung." Ketika ia mempedulikan Beverly, dia telah melupakan jika sekarang ia sudah basah hingga ke celana dalamnya.

"Jika kau takut mati karena hujan maka aku sarankan untuk menyingkir. Kau sudah basah kuyup sekarang." Beverly memperhatikan Oriel dari bawah ke atas.

Oriel benci ketika dia dibantah seperti ini. Akhirnya ia mengangkat tubuh Beverly dengan paksa tapi ternyata Beverly tak meronta darinya. Lantas ia membawa wanita itu ke mobilnya.

Oriel duduk di kursi kemudi. Ia tak peduli jika mobilnya basah. Ia meraih ponsel yang ada di dalam saku celananya.

"Aku kalah." Oriel lantas meletakan kembali ponselnya. Ia segera melajukan mobilnya meninggalkan club. Tak pernah dalam sejarah seoran Oriel kalah dalam bertaruh. Ia harus merelakan 500 ribu dollar untuk teman-temannya. Bukan uang yang membuat Oriel tak mau kalah tapi harga dirinya. Dan sekarang, harga dirinya telah jatuh karena seorang Beverly.

Keras kepalanya seorang Beverly mampu membuat harga diri seorang Oriel jatuh.