Satu kata yang bisa menjelaskan garis besar tentang seorang Oriel adalah mematikan., es, itu adalah julukan untuknya dari semua orang yang mengenalnya.
Ketika seseorang berada di dekat Oriel, mereka akan terintimidasi, dingin menyergap mereka dan menimbulkan ketakutan yang mungkin bagi mereka yang tak kuat akan membuat mereka gemetar. Tatapan dari manik-manik bernuansa biru tua. Layaknya gunung es yang tersembunyi di dalam lautan. Menebarkan dingin ke sekitarnya lalu mematikan yang berada di dekatnya.
Meskipun Oriel terkenal berbahaya, banyak wanita yang mengetahui profesinya masih mendekatinya. Pria rupawan ini memiliki wajah yang tak mampu membuat orang berpaling. Jangankan wanita, pria pun akan merasa iri melihat bagaimana sempurna pisik seorang Oriel. Surai-surainya yang indah berwarna coklat tua, namun akan berubah warna ketika sinar matahari menerpanya. Ia akan terlihat sedikit merah. Helaian bulu berbaris rapi membentuk alisnya dengan sempurna. Hidung runcing yang berdiri angkuh. Bibir merah yang terlihat menggairahkan. Rahang kokoh yang mempertegas wajahnya. Sebuah ketampanan yang tak bisa dilupakan hanya dengan semalam saja.
Jangan lupakan, seorang Oriel memiliki bentuk tubuh yang sempurna. Tinggi dan berat badannya berimbang. Jika saja dia bukan pemimpin mafia mungkin dia akan menjadi model yang memiliki bayaran paling mahal.Yang memperkenalkan banyak produk dunia lewat wajah dan tubuhnya yang sempurna.
Abs-nya membuat wanita menjerit ingin menyentuhnya. Bahu kokohnya membuat wanita ingin menjatuhkan kepala disana. Kedua tangannya yang kuat membuat wanita ingin berada dalam dekapannya hingga lemas.
Ketika ia lahir dengan bentuk fisik yang sempurna, ada hal lain yang membuatnya tak sempurna. Keluarganya, keluarganya yang tak pantas sama sekali disebut sebagai keluarga.
Oriel adalah anak tunggal dari ayah dan ibunya yang telah bercerai. Kesalahan tak bisa Oriel letakan pada satu sisi karena kenyataannya ia tahu kedua orangtuanya adalah orangtua yang gagal. Saat ayahnya sibuk mencari uang, ibunya sibuk mencari pria muda dan menghabiskan uang. Ketika sang ibu sudah menyadari kesalahannya, malah rahasia sang ayah yang terungkap. Pria itu memiliki banyak simpanan di sana sini. Menebar benih dan entah berapa banyak anak yang lahir dari sperma ayahnya. Oriel tidak ingin menghitung. Dia juga tidak ingin tahu berapa banyak saudara yang ia miliki dari sang ayah.
Ketika kedua orangtuanya mengatakan bahwa mereka tak lagi saling mencintai, mereka berpisah. Ibunya yang merupakan putri dari seorang pengusaha kembali ke negaranya dan melanjutkan usaha keluarganya. Sedangkan ayahnya, pria ini makin menjadi. Entah berapa banyak wanita yang dia bawa ke kediaman mewahnya.
Oriel yang sudah terbiasa dengan itu tidak pernah mempermasalahkannya. Selagi semua kebutuhannya terpenuhi. Selagi uang masih mengalir di atm-nya, selagi ia masih bisa bersenang-senang. Ia tak peduli dengan apa yang dilakukan oleh ayahnya dan juga para pelacurnya.
Ketika usia Oriel 16 tahun, ia memutuskan keluar dari rumah ayahnya. Tinggal di sebuah apartemen mewah yang ia beli dengan uang sang ayah. Tak ingin terus bergantung pada sang ayah, akhirnya Oriel melakukan sebuah pergerakan. Pergerakan yang membawakannya pada masa saat ini. Masa dimana ia memiliki sebuah gudang uang yang dipenuhi dengan uang. Masa dimana kemewahan tak bisa lepas dari dirinya. Oriel, lahir dengan sendok perak namun sekarang dia hidup bagai pria yang lahir dengan sendok emas. Dia adalah raja di cartelnya.
Kehidupan percintaan seorang Oriel bisa dikatakan tidak pernah mencapai puncaknya. Oriel tidak begitu mengenal cinta. Yang ia tahu hanya hasrat dan gairah. Wanita datang silih berganti untuk menghangati ranjangnya. Bagaikan sebuah selimut yang menghangatkan lalu dibuang setelah tak diperlukan. Oriel tidak suka wanita-wanita yang mengekang hidupnya, oleh karena itu banyak wanita yang pernah bersamanya tewas di tangannya atau berakhir menjadi piala bergilir anak buahnya. Hanya satu kunci bersama Oriel, tidak menuntut. Ketika Oriel membuang seorang wanita maka wanita itu harus menurut jika tak ingin mati.
Tok.. tok.. tok.. suara ketukan itu mengganggu Oriel yang sedang menghisap cerutu mengusir kebosanan yang sedang melandanya.
"Masuk!" Oriel menjawab, ia tak melepaskan cerutu yang terjepit di telunjuk dan jari tengahnya.
"Bos, nona Yasmine ingin menemui anda."
"Aku tidak ingin bertemu dengannya." Oriel sudah bosan dengan Yasmine โwanita yang ia pakai selama satu minggu ini- Ia memang cepat bosan.
"Oriel!" Suara marah Yasmine terdengar dalam ruang kerja Oriel. Wanita dengan tubuh molek berkulit porselen itu menatap Oriel tajam.
"Keluarlah!" Oriel memerintahkan orangnya untuk keluar.
Pintu tertutup. Orang Oriel sudah keluar. Yasmine melangkah mendekati Oriel. Wanita ini memiliki kepercayaan diri yang tinggi. Ia pikir ia tak akan dicampakan oleh Oriel.
"Tidakkah sikapmu tadi keterlaluan, Oriel?" Yasmine berdiri di sebelah Oriel.
Oriel meletakan cerutunya pada asbak hitam, ia berdiri dari duduknya. Dengan cepat mencium bibir Yasmine ganas. Tanpa Yasmine sadari tubuhnya sudah menabrak lemari buku yang ada tidak jauh dari meja kerja Oriel.
Krak,, Oriel menggigiti bibir Yasmine hingga berdarah. Yasmine kesakitan tapi lolongan sakitnya teredam oleh ciuman Oriel. Yasmine meronta keras karena lama kelamaan Oriel semakin menyakitinya. Cekikan pada lehernya membuatnya kesulitan bernafas, wajahnya memerah dengan air matanya yang siap jatuh.
Oriel melepaskan bibirnya dari bibir Yasmine tapi tangannya masih mencekik Yasmine dengan keras.
"Jangan bertingkah di depanku. Pergi jika kau tidak ingin mati." Oriel melepaskan cekikannya. Bekas tangannya terlihat jelas di leher putih Yasmine.
Yasmine ketakutan, ia segera melangkah meninggalkan Oriel. Belum sempat Yasmine meninggalkan pintu ruangan Oriel. Sebuah peluru sudah bersarang di kepala Yasmine tidak lama dari suara keras yang terdengar di ruangan itu.
"Aku harus menyelesaikannya sebelum dia menjadi masalah untukku." Oriel menyelesaikan masalahnya. Hanya satu penyelesaian masalahnya, kematian.
Orang-orang Oriel masuk ke dalam ruangan Oriel. Mereka tak akan terkejut melihat kematian Yasmine. Mereka sudah terlalu sering mengatasi hal ini. Oriel hanya terbiasa membunuh, dia tidak terbiasa membereskan apa yang sudah ia perbuat. Anak buahnya akan membereskan untuknya. Membuang mayat wanita itu ke tempat yang jauh dari kamera pengintai atau mungkin memutilasi wanita itu dan akhirnya para wanita itu berakhir menjadi orang hilang atau mayat tanpa identitas karena wajahnya sudah dirusak.
Ring,, ring,, ponsel Oriel berdering. Ia meraih ponselnya. Terlihat Zavier memanggilnya.
"Hm, ada apa?"
"Malam ini kau akan datang ke club?"
"Aku akan datang. Kau sedang dimana?" Oriel dingin, memang begitu, tapi percayalah, dia adalah orang yang sangat peduli pada sahabatnya. Ia sangat mencintai 3 teman yang sudah ia anggap sebagai saudaranya. 3 pria yang menjadi partner in crime-nya sejak mereka duduk di bangku sekolah dasar.
"Aku di mansion. Sedang bersama seorang wanita cantik yang mungkin akan segera menjadi mayat."
"Baiklah. Jangan keluar tanpa pengawalan. Kau sedang diincar oleh Wolf."
" Kenapa aku harus takut? Aku bisa membunuhnya sekarang jika aku mau. Aku sedang bermain tarik ulur dengannya."
"Ferro yang akan menyelesaikannya untukmu. Hanya sampai malam ini saja. Aku pastikan dia akan tewas beberapa jam dari sekarang."
"Kau memperlakukan aku seperti anak kecil lagi. Aku bisa membunuhnya sendiri, Oriel."
"Kau yang paling muda di antara kita, Zavier."
"Hanya beberapa bulan darimu. Ah, harusnya aku lahir lebih dulu dari Aeden, setidaknya aku tidak akan jadi bungsu."
"Kenapa tidak suka menjadi bungsu? Bukankah itu menyenangkan. Kau memiliki 3 kakak yang menjagamu." Oriel tersenyum. Meski tersenyum wajahnya tetap saja dingin.
"Aku tidak suka diperlakukan seperti anak kecil. Sudahlah, lupakan saja. Tak akan ada yang mendengarkan ocehanku. Aku putuskan sambungannya."
Oriel meletakan ponselnya kembali ke atas meja. Dari ketiga sahabatnya Oriel lebih memperhatikan Zavier meski yang paling ia dengarkan adalah Ezell. Tapi bukan berarti Aeden tidak ia sayangi karena ia bisa mempertaruhkan nyawanya untuk pria yang emosinya meledak-ledak itu.
Bagi Oriel, sosok Zavier adalah yang paling membutuhkan perhatian. Itulah kenapa baik ia, Aeden maupun Ezell sangat memperhatikan Zavier. Percayalah, orang yang sering tersenyum adalah orang yang paling banyak menyimpan luka. Zavier adalah salah satunya. Di balik senyuman yang sering ia perlihatkan, terdapat seribu lara dan kehancuran yang ia sembunyikan. Sejujurnya bukan hanya Zavier yang memiliki luka karena masing-masing dari mereka memiliki luka yang sama hanya dalam bentuk yang berbeda. Oriel tidak begitu memikirkan luka, ia tidak lemah hanya karena luka yang ditorehkan oleh orangtuanya.
Hidup adalah kamuflase dari neraka, itulah kenapa Oriel tidak pernah memikirkan tentang kehidupannya. Ia menjalani hidup seperti kemauannya sendiri.