Chereads / Fortune Cookies / Chapter 8 - Sikerana Siperatir Sicinrata!

Chapter 8 - Sikerana Siperatir Sicinrata!

Cinta datang secepat lampu blitz.

Angka keberuntungan adalah 71, 10, 23, 8, dan 16

—Fortune Cookies, 10 Agustus 2004

MATA pelajaran berikutnya: olahraga. Di sekolah Derry, porsi untuk pendidikan olahraga melebihi sekolah lainnya di Indonesia. Rata-rata dapat mencapai tiga kali seminggu, dua kali di pagi hari dan sekali di sore hari.

Derry bersama teman–temannya sedang bermain sepakbola di lapangan futsal. Posisi Derry hanya cadangan, dan ia tergabung dalam tim yang lebih kuat. Jadi, ia bisa santai. Ia duduk sambil mengawasi perpindahan bola dari satu kaki ke kaki lainnya, dan ia mengingat pertandingan basket itu.

Hari di mana semuanya berubah…

* * * *

Dua minggu yang lalu....

Pada tanggal 10 Agustus, pertandingan basket SMU Babak ke-2 Wilayah DKI sedang berlangsung di GOR SMU Rabu Monogatari. Tim tuan rumah yang terkenal elit ini berhadapan dengan SMU Kastil Hastina.

GOR berkapasitas tujuh ratus orang itu sudah penuh sesak. Tiga perempatnya diisi kaum hawa dari pelbagai sekolah di Pakar Kencana, Jakarta, bahkan ada yang sengaja datang dari Bandung, Surabaya, Semarang, dan Lampung!

Teriakan-teriakan "Kris! Kris! Kris!" mendengingkan telinga kaum adam yang cemburu dan tak senang.

Daya tarik dan keuntungan penjualan tiket dan merchandise pertandingan ini—yang telah dilegalkan pihak sekolah—memang bergantung di pundak Kris, sang bintang utama sinetron basket remaja terpopuler di tanah air—"Prince of Basket". Sebagai gambaran kepopuleran acara ini: Rating sinetron legendaris tersebut mencapai 42%, tertinggi kedua di Indonesia setelah siaran langsung "Detik–detik Kejatuhan Jenderal Besar Janggor". Rekor ini dicapai di episode terakhir season ke-2, di mana Kris menyelamatkan cewek pujaannya yang sedang diculik melawan preman-preman koalisi Empat Pasar: Senin-Selasa-Rabu-Kamis.

Jika para aktor ataupun aktris sinetron biasanya menirukan gerak atau kursus kilat keterampilan untuk keperluan aktingnya, Kristanus Gerald Yung justru berbakat dalam urusan "memainkan" bola basket. Ya, ia memang sudah akrab dengan basket sejak berusia tiga tahun. Tak heran jika kehebatannya bukanlah tipuan kamera, membuatnya semakin terkenal saja di kalangan remaja.

Point Guard bernomor punggung 16 ini melambaikan tangan dan tersenyum pada penggemarnya. Kilatan blitz dan kamera digital menyapu GOR, baik dari wartawan tabloid gosip, fans club, kameraman studio PoB, Manajemen KGY, maupun dari calo-calo foto—yang omset seharinya bisa mencapai ratus ribu rupiah hanya dengan menjual foto-foto Kris pada arisan tante-tante atau sekolah putri. Praktik ilegal ini tentu saja muncul karena belum dilindungi UU hak cipta akan foto-foto atau UU Paparazzi yang diambil dengan atau tanpa persetujuan pribadi yang bersangkutan.

Sementara itu, di barisan SMU Kastil Hastina, berkostum putih, Ifa tengah bingung. Pelatihnya, Pak Lintar—julukannya di kalangan pemain ditambah lagi dengan 'Hali' di depannya—sedang absen, karena anak semata wayangnya mendadak demam tinggi.

Bagaikan sudah jatuh ditimpa reruntuhan, line-up pemain sekolah Ifa sedang kacau. Gani masih menjalani perawatan pasca-operasi usus buntu. Dennis memang telah memohon absen sejak tiga hari sebelumnya karena urusan keluarga. Sementara Rudi, meski secara fisik hadir, tapi berhubung sedang mengalami krisis hubungan dengan pacarnya—yang memberikan ultimatum formal: Pilih basket atau saya?—jadi permainannya tidak maksimal. Jika tengah dalam situasi seperti itu, maka tandem Ifa ini pun akan berubah dari raja assist menjadi raja foul (pelanggaran).

Ifa dan kawan-kawan tetap memiliki harga diri sebagai juara se-DKI, bahkan ranking empat se-Indonesia dengan barisan bench yang kuat. Mana bisa dikalahkan SMU yang diperkuat bintang sinetron ganteng—musuh kaum Adam—begini?!!

Sementara sorak-sorai di GOR semakin memuncak, Indy duduk bersama para pendukung tim sekolah. Mereka ini sebenarnya juga penggemar terselubung KGY.

Hawa dalam gedung memanas, tetapi tidak sepanas dada Indy. Di dalam tasnya terlipat rapi sebuah handuk sulaman yang halus sekali dan berwarna putih.

[Bagaimanapun juga ia harus memberikannya hari ini...!]

PRITTTTT! Jump ball dimulai.

Dengan tangkas, Hadianto—Center sekaligus Kapten tim basket Kastil Hastina—berhasil menepis bola ke arah Ifa, yang menangkapnya dengan gesit. Ia menyerang dengan cepat dan berhasil memasukkan bola lewat operan-operan taktis! Skor 2-0 untuk Hastina.

Seruan dan cemoohan membahana bagaikan dengungan belalang marah. Namun, hal itu segera berubah, saat sang bintang sinetron memegang bola! Teriakan, blitz, dan tepuk tangan membahana. Wajah Kris tampak tenang saat memberikan instruksi kepada teman-temannya lewat isyarat tangan.

Tak seorang pun di tim Ifa yang meragukan kehebatan aktor slash atlet slash model satu ini dalam hal bermain basket. Segera mereka mengurungnya dengan penjagaan dua orang! Kris memamerkan skill dribble luar biasa, lalu dengan luar biasa gesit ia berhasil menembus penjagaan dan memasuki daerah ring. Saat itu, Hadi sudah menghadangnya! Jeritan dan teriakan penonton meninggi saat Kris melompat tapi terhadang tembok raksasa tubuh Hadi. Kris langsung mengoper ke temannya yang berada di daerah 3-point.... Plos! Skor 3-2 untuk Rabu Monogatari.

Saat itu Ifa dan teman-temannya baru menyadari lagi satu hal. Mereka bukan menghadapi tim yang hanya terkenal karena Kris saja! Menit-menit berikutnya menegaskan hal itu, saat penembak jitu dari SMU Monogatari terus mengancam, operan dari Kris nan dahsyat plus dribble-nya yang cantik tapi efisien, didukung dengan kecepatannya yang mengerikan terpatri terus di ingatan pemain Kastil Hastina!

Hilang sudah imej artis sinetron, berganti dengan sosok Kapten penebar rasa takut di lapangan! Teman-teman setimnya juga bermain lepas—mengingat semua perhatian ada di Kris—sehingga menambah kekompakan dan ketepatan mereka.

SMU Kastil Hastina masih harus menanggung beban mempertahankan gelar. Belum lagi beban psikologis saat melihat bangku pelatih mereka yang kosong.

Saat time out pertama dipanggil oleh pihak tamu, skor berada dalam posisi 30-21 untuk Monogatari. GOR riuh rendah oleh suara teriakan dan kilatan blitz, mengabadikan aksi heroik Kristanus Gerald Yung.

Bulir-bulir keringat menetes di wajah Ifa, saat semuanya berkumpul. Hadi menawarkan dengan senyum getir, "Kita harus stop tuh orang! Sekarang, siapa yang mau jadi orang jahat?"

"Kita cederai Kris?" seorang pemain bertanya dengan penuh harap. Well, ada kemungkinan pemain ini pacarnya juga gila KGY sampai cemburu ganas begini.

"Bukan! Kita mark satu lawan satu. Tempel terus ke mana saja! Kris lawan orang jahat kita. Sementara yang lain jaga zone."

Semua nyengir.

Ifa membayangkan dirinya berubah menjadi seekor naga penyembur api melawan Kris yang bagaikan ksatria di atas kuda putih. Mendadak gambaran itu terasa cocok sekali di batin Ifa. Dia memang ingin mengalahkannya!

"Gue aja! Sekalian switch jadi PG!" Ifa menjawab.

Tak ada yang meragukan pula bahwa Ifa lah satu-satunya pemain yang mampu menahan Kris. Kemampuan bertahan dan penyerangan Ifa sangat luar biasa, hingga ia telah menjadi starter semenjak baru masuk ke SMU ini. Akan tetapi….

"Tapi persentasi shoot kita bakal kecil…, kamu kan forward!" Rudi memprotes.

"Kita main skor kecil saja, lambatkan tempo! Kalo As-nya mereka ketahan, mereka juga pasti hilang inspirasi. Kita bisa unggul asal kita mainnya hati-hati tapi tepat. Mainkan tempo lambat!" Ifa menjelaskan idenya.

Semua anggota tim bergumam setuju.

"Benar-benar gaya permainan orang jahat." Hadi tersenyum jahat.

Seperti komentar Hadi, saat duel antar-As terjadi—Ifa v.s. Kris—tempo permainan di perempat kedua menjadi benar-benar lamban! Penonton sampai tiada hentinya mencemooh. Kris dan Ifa bagaikan bayangan yang saling bertabrakan, menempel ketat sekali! Duel keras dan seimbang antara mereka menjadi fokus utama ratusan pasang mata. Arus bola kedua tim tertahan, pertahanan menebal, lalu serangan-serangan mulai sering gagal, dan skor pun mulai merayap dari yang tadinya berlari!

Seiring lambannya tempo, momentum SMU Monogatari pun sirna dan perlahan-lahan mental juara SMU Kastil Hastina diperlihatkan. Tembakan demi tembakan mulai masuk berturut-turut meskipun dalam interval waktu yang panjang.

Saat istirahat setengah babak diperdengarkan, skor telah berubah menjadi 38-37 untuk SMU Kastil Hastina. Seruan kekecewaan para penonton bagaikan lautan bebek marah, mengantarkan kedua tim ke dalam ruang loker mereka….

Di ruang istirahat itu, suasana tim Ifa semakin ceria mengikuti keberhasilan menahan musuh. Ditambah lagi pemberitahuan bahwa Pak Hali…ups, Pak Lintar sedang menuju ke GOR! Lima menit lagi beliau sampai!

Suasana lega menyebar di segenap jiwa pemain! Bagaimanapun sosok pelatih Kastil Hastina itu memang merupakan penopang mental tim. Merasa hatinya sedikit ringan, Ifa keluar dari ruang tunggu.

"Mau ke mana?" tanya Hadi.

"Ke belakang. Lima menit aja kok," Ifa menjawab.

Ia memang berhasil menunaikan tujuannya di toilet, tapi saat ia kembali sepuluh menit kemudian, ekspresi wajahnya aneh sekali. Ia pucat dan seperti linglung. Makian Pak Lintar yang baru datang langsung masuk ke dalam telinga Ifa.

"Kalian ini, bodoh! Masa juara daerah imbang sama SMU banci! Perlihatkan dong kekuatan kita, gimana sih!"

Belum sempat di jawab anak-anak, bel tanpa paruh kedua pertandingan berbunyi. Semua terdiam mendengar omelan sang pelatih, sambil berjalan gontai menuju lapangan.

Ifa bergerak ke arah court tapi pikirannya melayang, entah ke mana....

Di lapangan, ia mengedarkan pandangan ke sekeliling dan melihat wajah Indy yang sembab dengan air mata, sedang memegang erat-erat tasnya.

Betapa can....

"Ifa!! Bola!!!"

PLAKKK!! Wajah Ifa terkena bola basket. Seketika dunia gelap, lalu terang kembali diiringi ongkos rasa sakit dan kebal yang luar biasa di hidungnya! Ia hanya bisa merasakan hidungnya yang disumpal kapas.

Untuk sementara posisi Ifa terpaksa diganti, diiringi berbagai makian!

"Kau ini, otaknya ke mana sih?! Tuolol! Bodoh! Bengak—Idiot! Udah tanding, tapi mata masih kelayapan gak karuan!" komentar Pak Lintar terdengar samar-samar.

"Haab, Fak." Ifa berkata dengan sengau.

Permohonan maafnya dibalas dengan teriakan jengkel saat pelatih. Kejengkelanya bertambah saat Kris berhasil menerobos lagi, membiarkan Hadi dan Gary berbenturan, lalu melakukan lay-up dengan anggun! Plos! Skor bertambah bagi Rabu Monogatari.

Caci maki pelatih setengah baya itu kembali berlanjut saat Kris memasukkan tembakan tiga angka yang tidak disangka-sangka. Dilanjutkan aksi slam-dunk, disusul dua assist ajaib!

Mendadak sang pelatih urakan ini baru nyadar, "Tunggu dulu! Dari mana munculnya pemain separo bule ini? Perasaan pertandingan tahun lalu dia gak ada, masa mendadak di Kelas Dua gini sih!"

"Dia pindahan di tengah musim Pak, jadi gak masuk tim tahun lalu. "

"Bapak gak nonton sinetron ya?" tuduh seorang pemain, di momen yang sangat tidak tepat mengingat amarah sang pelatih semakin meningkat saja.

"Siapa yang mau nonton film perusak moral bangsa dan low-budget itu!!" Pak Lintar menghardik.

"Sinetron, Pak, sinetron! Bukan film." ujar seorang pemain, membetulkan ucapan Pak Lintar.

"Sinetron atau film, sama saja! Ifa! Kamu masuk lagi sana!"

Ifa mendengus, melontarkan kapas berdarah yang ada di hidungnya. Ia bangkit dan menghirup nafas. Tak ada masalah dengan hidungnya. Ia kembali merasakan semangatnya membumbung tinggi dan mengalir di seluruh tubuhnya. Tatapan matanya berubah jadi tajam sekali.

Benar..., bukan saatnya memikirkan yang aneh-aneh! Pikirkan pertandingan!

Sayangnya, di dalam liang otaknya masih saja terus terputar terus memori itu....

Sebelum kembali ke jalannya pertandingan, Ifa kembali terngiang dengan apa yang dilihatnya ketika break putaran kedua tadi.

Dalam perjalanan baliknya dari toilet—yang ternyata jauh banget dari ruang ganti plus nyasar—Ifa setengah berlari melewati sebuah tangga yang kebetulan sepi. Lalu, ia mendengar suara halus seorang gadis, "Semoga menang…, semoga menang…, semoga menang…."

Ifa berhenti seketika. Seumur hidupnya ia terlalu sering mendengar cerita pertemuan dengan makhluk halus. Langsung saja, ia merinding dan pasang kuda-kuda, siap-siap untuk lari, jika memang benar ada makhluk halus muncul tiba-tiba. Namun, karena penasaran, bukannya bersiap lari, Ifa malah mengintip dengan hati-hati, mencari tau siapa si empunya suara. Ia melihat Indy. Gadis manis itu sedang berdoa sambil memeluk sebuah handuk rajutan berwarna putih. Ujung-ujungnya bersurai benang emas, cantik sekali, dan terdapat inisial KGY yang disulam indah sekali.

Suara Indy terdengar semakin halus. Namun, entah mengapa saat itu Ifa malah dapat mendengarnya jelas sekali. Sejelas orang yang berteriak, langsung menyerap dalam hatinya.

"Oh Tuhan..., semoga SMU Kris menang…, biar gue bisa ngasih handuk ini. Tolong Tuhan! Semoga SMU Kris menang!" dan Indy menangis gemetar sambil berdoa di tangga yang sepi itu.

Ifa tercenung memerhatikan air mata membasahi pipi gadis cantik itu, yang selama ini tak pernah ia benar-benar perhatikan—meski sekelas dengannya.

Betapa cantik dan tulusnya dia, mendoakan kemenangan musuh sekolahnya. Bukankah kata Nabi: cintailah musuhmu? Demikian Ifa berpikir dalam keadaan bengong.

Lalu ia mendengar suara langkah–langkah kaki, "Indy! Indy! Ke mana sih anak itu? Dicari kok malah ngilang?"

"Kaya setan aja bisa ngilang mendadak!!"

Ifa terpaksa ngumpet di balik pilar terdekat. Anehnya, ia tak kuasa meninggalkan tempat itu. Selang beberapa detik, datanglah dua sahabat Indy, yang sama-sama suka ngomong bahasa aneh itu: Cindy dan Rina.

"Aduhhhh anak ini!!! Ngapain nangis sendirian di sini?! Cup, cup, cup…."

"Kok nangis di sini?! Kesurupan ya? Megangin anduk segala!"

"Bu-bukan...." Suara Indy entah kenapa sudah terekam begitu indah di otak Ifa.

"Elu emang mau dukung SMU mana sih??" Rina pura-pura galak saat melihat inisial handuk sulaman itu.

"Ha-habis…, kalo SMU kita menang…, gue gak bisa ngasih ke dia…. 'Ntar disangka hiburan! Gue malu banget…, takut ditolak…." terbata-bata Indy berkata.

Kedua sahabatnya itu pun langsung menertawakan Indy.

Sebaliknya Ifa, entah mengapa masih ada di balik pilar. Tertegun. Matanya terpejam. Mendengarkan segalanya dengan perasaan yang berpusar tiada henti di dalam dadanya.

Sakit.