Setelah menyelesaikan tugas-tugas kantornya, tepat pukul lima sore, Derry sudah berada dalam Café Po Chi Lam.
Café Po Chi Lam selalu ramai dengan pengunjung, bahkan di kala hujan. Seperti namanya, café ini memiliki design khas oriental. Ruangan café yang luas dibagi menjadi dua bagian. Bagian teras berisi meja–meja dan bangku dari kayu, lalu bagian dalam café berupa kompartemen-kompartemen beralas kayu. Dalam tiap sekat ruang makan, lantai dialasi lagi dengan tatami, bantal–bantal duduk yang nyaman dan meja pendek model kotatsu—meja rendah ala Jepang, biasanya juga mengandung penghangat—di atasnya.
Lampu-lampu menyala terang dengan kombinasi warna kuning serta lentera merah. Di sana sini terdapat kain putih bersih yang direntangkan di langit-langit atau menjulai ke bawah menutupi pilar, memberikan efek pecahan sinar dan suasana syahdu di tempat itu.
Bagi pengunjung teras yang tidak berniat melepas sepatu mereka untuk makan sambil bersila, diberikan juga bantal duduk seperti tamu yang makan di bagian dalam. Café ini menyediakan masakan oriental Chinese & Japanese Food dengan cita rasa tiada duanya, demikian juga dengan fortune cookiesnya yang melegenda.
Derry sedang bersila di salah satu dari 22 kompartemen yang tersedia, pena-nya menari-nari di atas buku notes privatnya yang berlogo fortune cookies. Asyik berpikir dengan santai.
Di atas meja, di sebelah poci dan cangkir berisi teh pahitnya, terhampar piring berisi fortune cookies berwarna coklat muda.
Kue berbentuk setengah bulan dilegendakan berasal dari jaman penjajahan Mongol di Cina, di mana beberapa istri prajurit memberikan pesan rahasia kepada Tentara Cina dalam kue berbentuk setengah bulan ini. Beberapa versi lainnya menganggapnya hanya sebuah mode dalam menghibur tamu dengan memberikan pesan yang unik-unik. Namun, Derry sering kali merasakan adanya kebenaran dalam pesan fortune cookies-nya.
Setiap sore, Derry datang ke café yang bernuansa antik ini. Hobinya mengoleksi pesan fortune cookies adalah alasan kedatangannya. Tapi alasan kedua mengapa dia betah sekali nongkrong di sini.
Betapa pun pandainya ia; anehnya Derry baru bisa mendapatkan inspirasi yang dalam jika mikirnya di dalam café ini. Ia tidak mengerti kenapa. Mungkin karena kesehariannya yang sibuk, mungkin juga suasananya, musiknya. Ia tidak tahu dan tidak peduli. Yang penting dia bisa mikir panjang dengan damai di sini.
Dengan buku notes di atas meja, ia akan duduk dengan santai, sambil mendengarkan musik dan makan kue favoritnya. Di saat demikian, ia akan memikirkan strategi untuk proyek-proyeknya. Biasanya waktu satu setengah jam ini ia manfaatkan untuk mematangkan rencana kerjanya. Jika tidak sedang sibuk, biasanya Derry ngobrol dengan Anima. Pembicaraan dengan gadis ini selalu bisa jadi pembicaraan yang intelektual dan berisi, betapa pun ngaco topiknya.
Tapi hari ini, ia memiliki proyek lain yang lebih penting daripada apa pun dalam hidupnya. Sesuatu yang sangat serius dan perlu dipikirkan masak-masak. Derry merasa bersemangat sekali, terutama jika mengingat keberhasilan saat rapat tadi. Pesan fortune cookies hari ini tepat sekali. Terpacu, ia tenggelam dalam kontemplasinya.
Lalu, menambah kegembiraannya, momen berpikir hari ini pun lancar luar biasa. Segala sesuatunya dapat ia pikirkan dan rencanakan dengan lancar dan lengkap. Segala kemungkinan dan rintangan bisa dianalisis dan diantisipasinya.
Sungguh hari yang sempurna.
* * * *
Anima bergerak lincah di antara meja-meja, sekat-sekat, para tamu, dan pelayan sambil menjalankan pekerjaannya. Beberapa pelayan—yang sudah seperti keluarga Anima sendiri—merasa heran menyaksikannya bekerja di jam-jam begini.
Tanpa kelihatan sedang mengobrol, di antara lautan kesibukan, hampir semua pelayan tersenyum nakal dan menanyakan singkat pada Anima sambil lalu, "Ada apa? Ribut ya?", "Kok, nggak ditemenin hari ini?", "Kok, tumben kerja?", atau "Lagi nyuekin ya?"
Semua pertanyaan menjurus pada Derry, sang tamu istimewa.
Maklumlah, setiap kali bocah ini datang di pagi dan sore, Anima telah membuat keputusan umum yang disetujui oleh pemilik café—ayahnya sendiri—untuk tidak bekerja satu atau dua jam saja. Walaupun dengan berat hati disetujui, toh tidak ada yang protes. Di jam kerja lainnya, Anima menggantikan jam 'cuti'-nya dengan kerja keras. Lagipula, semua 'keluarga' Café Po Chi Lam sayang dan pengertian kok sama Anima.
Maka jawaban singkat Anima saat berpapasan kembali adalah, "Biasa aja tuh…", "Lagi sibuk kaya anak kecil nemu mainan baru, mana bisa diganggu....", "Daripada nganggur?", atau "Lagi ngelamun. Gue balas cuekin."
Betul. Hari ini Derry tampak lain daripada yang lain. Matanya yang bersinar–sinar, wajahnya mencerminkan hatinya yang begitu gembira. Dari awalnya saja sudah kelihatan. Begitu masuk café, ia hanya bercakap-cakap tiga menit sebelum Anima memutuskan meninggalkannya merenung sendiri.
Ia tahu Derry sedang tidak ingin diganggu.
* * * *
Sambil mengantarkan atau mencatat pesanan, berkeliling dan melihat-lihat para tamu, kadang-kadang menyapa pengunjung lama, tanpa sadar Anima terkenang akan hari-hari hidup di sini. Ia tertawa, menangis, sedih, senang, di tempat ini. Ratusan wajah mengudara di dalam memorinya, dan masing-masing selalu memberikan senyuman yang tulus manakala ia menjumpai salah satu dari mereka datang kembali.
Inilah pekerjaan yang sangat dicintainya.
Hari ini pun ada tamu istimewa kembali.
"Lo sudah besar toh… dan jadi gadis yang cantik," kata seorang kakek yang sedang duduk bersama istri dan anak cucunya di dalam sekat.
"Kong, kong, siapa cewek cakep ini?" salah satu cucunya bertanya sambil terus melihat wajahnya.
Kakeknya itu menjawab sambil mencubit pipi cucunya dengan gemas, "Eh…, kecil-kecil sudah genit… Dulu dia kuajari membaca dan menulis huruf Mandarin di sini. Setiap hari waktu Kong masih mengajar...."
"Oooooo!" Begitu bulat suara sang cucu kecil saat memakluminya.
Anima tersenyum. Dengan rendah hati mengangguk dan membisikkan sesuatu ke cucu itu yang kemudian ketawa cekikian. Kemudian, ia berkata pasangan lanjut usia itu dalam bahasa mandarin, "Kakek Cai dan Nenek Cai… Selamat ulang tahun pernikahan ke-47 hari ini!"
Segera ia membangkitkan kemeriahan luar biasa di sana.
Suasana 'nyaris' kawin emas itu betul-betul menyenangkan!
Ketika berjalan balik, ia memasukkan kode dalam pesanan dapur, yang disambut ayahnya dengan bergumam, "Oohh..., sudah 47 tahun ya? Sampai bonnya ditulisi anak kecil segala. OK. Bagaimana kalau diberi bonus sajian spesial untuk mereka?" ia bertanya pada staf-staf kokinya.
"Kasihhhhhh…!" seru para koki dan asisten dengan riang.
Anima tertawa dan mengacungkan jempolnya.
Ingatannya bergetar lagi, menampilkan siluet segala yang dipelajarinya di sini. Akuntansi dan memasak dari papanya. Pelayanan dan akting dari mantan pelayan kepala Lucia. Menulis dan membaca aksara mandarin dasar dari Kakek Cai. Lalu, buku-buku yang tak terhitung dari guru-guru yang bahkan tak pernah disangka. Bahkan seorang anak kecil umur delapan tahun mengajarinya soal handphone. Begitu banyak yang telah ia dapatkan di sini. Ingin rasanya ia membagikan apa yang dirasakannya.
Lalu ia mengintip sambil lalu ke kompartemen Derry, dan menemukan doi sedang menekuri piring fortune cookies-nya yang licin tandas. Di tangannya terdapat selembar kertas putih mungil di atasnya.
Anima membaca situasi. Ia menimang bahwa Derry telah selesai dengan entah apa pun yang direncanakannya, lalu ia segera memberikan kode cuti ke semua pelayan dan dapur, lalu mendekat dengan dada sedikit berdebar.
Wajah Derry yang sedang tercenung melihat pesan dalam kuenya mendadak lega karena melihat kehadiran Anima. Bagaimanapun juga, Anima-lah pasti bisa menafsirkan pesan aneh ini dengan pandangannya yang luas.
Tanpa basa-basi Derry menyorongkan pesan itu, "Untung kamu datang. Ini apa maksudnya?"
Anima sejenak melihatnya. Ia spontan duduk di samping Derry, bahu dengan bahu bersentuhan.
Sudah sejak lama fortune cookies café ini diberi pesan dengan menggunakan mesin dan kertas pesan yang acak. Kertas-kertas ini disuplai dari distributor tertentu yang memang kadang-kadang suka memberikan pesan aneh-aneh dan kreatif..
"Ah! Ini pesan unik!" ia berseru supaya dramatis.
"Artinya?" Derry bertanya sambil buru-buru menghabiskan isi cangkir teh-nya.
"Em..., apa pun yang kamu sedang rencanakan saat ini..., akan ada satu bagian yang kamu pikir paling sulit dilakukan, padahal itu justru bukan yang tersulit. Ada kalanya ilusi pikiran bermain di sini, hingga perspektif kamu merasa itu yang paling sulit. Padahal kenyataannya kelak; mendadak yang gampang disusahkan, yang susah dimuluskan. Lalu elemen air dan api di sini selain merujuk ke elemen alam, juga bisa merujuk ke sifat manusia. Air itu kalem tapi pendirian atau perasaannya gampang berubah-ubah, sedangkan api itu sifatnya selalu bergerak ke atas. Seorang pemimpi yang bersemangat tapi juga gampang marah dan sensitif," Ia menjelaskan.
Wajah Derry berubah saat mendengar uraian ini.
Ia tertawa, "Wah, cocok sekali!"
"Apanya?" Anima bertanya dengan kalem.
"Rahasia." Derry tersenyum.
"Puh! Sok rahasia. Paling juga soal remeh...."