Chereads / Fortune Cookies / Chapter 9 - Badai Negasi

Chapter 9 - Badai Negasi

Harus menang! Harus!

Demikian Ifa berucap dalam hatinya saat kaki kanannya menapak ke dalam lapangan. Kembali bergabung dengan teman-teman setimnya. Ia kembali ke posisi awal, sebagai forward. Ifa melihat ke papan skor, 47-40 untuk Rabu Monogatari. Ya, pokonya harus menang!

Sementara, Kris sedang duduk di bangku cadangan untuk istirahat. Ifa menarik nafas dalam, dan mulai beraksi!

Satu, dua, tiga bola…. Semuanya ia masukkan! Seiring dengan itu, pikirannya perlahan menyatu. Dan segera di dalam batinnya suara yang terdengar hanyalah decitan sepatu keds dengan lantai, dentuman bola, dan teriakan pemain timnya, serta pihak lawan.

Ledakan semangat dan tenaga menjalari seluruh tubuhnya yang dibasahi keringat! Konsentrasinya menyatu dan ia melihat gerakan pemain bagaikan slow motion! Pak Lintar tiada henti bertepuk tangan dan berteriak-teriak saat Ifa memasukkan kembali bola lewat tembakan tiga angka! Skor menjadi 55-52 untuk SMU-nya!

Lalu, Kris masuk kembali ke lapangan. Saat itu, Ifa melihat sesuatu yang tak dapat dilihat oleh orang lain. Tatapan membara penuh kekaguman dan rasa bersaing merekah di bola mata Kris.

Quarter terakhir dimulai. Para penonton menahan napas menyaksikan pertarungan dahsyat, bergelora, antara kedua tim yang dimotori kartu As-nya masing-masing! Kris dan Ifa!

Gerakan Kris menjadi lebih cepat. Operannya semakin cantik. Tembakannya pun semakin maut meski dijaga ketat oleh Ifa! Demikian juga Kris kewalahan menghadapi serangan Ifa yang semakin tajam, kuat, dan berani! Duel antara kedua pemain ini bagaikan magnet yang menghisap keberadaan dan kesadaran penonton, menyatukan para pemain tim untuk mendukung mereka! Skor demi skor saling susul-menyusul. Time out kedua tim digunakan di saat-saat yang menegangkan. Suara riuh penonton membahana tiada henti!

Menit demi menit berkurang dan hawa panas di GOR semakin meninggi saat menit terakhir menunjukkan skor 68-66 untuk Kastil Hastina!

Bola dioper sekali lagi ke tangan Kris. Ifa menghadangnya, sambil membungkukkan badan dengan rendah, tangan terentang. Ifa dapat mendengar denyut jantungnya sendiri dan arus listrik yang berpusar di sekujur tubuhnya! Di hadapannya, Kris menerjang maju! Ifa bergerak menghalanginya!

Tapi, Kris telah ber-pivot dengan cepat sekali!

Detik bagaikan beku, dan sorak penonton bagai bola api yang meledak. Ketika Ifa membaca gerakan Kris, tangannya berhasil menepis bola dari tangan Kris!

Bola yang melambung ke udara itu mendadak ditangkap teman Kris. Ia mengangkat tangannya untuk menembak. Insting Ifa membuatnya maju menerjang untuk menghalangi! Tidak sampai sedetik kemudian, Ifa baru menyadari kesalahannya!

Kris telah menghilang dari pengawalannya! Mendadak bola telah dioper kembali ke tangan sang Mega Bintang! Kris memasukkan bola ke ring dengan slam dunk yang keras sekali! 68–68!

Jeritan penonton bagai merubuhkan GOR!

Tinggal empat puluh dua detik…! Ifa berlari maju, menyerang! Bola masih berada di tangan Hadi, lalu ke Rudi, yang menembak tapi bola terpantul di tepian ring! Beruntung dapat diambil oleh pemain Kastil Hastina!

Ifa terus dibayangi Kris, tapi Hadi mendadak melakukan gerak screen-nya, lalu saat bola dioper ke tangannya, ia telah berada di bawah ring! Ia melompat dan menembak! Plos! 70-68 untuk Hastina!

Dua puluh dua detik lagi! Ifa berteriak penuh kemenangan! Ia berlari dan mengawal Kris yang berlari tanpa membawa bola! Bahu keduanya saling bergesekan dengan keras! Mendadak di dalam konsentrasinya yang kuat, ia mendengar sebuah suara!

"Kris!! Masukkan!!!" Suara itu mendadak mengguncangnya demikian halus hingga gemuruh suara penonton seolah terdengar olehnya! Konsentrasi Ifa hilang! Kris telah memegang bola—entah dari mana datangnya, Ifa tidak melihat—dan mendadak gerakan Kris seakan menghablur. Detik berikutnya, Kris mendadak memecah jadi dua di mata Ifa.

Detik berikutnya, Kris telah lolos dari kawalan Ifa dengan mudah!

Ia melaju sendirian, sampai mendadak ia ditabrak Rudi di daerah tiga angka!

"Fouled out! Nomor tujuh belas!"

Dan Rudi meninggalkan lapangan sambil menatap nanar dan tak percaya pada Ifa yang bengong saja….

Ifa sendiri merasa dunia bagaikan sudah berakhir.

Rudi dikeluarkan dan tiga tembakan bebas untuk Kris!

GOR bersatu dalam paduan suara dukungan saat Kris menatap ring dan memegang bola, lalu dengan anggun melakukan tembakan bebas!

Plos! Plos! Mendadak GOR sunyi dalam ketegangan!

Saat tembakan ketiga yang menjadi penentuan…, di saat detik tinggal menunjukkan enam detik…,

Kris mengangkat tangannya dan menembak....

Plos! 71-70!

Teriakan dan tangisan penonton nyaris tak dapat dilukiskan. GOR bergetar bagaikan diguncang gempa. Kursi-kursi bergetar oleh getaran suara dan semangat yang dihasilkan penonton!

Ifa menerjang maju, cepat sekali, hampir sendirian! Bola dilemparkan Hadi jauh sekali dan ditangkap Ifa di udara! Saat ia mendarat, Kris telah menghadang di depannya!

Waktu tinggal dua detik!

Momen itu bagai gerakan super slow motion saat Ifa berhasil men-dribel melewati Kris dengan usaha yang nyaris ajaib!! Lalu ia melompat…, matanya terfokus ke ring. Tekadnya hanya satu! Menanggg!!!

Mendadak, ring malah berubah menjadi bayangan wajah Indy dan tangisannya. Bayangan itu menusuk konsentrasinya bagai jarum tajam pada sebuah balon!

Ia menembak tepat sebelum peluit berbunyi.

Bola menyusuri udara dalam lingkaran parabol yang sempurna….

Sebelum…, berdebam membentur ring dan mental keluar!!!

Suara bola jatuh dan berdebam dua tiga kali dalam lentingan tak sempurna di atas lapangan menohok hati Ifa dalam keheningan luar biasa. Suara nafas dirinya juga Kris yang berada tepat di belakangnya terdengar jelas sekali.

Sunyi hanya bertahan beberapa detik, sebelum GOR hanyut dalam ledakan suara! Sesaat kemudian, Kris dikerubuti teman-teman setimnya. GOR nyaris diluapi massa yang ingin turun langsung ke lapangan!! Beruntung banyak aparat keamanan yang sigap bereaksi menahan luapan hasrat penonton yang sekadar ingin menyentuh bintang muda itu!

Kris—setelah berhasil melepaskan diri dari teman-temannya, dan satu dua fans yang lolos saringan aparat—mendekat dan menjabat erat tangan Ifa.

"Tadi itu nyaris…. Great game!" Nafasnya masih memburu.

Ifa sendiri bengong, ia menjawab, "Eh..., ah iya...."

Kris sudah dikerubuti teman-temannya lagi, sebelum semua pemain saling bersalaman. Lima lunglai, lima bersemangat.

Ifa melangkah lunglai dan matanya tanpa sadar bergerak ke satu arah, melihat seorang gadis sedang dipeluk kedua sahabatnya dan menangis bahagia!

"Kenapa aku ini?"

Teriakan dan caci maki Pak Lintar mewarnai kekalahan tak disangka-sangka Kastil Hastina. Namun, Ifa hanya bengong. Sakitnya kekalahan hampir tak ia rasakan. Saat ia keluar dari ruang ganti, ia berjalan dengan kepala kosong. Tanpa sadar, ia sudah berjalan terpisah dari teman-temannya ke arah tangga. Sengaja teman-teman setimnya membiarkan Ifa yang masih kesal dengan dirinya sendiri, shock menerima kekalahan tadi.

Ketika melewati tikungan, tak sengaja ia menabrak Indy yang sedang menghambur lari ke arahnya! Bintang-bintang putih berkerjaban di mata dan kepala Ifa. Handuk putih itu terlempar dan jatuh ke pangkuannya.

Wajah Indy yang penuh air mata tampak dipenuhi kepedihan dan kekagetan. Ia bangkit cepat sekali, mengambil handuk dari pangkuan Ifa, dan melemparnya dengan penuh kepedihan ke tong sampah!

"Hei!!" Ifa berteriak mencegah, tapi Indy seperti tak peduli, "Biar! D-dia…, gak mau menerimanya!" lalu ia menghambur pergi sambil menangis.

Saat itu petir cinta menyambar Ifa. Ia berdiri dan menatap punggung Indy dengan setruman dan ledakan di dalam hati dan otaknya yang bahkan melebihi intensitas segala sensasi yang pernah dialaminya selama hidup—baik ketika berkelahi, main basket, atau apa pun! Tubuhnya bergerak tanpa sadar dan memungut handuk itu dari tong sampah dan mengelus-elus serta merapikannya dengan hati-hati sekali.

Dalam kepala Ifa masih dipenuhi snapshot wajah Indy…. Di lapangan, di kelas, di tangga, saat bertabrakan tadi, saat mengucapkan kata-kata tadi dengan linangan air mata penuh rasa pedih. Ifa baru tersadar ketika ditepuk Derry kencang sekali dari belakang. Lalu ia pun menceritakannya. Langsung, begitu saja, karena ia masih bingung dan takjub dengan apa yang baru saja dialaminya: Air mata Indy, handuk dalam genggamannya, wajah Indy, pertandingan....

Ifa terus berbicara dan berbicara dengan wajah merah karena malu, tapi ia tidak bisa berhenti. Ia tidak menyadari sorot mata Derry berkilau saat itu, bercampur antara kegembiraan, kekaguman, dan juga kesedihan.