"Hey...?"
Laki-laki itu menggerakkan tangannya di hadapan Hannah dan membuyarkan lamunan Hannah,
"Oh, y-ya?!" Jawab Hannah dari lamunannya, Ia bimbang bagaimana harus memposisikan dirinya di antara kedua orang asing yang baru saja Ia temui di lorong. Apa yang akan terjadi kalau laki-laki ini berhasil menemukan perempuan tadi? Bagaimana jika pria di hadapannya punya niatan buruk terhadap wanita itu? Interaksi seperti apa yang bisa saja terjadi selanjutnya di antara keduanya? Hannah tidak dapat menanyakan hal semacam itu kepada pria itu, Ia tidak mau dianggap sebagai orang asing yang ikut campur dan sok mau tahu urusan orang lain di detik pertama mereka bertemu.
"Apakah kau tadi melihat seorang perempuan dengan rambut pirang dan ikal berjalan lewat sini? Bisakah kau memberi tahu kepadaku kemana dia pergi? Karena aku melihatnya melewati tempat ini" Tanya pria itu sekali lagi, kali ini dengan nada suara yang lebih tenang. Ia menyadari kalau penampilan dan intonasinya barusan membuat takut gadis kecil dan... imut? di hadapannya. Yang benar saja, apa yang membuat siswi sekolah menengah berada di kampusnya? Gadis di hadapannya terlihat terlalu muda untuk menjadi seorang mahasiswa, mungkin saja dia mengambil kelas percepatan? Pikirannya terpecah karena Hannah masih saja belum menjawab pertanyaan yang Ia ajukan dengan terburu-buru. Gadis di hadapannya malah menatap lurus dengan mata lebarnya tepat ke manik pria itu. Lalu kemudian...
"Dia... tadi terus berlari ke arah sana, dan berbelok ke kiri, mungkin Ia menuju ke Perpustakaan Pusat" jawab Hannah dengan lugas, gadis itu terlihat menimbang-nimbang sebelum berbicara namun sorot matanya tidak menunjukkan keragu-raguan saat mengatakannya dengan pasti, gadis itu jujur, pikir laki-laki di hadapannya.
Bagaimanapun, akhirnya pilihan menjadi jujur adalah yang terbaik. Hannah pikir, belum tentu wanita yang menabraknya tadi adalah korbannya, dan pria di hadapannya juga belum tentu pemeran antagonis dalam kejadian yang menimpanya barusan. Bukankah kita harus berpikir secara adil dan memikirkan alasan-alasan logis untuk kemungkinan-kemungkinan yang bisa saja terjadi, kan? Hannah tidak boleh mengumpulkan premis-premis hanya berdasarkan asumsi yang berputar di kepalanya saat ini, Hannah juga tidak boleh menyimpulkan kepribadian seseorang hanya dari kejadian sepotong dan penampilan luar seseorang saja, Ia tidak boleh membuat kaitan-kaitan yang justru bisa jadi akan merugikan orang lain. Hannah sangat terbuka dan berusaha memahami situasi orang lain dalam keadaan apapun dan gambaran sekabur apapun.
"Baiklah, terima kasih banyak" ucap laki-laki itu sambil tersenyum sebelum pergi meninggalkan Hannah yang hanya diam di tempat lalu mengangguk begitu saja, kemudian berbalik "Hey.. apakah ini ponsel milikmu?" Pria itu akhirnya melihat ponsel Hannah yang tergeletak masih pada posisinya "Oh ya, itu terjatuh tadi, tapi sepertinya baik-baik saja" jawab Hannah yang kini memungut ponselnya.
"Hanya retak sedikit di bagian layarnya" ucap Hannah kemudian.
"Bukankah cukup mahal untuk mengganti layar ponsel? Apakah itu terjatuh karena wanita barusan? Baiklah ini, simpan ini untuk nanti, hubungi aku jika kau akan memperbaiki ponselnya" Ucap pria itu membuat Hannah tertegun, sekarang apa? Pria di hadapannya mengambil tanggung jawab terhadap kerusakan pada ponselnya yang dialaminya karena wanita barusan. Bukankan seperti -Ah, kekasihku merusakkan ponselmu, biar aku yang bertanggung jawab untuknya-
Pria itu memberikan sebuah kartu nama dengan design monokrom yang cukup simple, seorang mahasiswa yang memiliki kartu nama? Tentu saja bukan orang biasa, setahu Hannah, di antara orang yang Ia temui sepantaran, Ia hanya tahu kalau hanya Evans-lah yang memiliki sebuah kartu nama untuk perusahaan ayahnya. Evans menjadi salah satu perancang dan developer aplikasi penting di perusahaan, tentu saja Ia menempati pekerjaan dengan pangkat yang terbilang tinggi, bukan karena ayahnya adalah CEO di perusahaan itu, namun karena keahlihan Evans yang luar biasa.
"Eh tidak usah, itu karena aku tidak menggenggam ponselku dengan baik" Ucap Hannah berdalih, namun pria itu tetap mendorong kartu nama itu untuk Hannah simpan.
"Tentu saja kejadian itu tidak akan terjadi jika Erika tidak kabur dan sembarangan menabrak orang, baiklah... tetap hubungi aku untuk ponselnya. Terima kasih!" Ucap pria di hadapannya yang berlalu meninggalkan Hannah. Sekarang Hannah jadi tahu siapa gadis yang tadi berlarian sambil menangis menabrak Hannah. Erika, mungkin gadis itu adalah kerabat dekat pria di hadapannya, Lucas.
Ponsel Hannah tiba-tiba berdering,
"Apa yang terjadi? Mengapa sambungannya tiba-tiba mati Darl" Suara di seberang sana cukup panik,
"Hello Mom, Ponselku hanya terjatuh, tapi Ia baik-baik saja."
"Oh Darl, apakah terjadi sesuatu?"
"Tidak Mom, I'm fine, aku akan masuk sebentar lagi, bisakah kita melanjutkannya nanti?" Jawab Hannah sambil sesekali memperhatikan layar ponselnya yang cukup berantakan.
"Ok, hubungi Mommy kalau kau sudah di rumah"
"Baiklah, bye Mom, love you" Hannah mengakhiri sambungan teleponnya dan kembali berjalan.
"Ah, bagaimana bisa aku membiarkanmu menjadi seperti ini." Ucapnya bergumam, memperhatikan sekilas kartu nama yang Ia genggam dan memasukkannya ke dalam saku roknya.
.
.
.
.
-Klub Perkumpulan Volunteer-
Sesampainya di ruangan klub, Hannah langsung melihat sudah banyak orang yang riuh, ramai berbicara masing-masing di dalam ruangan yang tidak terlalu besar itu, namun cukup untuk menampung setidaknya sekitar 30 orang di dalamnya, sepertinya Ia sedikit terlambat di hari pertamanya masuk klub. Sungguh bukan kesan pertama yang bagus, pikir Hannah.
Tiba-tiba, seseorang melambaikan tangannya, mempersilahkan Hannah yang berdiri di ambang pintu untuk duduk di kursi kosong yang berada tepat di sebelahnya, seorang laki-laki dengan sopan menyapanya dan memperkenalkan diri, "Hi! I'm Taehwan, Kim Taehwan, dari Korea" ucap pria asing yang baru Ia temui itu sambil mengulurkan tangannya untuk berkenalan dengan suara sedikit berbisik, "Oh hai, aku Hannah" jawab Hannah tersenyum dengan suara yang sama pelannya sambil sedikit merasa canggung menanggapi uluran tangan Taehwan yang berbicara menggunakan bahasa Inggris dengan sedikit aksen yang terasa berbeda di telinga Hannah, Ia tidak menyangka akan ada seseorang yang mengajaknya berkenalan lebih dulu di hari pertama masuk klub. "Hi, Hannah... Aku Laila" ucap gadis di sebelah pria bernama Taehwan yang ikut nimbrung sambil tersenyum dengan senyum manisnya, tipikal gadis Asia, Indonesia, kah? Hannah pernah mengunjungi negara cantik itu saat kecil ketika liburan bersama keluarganya.
"Test.. test... Ehm, perhatian semuanya. Ehm, sebenarnya aku sedang tidak dalam kondisi yang cukup baik untuk memberi sambutan, namun ketua Klub kita, Nicholas, sedang memiliki urusan yang cukup penting hingga Ia tidak bisa berada di tengah-tengah kita. Jadi kuharap kalian bisa memahami kondisi klub. Sebelumnya perkenalkan, Saya Audrey, wakil ketua Klub Volunteer dari Jurusan IT. Welcome to the club! Sebagai media dalam merealisasi kepedulian yang tinggi terhadap permasalahan dan krisis sosial, Semoga Klub Volunteer dapat menjadi support system yang baik untuk mewujudkan segala ide kreatif dan impian untuk bekerja di bidang kemanusiaan tanpa terikat dengan latar belakang jurusan yang kalian miliki. Maka, mari kita ciptakan suasana Klub Volunteer menjadi lebih erat." Gadis yang berdiri di tengah podium kecil itu berdehem lagi untuk menstabilkan tenggorokannya yang terdengar seperti tercekat, lalu melanjutkan kata-katanya lagi dengan semangat dan berapi-api.
"Tidak ada senioritas di dalam klub, semua pendapat dapat disampaikan secara terbuka dan sesuai aturan. Di dalam klub, kita akan saling berbagi informasi dan bertukar pendapat dalam setiap kegiatan kemanusiaan serta sosial yang membutuhkan campur tangan kita di dalamnya. Klub ini memfasilitasi agar setiap anggotanya dipastikan mengikuti kegiatan bermanfaat dan ikut turun langsung ke lapangan. Sehingga dibutuhkan kerja sama antar tim untuk mensinergikan seluruh program Klub agar berjalan semestinya, maka dari itu, mohon kerja samanya! Terima kasih" ucapnya lalu menuruni anak tangga podium diiringi oleh tepuk tangan meriah dari seluruh penjuru ruang.
Hannah cukup kagum dengan wanita di hadapannya, Ia begitu berkharisma dan berani mengambil perannya. Hannah juga berpikir, bagaimana bisa ketua klub absen di hari pertama penyambutan anggota baru klub? Entahlah, Hannah tidak ingin memikirkannya lebih jauh. Untungnya klub ini memiliki wakil ketua wanita yang hebat dan bisa diandalkan.
Setelah acara penyambutan dari Audrey yang mendapat tepuk tangan yang cukup riuh, suasana kembali menjadi bising dan suara mic terdengar kembali, kali ini seorang MC menyampaikan acara selanjutnya berupa perkenalan antar anggota, Hannah dikagetkan dengan penunjukkan dirinya untuk menjadi pembuka sesi selanjutnya dalam sesi perkenalan. Ia benar-benar tidak siap untuk menjadi yang pertama. "Aku?" Ucapnya gugup saat arah telunjuk itu mengarah ke hadapnya.
"Ya, kau" salah satu pria berkulit hitam memberikan microphonenya kepada Hannah sambil tersenyum.
Pria di sampingnya mengangkat kedua tangannya menyemangati Hannah, "Hey! Berjuanglah!" ucapnya, Ia benar-benar orang yang berasal dari negara yang banyak boyband dan girlband-nya itu, ya? Aku tidak menyangka kalau akan mendapat teman orang Korea yang mirip seperti tokoh utama dalam drama yang pernah kutonton. Pikir Hannah sebelum Ia beralih mengambil microphone ke tangannya.
Hannah bangkit dari duduknya, Ia berjalan menuju podium yang letaknya berada di tengah ruangan. Sehingga bila Ia naik, maka Ia akan menjadi pusat dari seluruh mata yang duduk melingkari podium kecil itu.
"Ehm, Halo, saya... Carolina Hannah Alexander dari jurusan Sastra, but just call me Hannah. Ketika saya kecil, setiap tahun selama liburan musim semi, Ayah mengajak saya pergi ke Afrika bersama teman-temannya dan menjadi volunteer di sana, banyak hal yang tak pernah kulihat sebelumnya berlangsung di depan mataku, seperti kelaparan, kekeringan, dan juga krisis perang yang hanya bisa dilihat di sedikit berita. Tentang orang-orang yang menyisihkan waktunya sekali dalam setahun untuk pergi ke tempat-tempat yang sulit terjangkau, menurutku, itu sangat keren dan juga benar-benar bermakna. Menurutku itu pengalaman yang tak bisa dilupakan. Maka dari itu, kurasa aku tidak ingin kesibukan berkuliah, membuatku lupa bagaimana dibesarkan atas kepedulian yang besar terhadap kejadian yang terjadi di sekitar. Jadi, saya akan tetap berada di klub ini sampai akhir. Terima kasih." Ucap Hannah dengan tenang menyelesaikan kata sambutan sederhana, sebenarnya Ia benar-benar demam panggung saat ini, walau podium kecil dadakan itu tidak benar-benar bisa disebut panggung, tetapi tetap saja, saat Hannah mulai bicara, seluruh mata menatap lurus ke arahnya yang berdiri di tengah ruang, sudah lama Hannah tidak menjadi pusat perhatian, sehingga itu cukup membuat Hannah menjadi deg-degan tidak karuan.
"Kau hebat!" Ucap Taehwan spontan saat Hannah mendudukkan kembali dirinya ke kursi, Ia bisa melihat kalau laki-laki di sampingnya tulus memuji dirinya, Hannah hanya membalas dengan senyuman kecil. Ia mengambil tumblr warna hijau tua dari tasnya dan meminumnya sampai tandas.
Acara perkenalan berjalan dengan khidmat, semua orang berkenalan dengan baik dengan cerita masing-masing yang cukup luar biasa. Hannah kadang tertawa, kadang juga bersedih mendengarkan berbagai macam pengalaman pribadi saat setiap anggota menjadi volunteer.
Acara klub hari itu cukup sampai di situ saja. Saat jam menunjukkan pukul 4 sore, semua orang telah selesai mendapatkan gilirannya. Waktunya pulang! Pikir Hannah sudah tidak tahan ingin mandi dan beristirahat di ruang baca miliknya.
"Sampai jumpa minggu depan, Hannah!" ucap Taehwan melambaikan tangannya dengan penuh semangat sambil tersenyum lebar, di sisinya selalu ada Laila yang ikut tersenyum melambai lemah lembut kepada Hannah yang semakin menjauh. Keduanya berada di jurusan yang sama, itu sebabnya mereka terlihat dekat satu sama lain.
Hannah berjalan mundur sambil menjauhi pintu ruang Klub Volunteer sambil masih melambai dengan semangat. Tanpa Ia duga, langkahnya terhenti, punggungnya menabrak tubuh seseorang yang terasa jauh lebih besar di belakangnya. Saat berbalik, Ia tahu betul aroma perfume milik siapa ini, ditambah dengan suara bariton yang begitu familiar terasa menusuk pendengaran Hannah.
"Seru sekali sepertinya, sampai enggan untuk berbalik" ucap Evans disusul dengan perbuatan jailnya menyentil kening Hannah pelan.
"Kau.. kenapa jauh-jauh ke sini?" ucap Hannah sambil mengusap-usap keningnya dan mendongakkan kepala, membuat seseorang di hadapannya mundur beberapa langkah.
"Kunci mobilku" ucapnya singkat, tangannya Ia lipat di depan dada dengan wajah tanpa ekspresi.
"Oh, ya, sebentar!" Ucap Hannah merogoh kembali tas punggungnya dan memberikan kunci mobil Evans dengan gantungan Doraemon, kartun favorit Hannah.
"Lain kali jangan berikan kunci mobilmu padaku, aku bahkan tidak bisa mengendarainya untuk kukembalikan kepadamu Evans, bagaimana jika hari ini kegiatan klubku sampai malam, bisa-bisa kau akan menunggu di sini semalaman, lalu kau akan mengomel setiap detik selama diperjalana..." belum selesai Hannah mengomel karena tidak terima akan perbuatan Evans yang semaunya sendiri menitipkan kunci mobil begitu saja kepada Hannah tadi pagi, tangan kanan Evans sudah menjulur, jari telunjuknya Ia gunakan untuk menghentikan rentetan kalimat panjang yang sedari tadi tidak berhenti keluar dari bibir gadis di hadapannya.
"Aku tidak akan sudi menunggumu semalaman seperti yang barusan kau katakan. Lagian, mana ada pertemuan pertama klub yang berlangsung selama itu. Itu tidak pernah terjadi kecuali kau diperbudak sejak hari pertama" ucap Evans sengit. Gadis itu langsung bungkam beberapa saat, Ia mematung keheranan mengapa pria di hadapannya akhir-akhir ini sering sekali mengejutkan dirinya dengan hal-hal kecil yang seperti Evans lakukan saat ini, meletakkan telunjuknya secara vertical menyentuh langsung kulit bibirnya yang masih murni, Hannah berpikir Evans seenaknya menyentuh bibirnya dengan tangannya yang mungkin saja belum Ia cuci sehabis melakukan banyak kegiatan, namun entah mengapa Hannah tidak bisa melakukan perlawanan atau merasa sebal dengan tingkah sahabatnya yang cukup lancang itu.
Padahal, dulu laki-laki di depannya hanyalah seorang bocah kecil yang benar-benar polos dan tertindas di mata Hannah, Evans kecil begitu kecil, sehingga beberapa teman bermain mereka sering kali menggoda Evans dan menjahilinya sampai menangis, di situ peran Hannah benar-benar begitu besar, Ia akan maju menjadi benteng untuk siapapun yang mecoba mengganggu Evans, gadis itu akan membalas siapa saja dan mengejar mereka sampai mereka menangis ketakutan melihat Hannah yang begitu kuat seperti Wonder Woman pribadi milik Evans. Hmmm... itu dulu, lama sekali, sebelum Hannah menyadari waktu mengubah segalanya setelah Ia kembali lagi ke New York, bahkan Evans yang terlihat begitu lemah saat mereka berusia 7 tahun, kini telah menjadi pria dewasa yang didamba oleh teman-teman sekelas Hannah.
'Puk'
tanpa Hannah sadari, tangan Evans sudah berpindah ke atas kepala Hannah, bak anak kecil di mata Evans, Ia mengusap-usap kepala Hannah dengan lembut membuat Hannah tersadar dari lamunannya.
"Aku tahu itu tidak akan terjadi di hari pertama masuk klub, jadi ayo ikutlah denganku" Ucap Evans kemudian berlalu begitu saja meninggalkan Hannah, tangannya melambai meminta untuk diikuti dengan punggung lebarnya yang semakin jauh.
Hannah benar-benar kesal, langkah Evans begitu lebar dengan kakinya yang panjang. Ia benar-benar harus berjalan cepat untuk menyeimbangkan langkah mereka. Jika berjalan beriringan seperti sekarang, Hannah benar-benar merasa seperti Adik kecil Evans.
"Hey, tunggu aku! Kau tahu.. orang lain mungkin mengira bahwa aku seperti adikmu jika kita berjalan beriringan seperti ini, lucu sekali!" Ucap Hannah sambil membayangkan kemungkinan menjadi anak kedua keluarga Maverick dan menggeser takhta Evans Isaac Maverick sebagai anak tunggal dari keluarga kaya raya itu.
"Aku tidak mau punya adik sepertimu" Ucap Evans menghentikan langkahnya, hampir saja Hannah menabrak punggung lebar itu kalau saja Ia tak berusa mengerem sekuat tenaga langkahnya yang sedikit berlari-lari kecil mensejajarkan Evans. Wajahnya terlihat benar-benar serius saat menjawab pernyataan Hannah barusan dan membuat Hannah berpikir, Ya ampun.. kau benar-benar cowo berhati dingin yang pernah kukenal, aku kan tadi hanya bercanda.
"Lagian, keluarga Maverick tidak ada yang pendek" Ketusnya lagi, yang kini membuat Hannah benar-benar mendidih karena Evans menyinggung bentuk fisiknya, namun tetap saja mengikuti Evans sambil besungut-sungut menampilkan ekspresi kesal di wajahnya.
"Hey, bukankah itu sudah keterlaluan!" ucap Hannah kesal sambil memanyunkan bibir, Evans sedikit tertawa, namun Hannah tidak melihatnya karena tentu saja, Ia tidak setiap saat mendongakkan kepalanya hanya untuk melihat setiap kali Evans berbicara, perbedaan tinggi yang ada membuat Evans begitu menjulang ketika berdampingan seperti sekarang.
"Kejar aku jika itu tidak benar" ucap Evans setengah berlari menuju area tempat mobilnya terparkir yang sudah terlihat oleh keduanya.
-To be continue...