Masih ada tigapuluh menit lagi sebelum Armand datang, Arvita memegangi catatannya sendiri dan terus menghafalkan apa yang sudah disamapaikan oleh Hidayat.
Berkali-kali ia mondar mandir ke ruangan atasannya, hanya untuk memastikan tidak ada yang terlewat satu pun.
Arvita kembali duduk di meja kerjanya sendiri, menatapi layar monitornya yang baru saja ia nyalakan. "Mmm.... " Gumamnya sambil menarik nafasnya dan kembali melirik ke arah jam.
Ini bukan pertama kalinya ia bekerja sebagai sekertaris, tapi ada perasaan aneh yang ia rasakan sekarang ini. Bekerja dengan seseorang yang pernah ia kenal, sungguh aneh bukan?
Armand, pria itu menjadi atasannya. "Astaga..." Arvita membenamkan wajahnya pada tangannya yang bertopang.
"Hei... ssstt..."
Arvita mengangkat wajahnya dan melihat seorang wanita dengan kacamata bulat yang terlalu besar ukurannya, rambutnya yang teramat pendek hingga tidak menyentuh dagunya, dan sebuah poni rata yang terlalu lurus.
"Hei.. kamu enggak apa-apa?" Tanya wanita itu, menyenderkan kedua tangannya pada penyekat pembatas meja kerja Arvita.
"Saya...?"
Arvita menunjuk dirinya sendiri, dan melihat kesekeliling bahwa tidak ada orang lain selain dia dan wanita itu.
"Ya.. kamu.. emang ada orang lain selain kamu." Wanita itu menyeringai senang melihat Arvita yang bingung. "Sekertaris baru pak Armand ya?"
Arvita mengangguk perlahan, dan wanita itu semakin melebarkan senyum anehnya. "Kenalin nama gue Rosa, gue dari bagian humas." Rosa menjulurkan tangannya.
"Arvita, panggil saja Vita." Arvita membalas jabat tangannya,
Tiba-tiba seorang wanita lain, bertubuh tinggi dan kurus membawa beberapa tumpukan map biru datang menghampiri Arvita.
"bug...."
Tumpukan map berwarna biru itu sudah berada di meja Arvita, bahkan hampir menutupi separuh wajahnya. "Uppss.... Sorry... Lagi pada ngobrol ya." Ucap wanita tinggi itu.
"Aduhh.. mulai deh nenek galah." Ejek Rosa.
"Ehh... marmut... ngapain disini... pagi-pagi udah ngegosip.. Kalau dilihat Hulk, abis diamuk loh.." Jawab wanita tinggi itu.
Arvita memperhatikan, wanita itu memang memiliki tubuh yang sangat tinggi, tidak seperti wanita normal lainnya. Tingginya mungkin hampir 180cm, rambutnya yang sedikit ikal dan panjang ia kuncir satu dengan rapi. Posturnya tidak bisa dikatakan ramping, terlalu kurus dengan tingginya yang menjulang.
"Hei... Arvita kan." Ucap wanita itu. "Ini beberapa laporan belum selesai, peninggalan prasejarah dari sekertaris sebelumnya."
"Apa? Laporan prasejarah? Maksudnya?" Arvita bingung dan wanita tinggi itu terkekeh melihat reaksinya.
"Iya sebelum kamu datang, udah berapa ya sekertarisnya pak Armand yang minggat?" Wanita itu mulai menghitung jarinya.
"Mmm...satu, dua, tiga, empat.. empat deh yang udah pada keluar.."
"Lima... nenek..." Koreksi Rosa dengan sewot,
"Tenang aja kamu gak perlu hari ini kok buat mengerjakan semuanya." Ucap wanita itu, dan Arvita bisa bernafas lega. "Tiga hari udah bisa selesai ya.." Lanjutnya, dan langsung saja Arvita menatap tidak percaya.
"Apa.. tiga hari? Sebanyak ini?" Arvita menatap tumpukan map biru yang tinggi.
"Tenang.. Kamu pasti bisa, kalau ada yang kurang paham, tanya aja ama si marmut ini."
"Loh... kok gue nenek galah? Gak jelas banget sih.." Rosa bertolak pinggang, menegakkan tubuhnya seakan-akan sedang menantang wanita tinggi itu.
"Eh.. nenek galah, lo gak tau ya?"
"Apaan? Mana gue tau lah, dasar marmut bantet." Balasnya dengan santai, Rosa harus mendongak karena tinggi badannya yang terlalu berbeda jauh dengan wanita itu.
"Kerjaan gue udah banyak, mana bisa gue bantuin Arvita. Harusnya lo yang kasi kerjaan, lo yang bantu Arvita."
"Kerjaan apa yang banyak? Kerjaan elo tiap hari cuman ngegosip, sama stalker doang.. Dasar marmut bantet!!" Balas wanita itu.
"HHHhhh... Nenek galah!!"
"Marmut pendek!!!"
"Tiang bendera...!"
"Kutu loncat..."
"Ehemmm.....ehem.....ehem..."
Arvita berdeham dengan keras dan nyaring, canggung dengan dua orang wanita yang justru malah berdebat di hadapannya.
Untungnya dua orang tersebut langsung menghentikan pertikaian mereka, Rosa langsung saja membalikkan badannya dan melengos pergi. "Wuuhh...." Ucap wanita tinggi itu pelan tapi kesal.
"Hhh... Sorry ya, gak perlu dimasukin hati. By the way, kita belum kenalan. Kenalin nama gue Lidia." Lidia mulai memperkenalkan dirinya, wajahnya sudah tidak menjadi tegang.
Lidia pun menatap jam tangannya.
"Sial.."
"Ada apa Lidia?" Tanya Arvita penasaran, Lidia balik menatap heran Arvita. "Hulk.." Ucapnya dengan lantang.
"Hulk?" Ucap Arvita kembali.
"Hhhh... Armand... dia pasti udah dibawah. Lihat ini udah jam 9." Ucap Lidia, dan langsung berjalan meninggalkan Arvita yang masih bingung. HULK?? Jadi maksudnya Armand.
"Arvita..." Lidia tiba-tiba saja muncul kembali.
"Ya? Ada apa?"
"Semangattt.... " Ucapnya dengan riang dan kembali pergi meninggalkan Arvita yang belum sempat membalas sepatahkatapun.
Arvita menatap tumpukan map biru yang tinggi, dengan cepat mengambil map biru tersebut. Dan ia mulai menata meja kerjanya, mengambil kaca dari tas kecilnya. Ia memperhatikan riasan wajahnya masih rapi.
Arvita mengatur nafasnya,
"Hahhh...." Arvita mencium aroma nafasnya sendiri yang masih wangi. Dia tidak ingin hari pertamanya menjadi tidak berkesan.
Kembali Arvita merasakan perasaan yang aneh, perutnya seperti melilit dan berusaha untuk mengeluarkan sarapan paginya. "Arvita tenanglah.." Ucapnya pada dirinya sendiri.
"Tuk...tuk...tuk..."
Suara langkah kaki yang berat, samar-samar mulai terdengar. Mata Arvita bergantian menatap antara lorong yang ada dihadapannya dan layar monitor yang ada didekatnya.
"Tuk...tuk...tuk..."
Sepasang langkah itu semakin terdengar, dan semakin mendekat. Arvita menjadi tegang, wajahnya sedikit pucat karena menunggu kedatangan atasannya. Hari pertamanya benar-benar sangat menegangkan.
Benjamin Armand Dirk Eugenius, pria dengan postur proporsional, bewajah datar dan dingin berjalan dengan langkahnya yang terlihat tegas. Sebuah ponsel berada ditelinganya, matanya hanya tertuju pada jalan yang ada didepannya.
Penampilannya bisa dikatakan sangat trendy dan fashion. Setelan jas yang licin dan rapi, berwarna abu-abu dengan dasinya yang berwarna navy. Potongan rambutnya yang pendek dengan polesan pome yang tidak terlalu banyak.
Pria itu berjalan seperti seorang model, berjalan dengan langkah yang membuat orang-orang yang melihatnya akan terpesona.