Arvita tidak mungkin membantah permintaan Armand, lagi pula Armand bukanlah tipe atasan yang akan menerima jawaban tidak. Dan Armand juga bukan tipe atasan yang akan memberikan penjelasan kepadanya, walaupun ia adalah sekertaris-nya sendiri.
"Hah... gila banget dia. Tiga puluh menit, suruh cari bunga, siang-siang bolong begini.." Keluh Arvita, ia sudah berada di meja kerjanya dan mengambil tasnya.
Arvita sudah memutuskan dengan waktu yang sedikit itu untuk mencari apa yang diminta oleh Armand. Rosa dan Lidia yang melihat Arvita sudah berada didepan lift, memandangi dengan penasaran.
"Mau kemana dia?" Tanya Rosa,
"Entahlah... Lo tahu kan gimana Armand. Pasti dia lagi dikasi tugas lagi sama Armand." Jawab Lidia, dan disaat bersamaan Arvita sudah menghilang dan masuk kedalam Lift.
Arvita tidak peduli jika dia harus dengan sengaja ataupun tidak sengaja menubruk orang-orang yang ia lewati. Ia sudah memesan layanan ojek online, yang sudah menunggunya di lobi utama.
Berkat kepintaran "mbah google" ia tahu kemana harus membeli bunga yang diminta oleh Armand.
"Ayo pak... cepat!!" Keluh Arvita pada pengemudi ojek, yang usianya mungkin sudah separuh abad.
Kendaraan roda dua itu berjalan dengan sangat lambat, sedangkan Arvita terus mengeluh karena jarak toko bunga itu adalah lima kilometer dari tempatnya bekerja.
"Aduhh... neng.. Ini udah paling cepat. Bapak enggak bisa ngebut-ngebut. Soalnya bapak takut, pernah lihat orang jatuh..."
"Aaahhh... Stop pak.." Arvita berteriak lantang dan kesal, tapi untung saja pengemudi tua itu bisa memberhentikan kendaraannya dengan hati-hati.
"Biar saya saja yang bawa motornya, bapak yang saya boncengi." Ucap Arvita dan turun dari motor.
"Ehh.. tapi neng... neng bisa bawa motor memangnya?" Tanya bapak pengemudi tersebut, dan seperti tidak percaya dengan kemampuan Arvita.
Semua keraguan dari sang pemilik kendaraan telah terpatahkan, Arvita justru sangat lihai membawa kendaraan roda dua tersebut. Ia melajukan motornya dengan kecepatan tinggi, dan beberapa belokan dan gang sempit bisa ia lewati dengan mudah.
Duapuluh menit, waktu yang dibutuhkan oleh Arvita untuk sampai di toko bunga tersebut. Seorang pria mengenakan celemek berwarna merah, rambutnya yang berwarna cokelat memandangi Arvita dengan keheranan.
"Ini pak, motornya!! Dan ini ongkosnya, simpan saja kembaliannya." Arvita turun dari motor dengan segera,
"Eh tunggu pak, enggak jadi deh." Arvita mengambil lagi uangnya dan kunci motor ia masukkan kedalam tasnya.
"Lo kenapa neng?" Tanya bapak pengemudi tersebut.
"Bapak, tunggu saya. Tenang saja nanti saya kasih lebih, dan biar saya yang bawa motornya nanti." Jawab Arvita.
"Alhamdulillah... sering-sering dapat pelanggan seperti ini." Bapak tua itu menyeringai dengan senang, melihat Arvita yang sudah menghampiri pria dengan celemek berwarna merah.
"Bisa saya bantu mba? Mau cari bunga apa?" Tanyanya dengan sopan.
Arvita melihat bunga yang berjejer banyak dan terpajang dengan rapi, ia sedang berpikir bahwa bunga yang cocok dengan Armand harus mirip dengan karakter atasannya.
"Mmm.. yang itu saja mas." Tunjuk Arvita kearah bunga berwarna putih yang indah.
"Ohh.. bunga Lili ya mba." Ucap pria tersebut.
"Tolong cepat ya mas, tolong dirangkai dengan indah... Cepat mas." Pria itu memandangi Arvita dengan heran karena ia sangat terburu-buru.
***
Arvita berlari dengan tergesa-gesa, rangkaian bunga Lili sudah berada dalam genggamannya. Arvita sadar kalau dirinya sudah telat dari waktu yang diminta oleh Armand.
"Aduh.. sepuluh menit! Telat sepuluh menit!!!"
Arvita menekan tombol lift berkali-kali, ia sedang sangat gelisah saat itu.
Arvita bagaikan wanita yang memiliki kekuatan super, ia berlari dengan cepat bagaikan tokoh superhero "the flash". Melewati para pekerja yang berada dilorong tanpa menubruk kali ini.
Arvita sudah berada di ruang kerjanya, tangannya sedang menyender pada tepian meja kerjanya. Ia sedang mengumpulkan semua energi dan napasnya yang sedang tersengal, dan ia juga sedang mengumpulkan semua keberaniannya agar bisa memberikan penjelasan kepada atasannya.
"Ssst.....Sssstt....."
Rosa dan Lidia muncul dari balik sekat yang memisahkan ruang Arvita dan lorong kantor, "Arvita... lo bawa bunga buat apa?" Tanya Lidia.
"Ahh... pasti itu buat perempuan yang baru datang tadi.." Tebak Rosa.
Arvita menoleh kearah teman-temannya, dan matanya menandakan ketidak-tahuan apapun mengenai pembicaraan kedua sahabatnya.
"Pe..perempuan?" Tanya Arvita dengan napas tersengal.
"Tunangan pak Armand. Astaga... Kita lupa kasi tahu dia mengenai tunangan Pak Armand yang tinggal di luar negeri itu." Rosa menepuk jidatnya sendiri.
"Ahh... nanti aja kita ngobrolnya. Aku harus kasi ini dulu ke pak Armand." Ucap Arvita meletakkan tasnya, denga rangkaian bunga Lili yang masih ia pegang dengan erat.
Arvita sudah mengetuk pintu dan ia bisa mendengar suara Armand yang membalas dari arah dalam ruang kerjanya.
"Lid.. kenapa Arvita bawa bunga lily ya?" Rosa mengkerutkan dahinya, sedangkan Lidia tampak berpikir dengan maksud ucapan Rosa.
"Memang kenapa?" Tanya Lidia polos.
"Ahh.. Bunga Lily itu kan biasanya bunga untuk orang meninggal. Masa gitu aja lo gak tau sih!" Jelas Rosa dengan ketus.
"Hahh.... gawat dong kalau begitu." Ucap Lidia memekik kecil dan sedikit ngeri membayangkan apa yang akan terjadi dengan Arvita didalam sana.
***
Arvita berusaha untuk tetap bersikap tenang, ia membuka pintu ruang kerja Armand dengan hati-hati. Berharap dia tidak disambut dengan kemarahan Armand, ataupun berharap bos-nya tidak melempar barang apapun kerahnya saat itu.
"Apa kamu tahu kalau kamu telat Arvita." Suara Armand yang berat dan geram memecahkan kesunyian yang berada diruang kerja tersebut.
"Maaf pak, itu karena yang bawa motornya lama jadi saya harus bawa sendiri. Belum lagi jaraknya, dan tadi jalanan lumayan masih ramai..."
"Saya tidak tertarik dengan penjelasanmu." Potong Armand dengan ketus.
"Ohh.... Armand.. is she your new assistant?"
Arvita yang baru tersadar, ternyata diruangan itu tidak hanya dia dan Armand. Seorang wanita dengan rambut cokelat terang, bola mata yang besar dan indah dan wajahnya yang cantik sedang duduk dengan santai memandangi Arvita yang tampak canggung.
"Let me gues... The flower? For me?" Wanita itu tertawa kecil memperhatikan bunga Lili yang masih berada dipegangan Arvita.
"Armand... Armand... Kamu masih saja belum berubah, padahal sudah satu tahun kita bertunangan dan kamu masih saja bersikap seperti ini." Ucap wanita tersebut.
"Dan kamu..!" Tunjuknya kearah Arvita dengan senyum yang masih terlihat,
"Aku belum mau meninggal, jadi bunga itu untukmu saja. Masa kau tidak tahu bunga Lily biasa digunakan untuk apa?? Bagaimana bisa kamu menjadi sekertaris Armand?"
"Dan bisa kau tinggalkan aku dan Armand berdua saja."
"Ahh.. iya.. baik maksud saya, bu." Ucap Arvita bingung, tangannya Arvita mengepal kesal karena merasa sedikit diremehkan oleh wanita tersebut.
Arvita sudah kembali kemeja kerjanya, bunga Lily sudah tergeletak diatas meja kerjanya. Arvita sedang bertopang dagu, sambil memperhatikan pintu ruang kerja Armand.
"Ihh... sombong sekali sih! Cantik sih, jadi itu beneran tunangan Pak Armand ya?" Ucap Arvita pada dirinya sendiri.
"Hahh... jadi bunga ini harus kuapakan ya?"