Aku tak pernah mengira hari-hari terbaik dalam hidupku kembali semenjak aku menemunya hari itu. Aku tak pernah tau apa yang ada dalam pikirannya. Semua hal yang ia katakan telah menghipnotisku. Aku tak akan pernah meragukannya sedikitpun. Tidak sejak ia menyapaku pertama kali, tidak juga hari ini. Jika ada satu-sau nya hal yang tak aku suka darinya,hanyalah rasa simpatinya pada setiaporang yang Ia temui. Aku mencoba mencari tahu, siapa guru terbaik yang mengajarkannya semua itu?.
" Hmmm,Woooo,Lebay banget ya kayaknya?"
"Ya memang harusnya bagaimana?" tanyaku balik
Lina dan teman di sebelahnya,saling pandang. Mereka seperti tong kosong nyaring bunyinya. Bisa berkomentar tak bisa memberi jawaban.
"Gakk papa si Bos Suka kok!"
Aku berdiri dan segera meninggalkan kantor Aura. Aku berjalan dan mencari stasiun terdekat untuk melanjutkan perjalananku. Hari sudah sore, sepertinya ini akan menjadi hal yang bagus jika aku berhenti untuk membeli makanan ringan. Mengingat aku tak mengkonsumsi apapun dari pagi.
"Hei, apa kabar?" Jason, menyapaku dari balik kasir.
"Makasih ya,payungnya tempo hari!, Ini ku kembaikan!"
Jason menerimanya. Ia mengambilkan Koran edisi terbaru hari ini.
"Ini coba masukkan ke sini ya?, siapa tahu Rejeki!"
Sebuah lowongan besar-besaran dari Media Suara Kita. Aku mengeluarkan uang dari dompetku.
"Gratiss, kali ini gratis!"
Entah alasan apa yang ia gunakan untuk memberikan koran ini gratis hari ini. Aku hanya bisa berterimakasih atas Koran baru gratis ini. Aku memesan beberapa menu makanan untuk ku bawa pulang.
*********************************************************
~Kamar Hope~
Jika kau membenciku katakanlah. Tapi jika tidak katakan alasannya padaku. Aku tak pernah bisa berbuat sebaik ini. Aku juga tak pernah bisa menyapa orang lain yang tak kukenal. Dia hanya diam takmenjawab satupun pertanyaan dari ku. Ia hanya berjalan menuju lorong rumah sakit dan meninggalkanku. Di lantai tempatnya berjalan, aku melihat titik-titik air mata mulai berjatuhan.
"Permisi, .." seseorang mengetuk pintuku.
Aku bangkit dari meja lantai yang dari tadi membantuku menyangga laptop.
"Ah, sudah selesai?, aku butuh Laptopnya?"
Aku mempersilahkannya masuk. Aku mencabut flashdisc dan mematikan laptop yang tadi menyala.
"Sorry Ya, aku butuh banget, mau aku jual."
Iapun segera pergi setelah mendapatkan laptop miliknya yang ku sewa sejak tiga minggu lalu.
********************************************************
Jodoh itu nggak kemana, Cuma harus dipertemukan memang. Tapi kadang koknya bisa ketemu dengan orang-orang ditempat yang nggak kita ingan kan.
" Hmmm, jadi nggak bias nulis dong?"
"Bukan nggak bias nulis Buk, ini saya masih coba cari-cari yang murah di toko!"
Lin tak menjawab. Ia memandangi laptop-laptop yang terpajang menarik di etalase.
"Yang ini!" SPG cantik yang mendampingi ibu Lin langusung mengambilkan dan mendisplaynya pada meja kosong di depan kami.
"Ini, bisa berfungsi sebagai Tab, jadi bisa dilepas" terangnya mempromosikan produk miliknya. Ia meyakinkan kami agar memilih barang tersebut dengan desain elegant, tahan banting serta harga terjangkau.
"Murah itu berapa mbak?,"
Sales promotion girl itu tersenyum padaku. "10 juta!"
"Apa?" aku terkejut dan langsung memintanya mengembalikan ke etalase.
"Aduh lo kok, nggak jadi , bagus tadi itu!"
Aku berjalan keluar toko. Lina mengikutiku dari belakang.
"10 juta Buk, saya ini pengangguran!"
Lina langsung tersadar akan harga mahal laptop pilihannya.
"Ya sudah, ya sudah cari yang lebih murah aja ya"ia merayuku agar kembali masuk ke dalam. Aku sudah tak mau lagi memilih-milih barang. Walaupun harganya murah sekalipun, akan terlihat mahal bagi seorang tanpa pekerjaan.
"Aduh, Ibuk, ngapain sih dari tadi ikutin saya terus?"
Lina tertawa
"Hehe, ibuk ini kan tadi kebetulan mau cari hanphone buat suami ibu. Ya kan kebetulan ada kamu di toko ini. Ya ibu samperin dong"
Memang, dunia ini tak seluas yang kita bayangkan. Mau beli laptop murah diskon bergaransi seumur hidup aja, eh, malah ketemu dengan ibu Lina.
"Buk, besuk saya ada wawancara kerja"
Lina tak menoleh padaku. Ia sibuk melihat-lihat gadget terbaru yang di pamerkan.
"Jam berapa?"
Ia masih tak menoleh. Ia sibuk mencari pilihan yang paling tepat.
"Pagi buk, jam 8, nggak tau selesainya jam berapa"
Lina menoleh, sambil menunjukkan hanphone 5 inchi yang di bawanya.
"Ya datang ya, Ibu, tunggu deh nggak papa, ok. Di kantor ibu, jangan nggak datang, ini sudah mau deadline"
Kami diam sejeank. "Terus nggak jadi beli laptop?".
Lina mengesekkan kartu kredit milknya di kasir.
"Saya beli kredit ajadimbak kos saya"