"Hoiiii!!!" tolong turunkan aku!" teriak Fuji An dari atas pagar tembok pada El Rumi yang sedang duduk bersandar di sebuah kursi panjang yang tepat di bawahnya.
Untuk sesaat Elrumi terdiam, mengedarkan pandangannya ke sekeliling taman dan memastikan pendengarannya.
Setelah memastikan tidak mendengar suara seseorang, El Rumi kembali duduk tenang sambil memejamkan matanya.
"Hoiiii!!! apa kamu tuli?!!"
Dengan kesal Fuji An melempar batu kecil yang ada di tangannya ke arah El Rumi. Dan ternyata lemparannya tepat mengenai kepala El Rumi.
"Ouchhh!!" teriak El Rumi sambil memegangi kepalanya yang terkena lemparan batu cukup keras.
El Rumi mengangkat wajahnya menatap seorang gadis dekil dan terlihat tomboy sedang duduk berjongkok di atas pagar tembok.
"Cckkk!! siapa kamu?!! berani-beraninya kamu naik di atas rumah orang!! cepat! turun dan pergi!!" Teriak El Rumi dengan wajah dingin dan nada suara yang keras.
"Aku juga mau pergi!! tapi aku tidak bisa turun. Pinjami aku tangga," ucap Fuji An dengan santai tanpa menghiraukan kemarahan El Rumi.
"Tidak ada! kamu bisa naik!! harusnya kamu bisa turun!!" teriak El Rumi masih dengan kemarahannya dan perasaan kesal pada Fuji An yang sudah berani naik di atas tembok rumahnya.
"Asshhh!! ternyata kamu pelit sekali!!" ucap Fuji An dengan sinis seraya mengambil posisi untuk meloncat ke bawah.
"Terserah kamu," sahut El Rumi bangun dari duduknya hendak beranjak pergi. Namun....
"Gedebug!!"
Tiba-tiba saja, tubuh gadis itu sudah menimpa tubuhnya. Dengan susah payah El Rumi menggerakkan tangannya berusaha menyingkirkan tubuh Fuji An yang berada di atasnya.
Sedikit sempoyongan El Rumi berusaha bangun dan berdiri sambil tangannya memegangi kepalanya yang terasa sakit. El Rumi merasa kepalanya telah terbentur sesuatu saat terjatuh dan tertimpa tubuh Fuji An dari atas tembok.
El Rumi meraba kepalanya, merasakan ada sesuatu yang basah di kepala dan di tangannya. Dengan dada terasa berhenti, ia melihat telapak tangannya penuh dengan darah berwarna merah.
Menyadari kepalanya terluka dan berdarah, El Rumi menoleh ke arah Fuji An yang masih terpaku menatapnya.
"Kamu?!! kamu?!! lihat!! apa yang telah kamu lakukan padaku?!" teriak El Rumi pada Fuji An dengan kedua matanya yang mulai berkunang-kunang.
Tiba-tiba saja....
"Brukkkk!!"
Tubuh El Rumi terjatuh di tanah rumput dan pingsan setelah melihat darah di telapak tangannya. Entah kenapa El Rumi masih sangat trauma dengan darah.
Hal itu masih mengingatkan dirinya yang pernah mengalami kecelakaan dan menyebabkan sebagian wajahnya mengalami luka bakar.
Fuji An yang masih terpaku di tempatnya, baru tersadar beberapa detik selanjutnya setelah melihat El Rumi pingsan.
Dengan berjingkat pelan, Fuji An mendekati tubuh El Rumi yang terbaring di tanah rerumputan.
"Hoiii! bangun!! cowok aneh! hanya melihat darah saja sudah pingsan. Cemen sekali!" gerutu Fuji An seraya mendekat pelan dan menyentuh tubuh El Rumi dengan ujung sepatu ketsnya yang usang.
Tubuh El Rumi sama sekali tak bergerak. Mata Fuji An menatap ke sekeliling kebun halaman belakang rumah El Rumi. Tatapannya terhenti saat melihat dua botol air di atas sebuah meja kayu yang berada di teras. Di sana juga terdapat kursi panjang yang terbuat dari kayu dan berukiran sangat indah.
Bergegas Fuji An beranjak dari tempatnya dan mengambil dua botol air tersebut.
Dengan membawa dua botol air di tangannya, Fuji An kembali ke tempat di mana El Rumi masih pingsan.
"Asshhh, ternyata dia benar-benar pingsan," gumam Fuji An sambil menatap wajah El Rumi untuk pertama kalinya.
Di lihatnya wajah El Rumi dari dekat, dan itu cukup membuat Fuji An terkejut. Fuji An baru menyadari kalau sebagian wajah El Rumi memakai topeng mirip seperti film-film yang pernah di lihatnya. Wajah El Rumi sebagian tertutup topeng hitam yang terbuat dari besi.
Masih dengan duduk berjongkok Fuji An melihat jelas sisi wajah tampan El Rumi. Dengan sebuah alisnya yang tebal, bibir yang kemerahan dan kulit wajahnya yang putih halus.
Fuji An menelan salivanya sambil mengusap tengkuk lehernya.
"Sepertinya aku harus melakukan hal yang biasa aku lakukan," ucap Fuji An dalam hati segera membuka botol air yang masih tertutup rapat kemudian mengguyur wajah El Rumi.
"Dengan cara seperti ini, aku yakin dia akan cepat sadar."
Perlahan wajah El Rumi bergerak dengan matanya berkedip-kedip karena terkena guyuran air. Fuji An segera menghentikan siraman airnya saat melihat El Rumi mulai bangun dan duduk sambil menatapnya dengan penuh kemarahan. Terlihat jelas wajah El Rumi yang putih menjadi kemerahan karena amarahnya.
"Kamu?!! apa yang kamu lakukan padaku?!!" sentak El Rumi dengan wajah semakin memerah dan rahang yang mengeras.
"Menyirammu dengan air. Tadi kamu pingsan, jadi aku membantumu agar cepat sadar," jawab Fuji An dengan santai sambil meminum sisa air yang ada dalam botol.
"Kenapa harus menyiram aku?! lihat aku sekarang! wajah dan kemejaku jadi basah semua!!" teriak El Rumi semakin emosi saat melihat Fuji An menjawab pertanyaannya dengan sangat santai.
"Kalau bukan menyirammu dengan air, lalu apa? menciummu seperti yang ada film-film? Cckkk, sudah di tolong masih saja marah-marah," ucap Fuji An mulai malas menghadapi El Rumi yang terlihat sangat menyebalkan.
"Sekarang juga, kamu cepat keluar dari sini!" usir El Rumi dengan suara keras sudah tidak sabar dengan sikap Fuji An yang membuatnya emosi.
"Baik! aku keluar. Tapi, aku tidak bisa keluar kalau kamu tidak membuka pintu itu!" ucap Fuji An sambil menunjuk sebuah pintu besar yang terbuat dari besi.
"Tidak! aku tidak akan membukanya! Kamu datang dan keluar dari kamu masuk! Ayo! cepat keluar sekarang! husshh...hushh," usir El Rumi sambil mendorong tubuh Fuji An yang kecil mungil.
"Apaan sihhh kamu! kamu tahu sendiri aku masuk dari atas tembok itu, dan aku tidak bisa turun. Jadi kenapa aku harus naik lagi ke sana!" ucap Fuji An berusaha bertahan pada posisinya berdiri.
"Memang siapa yang suruh kamu masuk ke sini?! kamu pasti mau mencuri buah mangga lagi kan? pantas saja buah manggaku banyak yang hilang. Dari awal aku sudah curiga, makanya aku memotong sebagian pohon mangga itu, biar pencurinya tidak bisa masuk ke sini!" ucap El Rumi merasa bangga dengan perangkapnya yang telah berhasil.
Mendengar ucapan El Rumi yang sangat mengesalkan, Fuji An segera mengambil batu lagi dalam kantongnya dan ia lemparkan lagi tepat di kepala El Rumi.
"TAAKK!!"
"Ouchhh!!" teriak El Rumi sambil mengusap kepala yang masih sakit. Dengan perasaan geram El Rumi mendekati Fuji An dan mencekalnya dengan kasar.
"Ayo!!...ikut aku! kamu akan aku laporkan pada polisi biar tahu rasa! Kamu harus di beri pelajaran!!" Desis El Rumi menyeret Fuji An masuk ke dalam rumahnya yang hampir mirip seperti mansion.