Chereads / To infinity and Beyond / Chapter 22 - UNEXPECTED WAY (3)

Chapter 22 - UNEXPECTED WAY (3)

" kamu kenal Kala?" Tanya selfi saat mereka dalam perjalanan kembali ke kantor.

" apa?"

Suara Selfi tersamarkan oleh suara angin yang berhembus menerpa wajah Alaska yang tidak tertutup kaca helm. Disebabkan oleh posisinya sebagai pembonceng, Alaska sedikit kesulitan mendengar apa yang sahabatnya itu katakan. Karena memaklumi keadaan ini, selfi pun mengulang pertanyaan yang tadi dia ajukan dengan volume suara yang lebih nyaring.

"Kamu kenal kala?"

" bukan kenal, tapi hanya sekedar tahu. Kamu lupa? 6 tahun lalu aku cerita ke kamu tentang aku bertemu awak kapal asing menyebalkan yang saat itu kapalnya kehilangan tali?"

Karena Tidak ada jawaban dari selfi, Alaska pun melanjutkan perkataan nya

"Tapi wajar si kamu lupa. Sudah lama juga"

" seingatku kamu tidak pernah menyebut namanya, bukan?"

"Waktu itu aku lupa siapa namanya, atau aku enggak pernah tanya ya?"

Alaska bertanya pada dirinya sendiri karena dia tidak begitu yakin apakah dia bahkan pernah mengetahui nama pria itu sebab Kenangan tentang kejadian 6 tahun yang lalau itu sudah samar-samar dalam benaknya. Namun demikian meski Alaska tidak mengingat nama pria menyebalkan yang hampir membuatnya terjatuh tersebut, dia tidak mungkin dapat melupakan ketampanannya. Dia terlalu tampan untuk di lupakan.

" siapa namanya? See? Sekarang aja aku sudah lupa lagi."

" Kala. Namanya Kala Carvalho"

"Kala" batin Alaska. Nama yang aneh, pikirnya. Seaneh gelagat pria itu. Alaska tidak telalu menyukai aura yang dipancarkan Kala. Dia terlihat dingin, suram dan gelap seakan dia membawa segumpal awan gelap yang siap memuntahkan hujan dalam sekejap di atas kepalanya. Cara kala Memandang berbeda dengan laki-laki biasanya. Dia memandang seakan dia melihat kehidupan dengan kacamata yag berbeda Jika orang lain memandang hidup ini seperti musim semi dan panas, maka Kala hanya memandang hidupnya sebagai musim gugur dan musim dingin.

"Dia pria yang baik" ucap selfi seakan-akan dia dapat membaca isi pikiran Alaska.

" lalu?"

" kamu terlihat tidak begitu menyukainya"

" aku menyukai ketampanannya. Hanya Wanita tidak normal yang tidak menyukai wajahnya, tapi sikapnya sungguh menyebalkan."

Selfi terkekeh dan setelah itu mereka melanjutkan perjalanan dalam diam, hanya sesekali berkomentar ketika mereka berpapasan dengan pengendara kendaraan bermotor yang tidak menggunakan helm atau melakukan pelanggaran-pelanggaran kecil namun tetap berpotensi mencelakakan diri mereka sendiri.

******************

Tiiiinnnnnnnnnnnnnnnnn

Suara klakson mobil menggelegar seperti suara amukan yang sedang berusaha Kala redam dalam hatinya. Sejak keluar dari halaman parkir Mcd Kala dan Dalilah masih belum bicara pada satu sama lain. Dalilah berusaha menahan dirinya untuk bertanya mengenai keadaan kakaknya setelah makan siang tadi dan Kama berusaha mencegah dirinya untuk tidak mengamuk pada adik kesayangannya itu.

Sampai akhirnya seorang pengendara motor tiba-tiba memotong jalan dan berbelok tepat didepan kendaraan mereka. Kemudian luapan emosinya pun tersalurkan. Alih-alih mengumpat kepada Dalilah dan menuntut penjelasan, Kama mengumpat kepada si pengendara motor yang sudah berlalu tanpa menghiraukan sedikitpun.

" fuck! Sejak kapan Balikpapan jadi tidak teratur seperti ini? Sudah hampir mirip Jakarta!" Gerutu Kala

"Jangan lampiaskan kemarahan mu ke orang lain. Don't be savage. You ain't better than them, then"

" shut up!"

Dalilah tidak gentar. Dia sudah mengenal kakaknya seperti dia mengenal dirinya sendiri. Dia dan kedua kakaknya bagaikan pinang yang dibelah tiga. Entah karena mereka saudara, atau karena mereka berbagi penderitaan yang sama sehingga mereka memiliki kepribadian yang tidak jauh berbeda. Mereka cenderung mengatakan hal-hal yang dapat menyakiti persaan orang lain, dengan begitu tidak memberikan kesempatan pada orang tersebut untuk menyakiti mereka. Lebih baik menyakiti dari pada disakiti itu adalah selogan tak tertulis yang tanpa sadar mereka aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Dalilah dan kedua kakaknya, tidak mudah mempercayai orang dan mereka memiliki kecurigaan yang berlebih. Seperti Dalilah, Kakaknya itupun ahli dalam mendorong orang keluar dalam hidupnya. Mereka terlalu takut ditinggalkan, oleh karena itu mereka selalu berpikir untuk meninggalkan.

tidak bermaksud menyakitinya atau bersungguh-sungguh menyuruhnya tutup mulut. Kala hanya kesal dan tidak tahu harus berbuat apa. Dengan lembut Dalilah menepuk pundak Kakaknya yang sejak tadi menegang. Seketika ketegangan itu berkurang. Dalilah tersenyum dan berkata

" I didn't expect she would be there and I had no idea that there's something going on between you and Alaska."

" fuck Dal! Tidak ada apa-apa antara aku dan si Alaska itu"

"I am just sayin'. Intinya aku minta maaf. Any way, how did you meet Alaska?"

Seperti pepatah yang mengatakan bahwa hidup itu adalah sebuah pilihan. Maka saat ini Dalilah sedang dihadapkan pada sebuah pilihan yaitu topik pembicaraan mengenai kejadian makan siang tadi. Sebuah pilihan yang tidak mudah.Dalilah diberikan dua buah pilihan, topik pertama sangat buruk dan berpotensi dia harus merelakan kakaknya yang baru saja kembali untuk pergi lagi melarikan diri atau topik yang tidak kalah buruknya dengan potensi kakaknya itu tidak akan bicara dengan nya selama satu minggu. Dalilah pun memilih pilihan dengan resiko tidak dihiraukan selama satu minggu. Dia pikir dia bisa bertahan, lagi pula hal itu tidak lebih buruk dari pada harus menghadapi ibunya sendiri. Setidaknya dia sekarang memiliki Kala disisi nya. Memiliki seseorang untuk menghadapi kegilaan ibu mereka.

Melihat Kala yang masih terdiam dan tidak menunjukan tanda-tanda akan menjawab pertanyaan nya, Dalilah sekali lagi mengajukan pertanyaan. Pertanyaan itu ditujukan untuk mengalihkan isu yang sebenarnya.

" kamu terlihat tidak terlalu menyukai Alaska. Kalian memiliki sejarah yang buruk ya? Jangan-jangan kakak dan Alaska..."

" Aku tidak tahu hal kotor apa yang ada di dalam pikiran mu saat ini, but It never happened and It's never gonna happen."

"Syukurlah"

Dalilah menghembuskan napas karena lega. Dia tidak dapat membayangkan hal buruk yang akan terjadi jika memang Alaska dan kakaknya pernah terlibat sebuah hubungan. Jika hal itu terjadi, maka hanya akan memperburuk keadaan yang sudah ada. Dia tidak ingin Kala pergi lagi dan dia tidak ingin persahabatannya dipertaruhkan. Sahabat-sahabatnya sudah menjadi bagian dari hidup Dalilah dan mereka sudah seperti keluarga kedua bagi Dalilah. Ya jika keluarga nya sendiri bisa disebut keluarga. Jika tidak maka para sahabatnya adalah satu-satunya keluarga yang dia miliki.

" aku hanya tidak menyangka, aku akan bertemu dengan wanita menyebalkan itu lagi" celetuk Kala.

Dalilah menatap laki-laki yang sudah hampir 10 tahun tidak dia jumpai dengan tatapan nanar. Semua ini masih terasa seperti mimpi bahwa Laki-laki yang sedang duduk dibalik kemudi itu adalah Kakak nya, kakak yang memilih untuk meninggalkan Dalilah bersama ibu. Kakak yang begitu dia benci namun juga dia sayangi pada saat yang bersamaan dengan kadar yang sama besarnya. Jika cinta dan benci itu benr adanya maka itulah yang dia rasakan kepada kedua kakaknya.

Terkadang Dalilah berpikir, betapa egoisnya mereka meninggalkan dia dan ibunya berdua. Tidak kah mereka membayangkan hal apa yang harus Alaska hadapi, atasi dan saksikan selama ini sendiri ? Bukankah mereka yang seharusnya bertanggung jawab atas ibunya setelah ayahnya pergi? Tapi kakak-kakak nya itu memilih untuk melarikan diri hanya karena kejadian 15 tahun yang lalu. Kejadian yang Dalilah harap tidak akan pernah terulang kembali. Alih-alih menjadi jantan dan menghadapi masalah itu mereka memilih lari. Mereka pikir hanya mereka yang tersakiti, tapi mereka salah satu-satu nya orang yang harus menanggung derita itu dalam diam adalah Dalilah.

"Apa dia selalu semenyebalkan itu? " tanya Kala

"Hah? Siapa?" Dalilah yang pikiriannya masih tersedot kemasalalu, tidak menyimak apa yang dikatakan Kala.

" siapa lagi kalau bukan si Alaska itu!" Kala megatakannya dengan intonasi datar namun dalilah dapat menangkap kekesalan yang tersirat didalamnya.

" Alaska itu orang baik. Bahkan dia yang paling tenang , dewasa, dan memiliki sudut pandang yang bijaksana diantara kami semua. Dai setenang permukaan air sungai tanpa riak dan sedatar sampul buku. Aku bahkan tidak pernah melihatnya marah ataupun menangis. bahkan ketika dia harus melihat pria idamanya menjalin hubungan dengan rekan kerja satu kantornya dia sama sekali tidak menangis" jawab Dalilah jujur.

" pria idaman? Tidak heran dia ditinggal oleh pria idaman nya. Tidak akan ada pria yang tahan dengan sifatnya. Dia tidak menyenangkan."

Kening Dalilah berkerut. Sambil melipat tangannya didepan dada, Dalilah menatap Kala dengan tatapan tidak percaya. Dia jelas mengetahui bhwa kakaknya itu adalah bajingan namun dia tidak pernah menyangka bahwa Kakaknya kini telah menjadi Bajingan kurang ajar.

"That was rude! Kamu belum kenal Alaska tapi sudah berani bilang kalau dia bukan pribadi yang menyenangkan! You know, you are an asshole!"

"Huh! And you 're defending her."

"She is my best friend! Dia selalu ada buat aku. Sedangkan kamu memilih lari seperti pengecut meninggalkan aku dan ibu! Of course I am defending her over you!"

Kala dapat melihat api amarah yang berkobar di mata Dalilah. Perasaan bersalah yang selama ini menghantuinya tiba-tiba kembali datang. Seperti wabah menggerogoti dirinya. Kala paham meski ribuan kali dia memohon maaf pada Dalilah atas dosanya dan meski bibir mungil adiknya itu sudah mengatakan bahwa dia memaafkan Kala, tapi kekecewaan itu tidak akan pernah hilang. Rasa kecewa sang adik karena ditinggalkan. Dia tidak lebih baik dari ayah mereka.

" maafkan aku Dal. Aku tidak bermaksud menjelekan sahabatmu atau menuding kamu membelanya. Apa yang baru saja aku katakan sama sekali bukan perkataan yang seharusnya laki-laki dewasa katakan. Kejadian siang ini terjadi tanpa diduga dan itu sedikit menggangguku."

Wajah dalilah yang semula menunjukan amarah melembut. dalilah menatap Kakaknya yang sedang memustkan perhatian kearah jalan. Meski Kala terlihat berkonsentrasi karena sedang menyetir namun Dalilah tahu pikiran kakaknya itu tengah berkelana ke masa lalu yang selama ini ingin dia lupakan.

"Aku kira aku sudah baik-baik saja, Dal. ternyata aku salah. Aku belum benar-benar sembuh"

"hatimu yang patah mungkin tidak akan pernah utuh kembali, tapi cinta tidak hanya datang pada hati yang utuh, kak"

"Aku takut jatuh cinta lagi Dal"

" so am I, but isn't love suppose to be thrilling? If it isn't, then it is not love at all, is it?"

Kala tersenyum dan Dalilah memalingkan tatapan nya keluar jendela memperhatikan kendaraan yang lalu lalang, menerawang jauh lebih dalam dari hanya sekedar melihat seorang ayah yang membonceng anaknya dan tertawa mungkin karena hal lucu yang dikatakan si anaka, melihat seorang ibu yang memeluk bayinya sambil berusaha memperingatkan suaminya untuk lebih berhati-hati, melihat anak-anak yang tertawa riang di kursi penumpang mobil didepan mereka. Dia melihat jauh melalui bahasa tubuh orang -orang itu bahwa cinta itu masih ada dan layak mereka cari meski hidup sejauh ini telah merenggu cinta dari mereka, tapi Dalilah yakin bahwa suatu hari nanti Tuhan akan mengirimkan orang-orang yang tepat untuk dia dan kakak-kakaknya. Orang yang akan membuat mereka percaya pada cinta satu kali lagi.