Seharusnya aku turut bahagia melihat Gray memiliki orangtua baru. Tapi aku tidak bisa. Perasaan ini seakan ditusuk-tusuk hingga aku merasa sakit ketika melihat Gray hendak pergi meninggalkanku.
Tapi tak ada yang bisa kulakukan, aku hanya bisa terdiam membisu menatap pundaknya yang perlahan semakin menjauh dari pandangan, membuat hatiku serasa diiris, aku tak kuat menahannya lagi hingga aku tak menyadari akan teriakanku yang spontan keluar. "Graaaaayyy...!!!"
Gray menghentikan langkah lalu memutar arah berlari memeluk diriku. Pelukan hangatnya mampu membuat hatiku yang sakit terobati seketika. "Gray, aku mohon … jangan pergi!" Mataku mulai berkaca-kaca, tidak sanggup menahan rasa sakit yang mulai mendominasi diriku.
Gray hanya diam tidak menjawab, dia lalu mengeluarkan sebuah gantungan kunci yang berasal dari saku celananya. "Mia, aku tidak bisa melakukan apa yang kau minta sekarang." Dia menjulurkan gantungan kuncinya padaku. "Benda ini adalah kenangan yang bisa aku berikan padamu. Tetaplah menggunakan gantungan kunci ini sampai kita dewasa. Aku akan mencarimu kemana pun, tidak peduli sejauh apa, aku akan tetap berusaha untuk menemukanmu."
Selesai berkata-kata, Gray mencium keningku lalu beranjak pergi meninggalkanku.
"GRAAAY!"
Aku menangis tidak kuasa menahan perih dalam hati. Selama hampir tiga tahun ini aku tak pernah menangis ketika disiksa oleh tante Alice maupun Viona. Aku selalu kuat menahan airmataku untuk sebuah janji yang telah kupegang teguh, tapi hari ini, untuk pertama kali aku mengingkarinya karena seorang anak lelaki yang baru kukenal 3 bulan. Dia adalah Gray, seorang lelaki yang akan selalu berada di dalam hatiku.
Lima tahun telah berlalu.
Kini usiaku telah menginjak 18 tahun. Aku tidak tinggal lagi di panti asuhan karena telah diadopsi oleh keluarga Smith, mereka mengganti namaku menjadi Raquel Smith. Ibuku bernama Alexa Smith, usianya 43 tahun.
Aku ingin memberitahumu satu fakta penting. Meskipun usia ibu sudah menginjak kepala empat, tapi penampilannya itu seperti wanita berusia 25 tahun. Setiap aku bersamanya, orang-orang selalu mengira jika dia adalah kakakku. Ibu juga orang yang sangat perfeksionis! Sedikit saja penampilanku tidak terlihat sempurna dimatanya, dia akan langsung segera menceramahiku selama 3 jam.
Sedangkan ayah, Franky Smith, dia itu seperti bang toyib, sekali dia beranjak meninggalkan rumah, maka satu tahun kemudian dia baru akan kembali. Tapi semua itu bisa dimaklumi, mengingat dia adalah seorang pebisnis yang super sibuk.
Pagi yang sangat cerah! Sebentar lagi aku akan pergi ke kampus. Tapi sebelum itu, aku harus berdandan terlebih dahulu! Aku menghampiri cermin, menyisir rambutku serapi mungkin, kuperhatikan baik-baik rambutku dengan mata menyipit. "Ok! Yaks!" Aku menggunakan tangan kiri menjentikkan jari lalu mengarahkan jari telunjukku ke depan cermin. "Sempurna!".
Sekarang giliran wajahku! Aku harus make up secantik mungkin! Kugunakan Lipstik merah muda, bedak anti debu, Eyeliner penghisap nyawa, dan blablablabla hingga aku terlihat cantik. "Ok! Sudah selesai!" Aku kembali menyipitkan mata, memperhatikan baik- baik make up diwajahku.
"Yaks!" Dan sekali lagi, aku menjentikkan jari namun kali ini menggunakan tangan kanan. Kemudian, seperti sebelumnya aku mengarahkan jari telunjukku ke depan cermin. "Sempurna!".
Apa sudah selesai? Belum! Masih ada yang terasa kurang! Aku memperhatikan secara teliti dandananku.
Rambut sudah oke! Make up sudah oke! Baju juga sudah oke! Apa lagi yang kurang?