Kencan sama gue, yuk!
.
.
.
.
.
Jam istirahat telah berbunyi dari 10 menit yang lalu. Saat ini, Skala dan Sava tengah menikmati makan siangnya di kantin sekolah. Skala dengan siomay dan segelas es teh manis dan Sava dengan semangkuk bakso dan segelas jeruk manis. Keduanya duduk di salah satu bangku yang letaknya dekat dengan pintu masuk area kantin.
Binar memasuki area kantin bersama antek-anteknya, lelaki itu memesan semangkuk bakso lantas berjalan menuju bangkunya Skala dan Sava. Tanpa permisi, lelaki itu duduk di bangku tersebut. Binar duduk di dekat Sava, tanpa perduli dengan tatapan risih dari Skala juga tatapan tajam dari Sava.
"Bi, tempat lain tuh masih banyak! Lo ngapain duduk di sini?" omel Sava pada lelaki itu.
"Apaan sih, Sav? Gangguin gue makan aja. Lo abisin aja bakso lo, daripada ntar ngomel-ngomel kelaperan," balas Binar tak acuh. Lelaki itu makan baksonya dengan santai.
"Ya gimana bisa gue makan dengan tenang, kalau lo duduk di sini? Skala juga terganggu sama kehadiran lo, iya kan, La?" ujar Sava melirik Skala yang duduk di depannya.
Skala hanya tersenyum tipis. Walaupun sebenarnya dia memang terganggu, tapi tidak enak kalau mengatakannya langsung di depan Binar dan Sava.
"Lhah, gue 'kan makan bakso sendiri bukan punya lo. Kenapa lo jadi risih?" sahut Binar menoleh ke arah Sava. "Oh, gue tau. Lo pasti gugup 'kan, duduk di samping cowok ganteng kayak gue? Ngaku deh, lo," godanya kemudian. Binar menaik turunkan sebelah alisnya, bibirnya tersenyum miring sesuai ciri khasnya.
"Ngaco lo! Udah sana lo makan bareng temen-temen lo! Lagian nggak biasanya lo makan di kantin IPA, biasanya makan di kantin IPS atau nyebat di warungnya Mpok Romelah. Hari ini kenapa makan di sini?" gerutu Sava kembali mengomel.
"Gue mau ketemu sama Skala. 'Kan kemarin belum kenalan?" ucap Binar kalem. Lelaki itu menatap Skala yang duduk gelisah di kursinya. "Hai, Skala. Nama gue Binar. Nama lengkap gue Binar Senoaji, kali aja lo ingin tau nama lengkap gue," ujarnya kemudian. "Eh, tapi kemarin lo udah tau 'kan ya," imbuhnya mengkoreksi.
Skala hanya diam tak mengacuhkan sikap Binar. Melihat gelagat Skala yang tak nyaman dengan adanya Binar, Sava segera mengusir Binar agar cepat enyah dari hdapan mereka.
"Binar! Buruan sana pergi!" usir Sava mendorong pundak Binar agar menjauh.
"Eh, kenalannya belum selesai!" protes Binar karena di dorong pergi.
"BODO AMAT! Lo kenalan aja sono sama tembok!" kesal Sava.
"Eh, tunggu!" teriak Binar sekuat tenaga menahan dorongan Sava. "Gue akan pergi dari sini, asalkan lo nerima ajakan gue buat nonton bareng. Mau ya?"
"Iya," sahut Sava tak acuh.
"Ntar pulang sekolah."
"Hehm."
"Seriusan, Sav. Jangan kabur lagi!"
"Iya, Binar Senoaji! Udah sana pergi!"
"Oke, gue cabut." Binar tak kembali pada teman-temannya, melainkan pergi dari area kantin. Dengan membawa mangkuk baksonya yang belum habis, lelaki itu pasti makan di dalam kelas. Melanggar aturan memang sudah menjadi kebiasaan bagi laki-laki itu.
Begitu Binar pergi, Skala segera bertanya pada Sava. Menanyakan perihal obrolan mereka berdua barusan. "Sav, lo beneran mau nonton sama Binar?" tanya skala tanpa menutupi rasa ngerinya.
Gadis itu tidak bisa membayangkan kalau Sava harus berduaan dengan Binar selama hampir 2 jam, ngobrol beberapa menit saja sudah membuat dia darah tinggi apalagi sampai 2 jam.
"Hahahhahaha." Sava justru tertawa.
"Kok lo malah ketawa, sih?"
"Pertanyaan lo lucu banget, sih? Sumpah!" sahut Sava masih di sela-sela tawanya. "Eh, tapi wajar sih... 'kan lo murid baru di sekolah ini, jadi belum tau sifat Binar itu kayak gimana," imbuhnya kemudian.
"Maksud lo?"
"Binar tadi hanya bercanda, La, dia nggak serius pas ngajakin gue nonton. Akal-akalannya dia aja, gue tadi jawabnya juga tak acuh gitu, 'kan? Gue udah kebal sama semua candaan dia, gue udah kenal Binar selama 5 tahun," jelas Sava panjang lebar.
"Hanya bercanda?" Sava mengangguk mengiyakan. "Lo nggak baper di gituin?"
"Baper? Gue baper sama Binar? Aduh, La, plis deh. Binar itu jauh dari tipe cowok impian gue. Lo lihat aja penampilan dia, acak-acakan kayak gitu. Binar itu, cowok begajulan yang doyannya tarik urat lawan. Kalau tampang sih, ya lo bisa lihat sendiri. Ganteng, rambut cepak, nggak terlalu neko-neko lah. Dia juga tajir, ke sekolah pakai mobil dua pintu. Penampilan Binar memang tak semengenaskan kelakuannya, tapi tetap aja dia pantas disebut si biang onar atau panglima tempur."
"Panglima tempur? Dia suka ikut tawuran?"
"Hah? Eh, itu...."
"Woy, Sav! Jangan lupa nanti pulang sekolah!" teriak Binar yang entah sejak kapan sudah balik ke kantin IPA. Rupanya lelaki itu baru saja mengembalikan mangkuk baksonya Mang Udin.
"Bawel lo!" balas Sava. "Balik ke kelas yuk, La. Males banget ketemu Binar lagi," ajak Sava. Tanpa menunggu jawaban dari Skala, gadis itu lekas menyeret tangan Skala agar mengikutinya. Dalam hati dia mengucap syukur karena bisa mengalihkan pembiacaran di antara mereka terkait tawuran.