Mungkin Lo adalah salah satu alasan, kenapa hidup gue yang membosankan ini jadi lebih bernyawa_Binar.
.
.
.
.
.
085604xxxx : Lo pasti lagi mikirin gue. Nggak bisa tidur 'kan lo?
Skala : Maaf. Tapi ini siapa ya? ( balas Skala )
085604xxxxx : Lo lupa sama cowok tertampan di Indonesia, padahal baru tadi siang kita ketemu masa' lo udah lupa. ; )
"Tertampan Se-Indonesia? Siapa?" gumam Skala bingung. Gadis itu menerawang langi-langit kamarnya memikirkan siapa lelaki yang saat ini bertukar pesan bersamanya. "Binar! Astaga, dia beneran chat gue," teriaknya saat baru sadar bahwa nomor baru ini milik Binar. Gadis itu bangun dari tempat tidurnya dengan kesal.
Skala : Eh, Binar! Ini terakhir kalinya gue chat lo ya, 'JANGAN PERNAH LO CHAT ATAU TELFON GUE LAGI' karena gue nggak akan pernah bales pesan atau jawab telfon dari lo. Ini peringatan ya, bukan permintaan! Ngerti lo!
Skala mengetik pesan itu dengan emosi yang menggebu-gebu, lalu mengirimnya dan setelah itu langsung menaruh HPnya di atas nakas tanpa membaca balasan chat dari Binar atau bahkan panggilan dari pemuda itu yang sudah kesekian kalinya semenjak pesan peringatan yang di kirim Skala tadi. Saking jengkelnya dengan sikap annoying Binar, Skala bahkan menamai laki-laki itu di kontak phone-nya dengan nama jangan dijawab.
*****
Skala berjalan beriringan dengan Sava yang hari ini sudah masuk sekolah. Gadis itu menceritakan tentang kejadian kemarin kepada Sava, betapa menyebalkannya tingkah Binar saat di kantin kemarin.
"Lo yang sabar aja ya, La. Betah-betahin aja dapat gangguan dari Binar, tuh anak emang dari lahir cuma bisa bikin kesal orang," nasehat Sava.
"Sial banget hidup gue, Sav," keluh Skala.
"La, lo kok nggak balas chat atau angkat telfon dari gue sih, padahal gue punya bonus chat sama telfon. Hangus deh jadinya," ucap Binar yang tiba-tiba muncul di hadapan mereka berdua.
"Nggak modal benget sih, lo! Nelfon pas lagi ada bonusan doang," sembur Sava jutek.
"Aduh, Beib. Lo nggak usah cemburu gitu dong,ntar malam gue telfon deh," ocehnya menggoda Sava.
"Kagak usah, telfon dari lo bakalan gue reject. Yuk, La, ke kelas!" ketus Sava lantas menarik lengan Skala dan perdi dari hadapan Binar.
"Sav, jangan jutek-jutek dong! Kalau gue makin nggak bisa move on , gimana?" teriak Binar kencang. Laki-laki itu kemudian tertawa setelah mendapat pelototan tajam dari Sava.
******
Skala mulai jengkel dengan sifat Binar. Tingkah laku pria itu semakin tidak waras. Seperti seharian ini, pria sinting itu mengikuti Skala selama di sekolah. Membuat gadis itu berulang kalu mengeluas dada dan berucap istigfar.
"Lo sebenarnya kenapa, sih? Suka banget gangguin gue. Sekolah di sini belum ada satu bulan, tapi gue udah kayak musuh bebuyutan Lo. Kalau gue punya salah, gue minta maaf, Nar. Berhenti gangguin gue yaa," mohon Skala, lelah dengan gangguan dari Binar seharian ini.
"Nggak mau berhenti," jawab Binar dengan santainya.
"Kalau gitu kasih tau gue, alasan kenapa sikap Lo begini? Kalau alasan itu masuk akal, gue rela Lo gangguin," ujar Skala memberi penawaran. Setidaknya dia akan memikirkan jawaban Binar sebelum pria itu merusak hari harinya.
"Gue nggak punya alasan." Binar menggeleng tanpa dosa. "Seneng aja bisa gangguin Lo, bisa bikin Lo bete. Setidaknya ada satu alasan lain yang bisa bikin gue betah hidup." Binar mengatakan hal itu dengan senyuman lebarnya.
Setelah mengatakan hal itu, Binar berlalu pergi. Meninggalkan Skala dalam keterdiamannya seorang diri. Kalimat terakhir dari mulut Binar mengusik fikirannya, menyentil hatinya entah untuk alasan apa.
Alasan untuk tetap hidup.
Dari jauh Binar tersenyum tipis, "Mungkin Lo adalah salah satu alasan, La. Kenapa hidup gue yang membosankan ini jadi lebih bernyawa," bisiknya pelan.