"Cukup!" tiba-tiba bibi Chen mengeram.
Para pelayan tampak kacau karena pertikaian itu.
Amarah Bibi Chen meredam keributan. Membuat para pelayan terkejut, diam, dan sangat ketakutan.
Para pelayan tertunduk melihat tuan Rong Linyi yang saat itu terlihat begitu marah.
"Kalian tidak sadar betapa hinanya kalian?" Bibi Chen mengerutkan keningnya.
Bibi Chen mengamati dan mengingat apa yang pernah dilakukan setiap pelayan yang bekerja di situ.
Mulai dari penampilan, sikap, hingga apapun yang telah mereka lakukan di sana.
"Beberapa dari mereka sering lancang. Herannya, ada dari mereka yang berani berbaring di ranjang Rong Linyi. Apa mereka tidak paham betul, betapa tuan Rong Linyi sangat menjaga kebersihannya!"
"Benarkah, Bibi Chen?" dalam ucapannya yang dingin itu, sepertinya ada rasa kesal.
Para pelayan hanya diam sembari menatap penuh harap kepada Su Xiaoyun, agar istri Rong Linyi tersebut dapat membantu mereka.
Namun, Su Xiaoyun memalingkan muka.
Dasar pelacur! batin para pelayan itu.
Tak lama berselang, Rong Linyi melambaikan tangannya.
Bibi Chen menyuruh pengawal untuk mengusir beberapa pelayan itu.
Mau menangis, meminta maaf, atau berlutut sekalipun, mereka tidak akan dimaafkan.
"Kami memang jahat dan telah melakukan kesalahan, tapi kami ingin tetap bekerja di sini. Bahkan tidak pernah terlintas di pikiran kami untuk mencari pekerjaan lain di kota ini. Kami akan terima hukuman dan konsekuensi apapun agar kami dimaafkan!"
"Bibi Chen, panggilkan para pelayan yang ada di halaman, lalu suruh mereka membuat dua cangkir kopi lagi." Rong Linyi menggaris bawahi perintahnya.
Kurang dari setengah jam, semua pelayan yang bekerja di halaman depan dipanggil ke ruang makan.
Ruang makannya yang luas makin penuh dengan puluhan pelayan dengan berbagai jenis pekerjaannya.
Kopi pun telah disajikan.
Saat itu, Rong Linyi masih memangku Su Xiaoyun dan belum juga melepaskan pelukan tangannya itu dari tubuh Su Xiaoyun.
Su Xiaoyun makin kaget dengan banyaknya pelayan di sana. Dia pun membalas peluk Rong Linyi.
Melihat kejadian ini, para pelayan itu mencoba tetap tenang dan menyembunyikan ketakutan mereka.
Rong Linyi tersenyum tipis pada Su Xiaoyun, "Bawa kopinya."
Su Xiaoyun segera mengulurkan kedua tangannya dan memegang dua cangkir kopi itu.
Rong Linyi berkata, "...secangkir kopi saja."
"Wanita bodoh, bodoh!" batin Su Xiaoyun.
Tampaknya, bukan tanpa alasan Rong Linyi melakukan itu.
Rong Linyi biasanya tenang dan baik hati, mengapa sekarang malah membuat Su Xiaoyun takut?
Andai saja Su Xiaoyun tahu apa yang diinginkan suaminya itu, dia pasti akan mengambil secangkir saja.
Suamiku, betapa dinginnya sikapmu? Dan mana kutahu kau hanya menginginkan secangkir kopi saja?
Kenapa jadi membuatku terlihat salah?
Su Xiaoyun dengan hati-hati mengambil secangkir kopi itu dan memberikannya kepada Rong Linyi.
Sepatah kata lembut keluar dari bibir Rong Linyi, "Tumpahkan."
"Hah?"
Su Xiaoyun terlihat bingung dan mengira dirinya salah dengar ucapan suaminya itu.
Rong Linyi mengatakan sekali lagi dengan nada suaranya yang dingin, "Tumpahkan!"
"Hah?"
Su Xiaoyun masih bingung dan tidak mengerti.
"Ditumpahkan?"
Dimana saya harus menumpahkannya?
Air muka para pelayan yang berada di sana berubah ketika mendengar Rong Linyi menyuruh Su Xiaoyun untuk yang kedua kalinya.