Anala makin mendelik kesal karena kelicinan mulut Arvin yang minta dibungkam pakai batu bara panas.
"Pa, aku udah buru-buru nih," Anala bicara sambil melihat jam di ponsel yang ia pegang.
"Oh yaudah hati-hati. Dan nak Aksa sendiri gimana?"
"Juga mau pergi om, saya kan cuma lewat aja."
Raka mengangguk, "kamu habis lari pagi ya? Baliknya gimana? Sekalian aja sama Anala yang mau pergi ya? Bisa kan sayang?" Raka coba memastikan dengan menatap Anala dengan senyuman penuh makna.
Anala sedikit ragu, "eum.., ya bisa sih pa."
"Nggak perlu, lagian aku masih mau jalan sekitaran sini, sepertinya sepi." Aksa menolak.
"Gitu ya? Yaudah lain kali kamu kesini lagi aja buat ngobrol lebih panjang sama Anala, kamu belum ketemu Kenzi juga kan?" Raka secara jelas-jelas menampakkan simpati pada pria muda didepannya itu.
"Iya om, dengan senang hati. Kalau gitu saya jalan lagi. Pamit ya om, bang, Nal."