Suasana sebuah kamar apartemen masih tampak tenang walaupun cahaya matahari sudah menembus celah-celah tirai, hari sudah pagi namun sang pemilik apartemen belum ingin keluar dari gundukan selimutnya.
Ponsel yang terletak dimeja kecil sebelah ranjang berdering pertanda telfon masuk, dering itu berhenti karena tak kunjung juga diangkat. Namun dengan cepat berdering lagi yang membuat tangan malas bergerak mengangkat panggilan tersebut.
"Halo..," suara pria itu masih dengan mata tertutup dan merapatkan selimut yang ia kenakan.
"Astaga kamu belum bangun!?" suara nyaring dari seberang sana membuat pria itu menjauhkan ponsel dari telinganya.
"Ya ampun ma masih ngantuk,"
"Ya tuhan Rujaetaaa!!!"
Pria bernama Rujaeta alias Jae atau Jaeta itu kembali menjauhkan telfon pintar berwarna hitam itu dari telinga kirinya sebelum salah satu panca inderanya itu rusak.
"Ada apasih ma? Aku baru tidur,"
"Kamu tidur dimana? Masih di studio itu hah? Kapan kamu pulang? Kapan kamu istirahat? Nanti kalau sakit gimana? Heran deh mama lihat perusahaan musik tempat kamu kerja itu, nggak ada apa ya niatan mereka ngasih artisnya waktu istirahat? Nanti artisnya mati baru tahu rasa," omel Jeni pagi ini selaku mama dari Jaeta.
Rujaeta Giwa Gendala, yang sekarang publik kenal sebagai Jaeta, penyanyi solois muda yang memiliki wajah tampan dengan banyak kemampuan alias multitalenta.
Walau awalnya tidak diizinkan keluarga terutama papanya, akhirnya pria yang sudah duluan terkenal itu resmi menjadi penyanyi setelah menyelesaikan program sarjananya. Direkrut sebuah perusahaan musik terkenal dan dikenalkan ke masyarakat rencananya sebagai vokalis sebuah band, namun karena berbagai masalah dan pertimbangan, Jaeta debut menjadi solois. Tidak butuh waktu lama bagi Jaeta menyedot perhatian masyarakat, lewat kemampuan vokal, talenta lain dan terutama visualnya yang luar biasa, ia mendapatkan popularitas dengan sangat cepat, bahkan sekarang ia sudah memiliki fans fanatik.
"Ma, ini aku lagi di apartemen, baru pulang buat istirahat, kalau mama ngomel begini kapan akunya istirahat? Yang ada malah mama yang bikin aku mati," jawab Jaeta bangkit untuk duduk. Mendengar omelan mamanya membuat kantuknya hilang.
"Astaga, kamu pikir mama mau bunuh kamu? Dasar durhaka, mama ini peduli sama kamu makanya mama tanyain!"
Jaeta menghela napas panjang, "iya mama cantik, makasih ya udah peduli. Sekarang aku nggak jadi istirahat,"
"Lah kok nggak jadi?"
"Denger suara mama bikin mata aku melek lebar nggak bisa dikatup lagi,"
"Kamu mau ke kantor lagi nanti?" Jeni mengganti topik pembicaraan mendengar suara Jaeta yang sepertinya sudah sadar seutuhnya.
"Hari ini kosong, aku sengaja subuh tadi langsung balik ke apartemen biar cepat istirahat. Rencananya besok mau rekaman satu lagu baru lagi," jelas Jaeta kini duduk menyender ke tembok samping ranjangnya sambil menarik gorden agar cahaya bisa masuk ke dalam kamar.
"Oh gitu, udah selesai artinya lagu yang dibikin kemaren?"
"Udah, doain aja besok rekamannya lancar ya,"
"Tenang aja pasti mama doain, tapi coba nyanyiin dikit buat mama dong,"
Jaeta tertawa mendengar permintaan mamanya itu, "ih si mama kepo, nanti mama malah bocorin ke orang lain, ini projek yang sangat sangat sangaaat rahasia,"
"Ya ampun ke mama sendiri pelit banget. Terus kamu nggak ada niatan pulang ke rumah dalam waktu dekat?"
Jaeta menggaruk kepalanya sekilas, "belum tahu sih, setelah rekaman nanti bikin musik videonya juga, kalau bisa nanti waktu nungguin hasil bersih semuanya aku usahain ke rumah deh,"
"Cuma diusahain? Padahal rumah deket tapi jarang pulang," omel Jeni karena jarak rumah dan kantor agensi Jaeta tidak begitu jauh, namun Jaeta tetap memilih tinggal sendirian di apartemen kecil dengan alasan lebih efisien waktu dan tenaga.
"Kenapa emangnya? Kangen banget ya sama aku? Hehehe," cengenges Jaeta menggoda mamanya itu.
"Mama itu kesepian di rumah, papa kamu lagi sibuk di kantornya,"
"Emang Kak Talya juga jarang ke rumah?" Jaeta menanyakan tentang kakaknya yang belakangan ini juga jarang ia hubungi karena sibuk dengan persiapan projek album barunya.
"Kakak kamu itu baru sebentar dirumah udah harus pergi lagi, intinya mama pengen lihat kamu pulang,"
Jaeta hanya mengangguk-angguk kecil, "iya serius deh aku usahain, kalau mama mau, mama juga boleh kesini,"
"Males ah kesana, apartemen kamu pasti berantakan,"
"Idih sembarangan! Apartemen aku rapi, kalau berantakan dikit aku langsung suruh manager bantu rapiin, jangan salah-salah," bela Jaeta mengenai perspektif Jeni tentang tempat tinggal anak bungsunya itu.
"Iya deh terserah, eh Jae!! Lihat TV sekarang!!" teriak Jeni tiba-tiba mengagetkan Jaeta.
"Apa sih ma??"
"Buruan cepet!!" greget Jeni memaksa Jaeta segera.
Jaeta yang bingung langsung menyalakan televisi yang ada diluar kamar dan mencari channel acara yang mamanya maksud.
"Ya ampun bisa masuk gitu nama kamu?" ujar Jeni dari panggilan seberang pada Jaeta yang sudah duduk menyimak acara gosip pagi.
"Ya jelas dong Rujaeta gitu," tawa Jaeta mendapati namanya masuk dalam deretan pria tertampan yang sedang dibahas dalam acara tersebut.
"Bentukan kayak kamu aja masuk, kalau aja papa kamu jadi artis pasti kamu kalah saing," balas Jeni meremehkan sang anak.
"Astaga mama anaknya sendiri nggak diakuin ganteng, apa-apa pasti papa mulu," sungut Jaeta karena keluarganya selalu saja merendahkan dirinya dan terus memuji visual papanya, Juan. Tidak hanya keluarganya, orang-orang yang kenal dekat dengannya pun kalau sudah bertemu Juan pasti tidak ada lagi yang akan memujinya. Padahal papanya itu sudah tua dan kadaluarsa, ujar Jaeta yang iri.
"Iya deh ganteng," Jeni menghibur sambil tertawa.
"Ma, aku warnain rambut,"
"Apa!? Warna apa lagi? Ya ampun wajah kamu itu dekil banget tahu nggak kalau rambut diwarnain!" Jeni langsung emosi mendengar ujaran Jaeta.
"Produser yang minta ma, katanya orang-orang pengen rambut aku diwarna rada cokelat terang gitu, sesuai konsep sama lagu yang sekarang,"
"Nggak usah ah, jelek! Yang ada harusnya kamu potong rambut, rapiin, kesel mama lihat rambut kamu panjang nggak jelas gitu di TV,"
Jaeta memegang rambutnya, "nggak panjang kok, mama aja lebay. Warna dikit aku pikir nggak masalah ma, mana pernah tampangku dekil, si mama sembarangan, kalau di dunia entertainment itu mah semuanya seni,"
"Pokoknya mama nggak suka, nanti mama serang juga produser kamu itu seenak jidatnya nyuruh anak orang, mana belakangan ini kamu nggak dikasih istirahat. Daripada gitu mending kamu kerja di perusahaan papa,"
"Jangan mulai deh ma," Jaeta memutar bola matanya malas, "lagian kan sibuknya juga supaya hasil nantinya bagus, aku juga nikmatin kesibukan ini kok. Mama tahu passion aku kan,"
"Iya deh, ngikut aja sana sama produser kamu yang jelek itu, anggap aja dia yang ngelahirin kamu, dia yang ngasih kamu makan dan gedein kamu,"
Jaeta hanya terkekeh mendengar kekesalan mamanya, "nanti aku pulang mama mau ajakin ketemu siapa? Aku tolongin deh,"
"Kamu mau nyogok mama? Kamu pikir mama semurahan itu?"
"Iya apa nggak nih?" Jaeta coba menggoyahkan.
"Itu bintang utama film yang kamu isi soundtrack nya kemaren ganteng banget nggak sih? Ajakin mama ketemu dong Jae,"
Jaeta tertawa karena sudah tahu bagaimana menaklukan mamanya belakangan ini, "oh yang itu mah enteng, malah kita sering chattingan buat makan bareng. Nanti aku bawa ke rumah deh,"
Seketika Jaeta mendengar pekikan sang mama, "hahahah, duh kok mama degdegan ya? Serius kamu Jae? Kabarin mama ya kalau emang kamu mau bawa ke rumah, biar mama siap-siap. Duh anak mama yang ganteng ini emang kesayangan mama,"
"Gini aja baru dipuji,"
"Udah ya sayang, kamu makan gih biar kuat ngelanjutin projeknya. Biar anak mama makin terkenal, kalau mau tidur yaudah tidur lagi sana. Intinya istirahat dengan baik ya sayang, jaga kesehatan. Love you...," Jeni mengakhiri telfon dengan mood yang sangat baik.
"Oke, makasih ma," Jaeta mematikan panggilan tersebut dan kembali membaringkan tubuhnya di sofa yang tadi ia duduki sambil mematikan TV dengan remote