Chereads / Rujaeta / Chapter 4 - Empat

Chapter 4 - Empat

Setelah keluar dari apartemen Jaeta, dengan cepat Erik mengejar Anala yang berjalan dengan langkah besar penuh kekesalan.

"Anala tunggu sebentar!" Erik berhenti didepan wanita yang masih menunjukkan wajah marah itu.

"Maaf, aku benar-benar minta maaf untuk perlakuan Jaeta tadi," ujar Erik merasa sangat bersalah.

"Oh jadi itu yang namanya Rujaeta, sikapnya sangat buruk. Bagaimana bisa ia mendapatkan image yang baik didepan publik," komentar Anala sinis.

"Dia sedang stres beberapa hari ini memikirkan projek album barunya, dia juga kurang istirahat dan lelah, kuharap kamu maklum dia jadi sensitif terkait karyanya,"

"Dia sensitif dengan karyanya tapi dia tidak menghargai karya orang lain sama sekali. Kupikir itu bukan alasan, aku juga tidak berniat mencari masalah dengan nya, tapi sikapnya sangat menyebalkan. Kamu tahu apa? Desainku yang dirusak olehnya juga hasil pikiranku yang bukan hanya butuh waktu dua tiga hari untuk membuatnya!" Wanita itu menjelaskan dengan sangat geram menunjukkan buku ditangannya.

Erik menggaruk tengkuknya bingung, "aku benar-benar minta maaf atas kesalahan artisku, aku mohon jangan karena hal ini rencana kerja sama kantorku dan brandmu menjadi batal, kalau perlu aku akan minta Jaeta minta maaf padamu,"

"Tidak perlu, orang sepertinya tidak akan mengaku salah. Masalah kerja sama itu, aku akan pikirkan lagi,"

*

"Dasar perempuan jadi-jadian! Dia pikir bikin lagu dan ngomposisi itu mudah!?" Jaeta terus mengomel sambil kini fokus menggabungkan potongan kertas demi kertas yang sobek diatas meja dengan selotip.

Saking fokusnya bahkan ia tidak peduli dengan pintu apartemen yang terbuka dan ditutup secara dibanting oleh Erik.

"Aku akan gila karenamu!" ujar Erik melepaskan kekesalannya pada Jaeta sambil merebahkan tubuhnya di sofa.

"Harusnya aku yang gila sekarang," balas Jaeta tanpa melirik sang manager.

"Kamu tahu nggak sih tadi lagi berhadapan dengan siapa?"

"Perempuan jadi-jadian, kuntilanak,"

"Dia itu Anala! Anala itu baru aja buka brand yang lagi hits. Dia yang nantinya akan ngurus seluruh kostum kamu untuk promo album baru besok! Tambahan, Anala itu anak bungsunya Pak Raka yang merupakan rekan penting produser, dia penting untuk kelancaran projek kamu ini!"

"Nggak penting!" Jaeta tidak mau tahu dan tak mau peduli.

"Jika Anala mundur, aku benar-benar akan gila. Perusahaan pasti akan menyalahkanku selaku manager yang tidak bisa menjaga artisnya."

"Tenang saja, kamu aman. Kamu manager artis paling terkenal saat ini, berhentilah beromong kosong, bantu aku menyelesaikan ini! Kita harus berikan ini ke produser besok!"

"Urus saja sendiri, jika lagumu itu tidak rilis juga tidak masalah. Untuk saat ini Anala lebih penting dari itu!" Erik bangkit dan meninggalkan Jaeta menuju salah satu kamar di apartemen ini. Kepalanya sakit menghadapi Jaeta selaku artisnya.

"Bagaimanapun laguku jauh lebih penting!"

***

"Nala sayang??" terdengar suara lembut dari arah luar pintu kamar berwarna putih seraya bunyi ketukan.

Tak ada jawaban dari sang pemilik kamar hingga pintu itu terbuka menampakkan sosok wanita berumur lima puluhan mendekat ke arah meja yang dimana anak gadisnya tengah sibuk dengan pensil dan kertas dihadapannya.

"Astaga, kamu masih ngerjain desain itu?" kaget Zizi, selaku mama dari Anala melihat bungsunya masih ditempat yang sama, terakhir kali ia mencek tadi malam, dan sekarang sudah pagi.

"Huaaa, aku pusing maaaa," gadis berparas manis dengan rambut disanggul agak berantakan itu merebahkan kepalanya diatas meja.

"Kamu nggak tidur semalaman?" tanya Zizi lagi cemas melihat mata bengkak Anala, sambil kini ia bergerak menyibakkan gorden kamar sang anak agar cahaya matahari dapat masuk dengan sempurna.

"Gimana aku bisa tidur kalau desainku nggak selesai?? Aku nggak ingat detail yang kemarin, waktu coba bikin lagi hasilnya nggak maksimal,"

"Gambar yang kemarin emang nggak bisa dilihat lagi biar bisa dicontoh?"

"Enggak ma, rusaknya itu kena air jadi udah nggak kelihatan, kalau cuma robek sih bisa diakalin biar bisa dilihat detailnya lagi," adu Anala sudah frustasi.

"Mending kamu istirahat, tahu aja nanti bisa kepikiran lagi. Kalau dipaksain gini yang ada kamu makin stres terus malah sakit," nasehat Zizi mengusap pelan wajah lelah Anala.

Bukannya menurut atau menjawab, mendadak Anala malah menangis yang membuat Zizi terkejut.

"Lah kok nangis??"

"Hiks hiks hiks.., itu termasuk desain terbaik yang pernah aku buat ma, hiks, dan harusnya besok udah harus mulai dibikin bajunya hiks hiks.., aku udah punya banyak target dan semuanya hancur begitu saja," curhat Anala melepaskan keresahan yang sejak kemarin ia simpan sendiri.

"Ya ampun sayang...," dengan cepat Zizi membawa putri kecilnya yang sudah dewasa kedalam pelukannya untuk sekedar menenangkan.

Anala memang terkenal dengan sikapnya yang sedikit keras kepala, ia akan bersikeras dengan keinginannya dan sesuatu yang ia anggap benar walau itu mungkin akan bertentangan dengan orang lain. Namun disisi lain Anala hanyalah seorang gadis yang sangat mudah menjatuhkan air mata.

"Hiks, aku udah menghabiskan banyak waktu untuk mempersiapkan semuanya, tapi semuanya kacau.., hiks hiks semua usahaku jadi sia-sia,"

"Nggak ada yang sia-sia kok cantik, pasti semuanya ada jalan keluar. Kalau emang kamu nggak bisa menyelesaikannya yaudah, kamu mending mundur aja dari fashion week kali ini." Saran Zizi karena dia tidak ingin anak gadisnya ini terlalu tertekan dengan targetnya sendiri.

"Tapi ma, aku udah persiapkan semuanya dari jauh-jauh hari,"

"Kamu juga lagi persiapan untuk kerja sama dengan perusahaan musik teman papa kan? Mungkin kamu fokus ke yang itu dulu. Lagian mau sampai kapan kamu maksa diri kamu untuk ngulang semua desainnya? Mama tahu kamu orangnya sangat perfeksionis, makanya mama ingin kamu mundur aja, waktu yang serba terdesak seperti ini tidak akan cukup untuk kamu,"

Anala melepaskan pelukan sang mama dengan wajah kesal, sedih dan marah yang bercampur aduk. "Aku nggak mau ngasih baju untuk perusahaan musik itu,"

"Hah? Kok gitu?" kaget Zizi sambil mengusap bekas air mata di pipi Anala.

"Artis mereka yang bikin semua desainku hancur ma! Dan yang parahnya apa? Sikapnya sangat buruk, aku tidak akan melakukan kerja sama dengan manusia sejenis itu," tegas Anala dengan wajah benci.

"Tapi kan kalian sudah bikin perjanjian? Lagian ini kesempatan bagus untukmu, mereka punya artis yang sedang terkenal di publik dengan image baik, kamu menyiapkan kostum untuk dia kan?"

"Artisnya sangat menyebalkan ma, bahkan untuk bertemu dengannya lagi aku tidak ingin, apalagi bekerja sama dengannya!?"

Zizi menghela napas pendek sambil merapikan rambut Anala yang berantakan, "belajarlah untuk profesional, kamu dan perusahaannya sudah membuat perjanjian. Masalah artis mereka, biar mereka yang urus. Lagian kalau kamu batalkan ini juga, kamu rugi terlalu banyak, kamu juga tidak bisa mengejar untuk fashion week kan?"

Anala menutup matanya sambil memijat pangkal hidungnya, kepalanya sakit tidak tidur semalaman, memikirkan desainnya dan juga artis tak bertata krama menyebalkan itu.

"Aku pikir aku harus pikirkan ini dulu ma, aku lelah,"

"Yaudah mending kamu makan sedikit dulu dan minum susu, terus tidur. Mama nggak mau cantiknya mama sakit," Zizi mencium dahi anak gadisnya itu lembut dan mengajaknya keluar sebentar untuk sarapan.

"Iya, makasih ya mama sayang," Anala tersenyum lalu berjalan sambil memeluk Zizi dengan manja menuju ruang makan.