Nirvana sedang berjalan sambil memegang lengan Anna. Nirvana khawatir akan kondisi Anna yang masih letih. Anak yang biasanya gemar membolos, kini memaksa tubuhnya yang sakit untuk masuk kedalam kelas.
"Biarin Anna kak! Anna bisa jalan sendiri! Anna ini bukan orang tua jompo." Anna menatap Nirvana dengan cemberut.
"Jangan cemberut ya! Kalau tidak nanti ku cubit." Canda Nirvana.
Selepas mengantar Anna sampai ke depan pintu kelas, Nirvana disapa siswa berambut biru. Siapa lagi kalau bukan Cristian Hans Andersen.
"Hai, hai.... Pagi, wah baik sekali kakak ini. Jangan-jangan kalian ada apa-apa. Terlebih kalau Anna tahu bahwa kakak usianya setara dengan siswa kelas tiga loh." Hans Andersen berbasa-basi dan bergurau.
"Kebetulan, bertemu lagi." Sapa Nirvana.
"Selamat bekerja." Hans Andersen memasuki kelas.
Nirvana melanjutkan perjalanan dilorong. Tidak jauh dari sana, ia berpapasan dengan Mark. Kala itu wajah Mark kelihatan kurang tenang. Awalnya mereka saling menyapa.
"Ada apa?" Tanya Nirvana.
"Aku memiliki adik sepupu yang sekolah disini. Adik sepupuku itu memilih menyerah dan berhenti sekolah disini. Dia putus asa akan bakatnya yang jelek," kata Mark.
"Lalu, bagaimana dengan sepupu mu yang baru lulus dari akademi militer itu Mark?" Tanya Nirvana.
"Sepupuku yang itu bekerja di satu keluarga bangsawan. Dia bekerja sebagai penjaga gerbang mansion keluarga ningrat," jawab Mark.
"Sekarang dia dimana?" Tanya Nirvana.
"Adik sepupuku yang sekolah disini, aku belum melihatnya lagi," jawab Mark.
"Akan aku bantu." Nirvana dengan santainya. Mark tersenyum sambil mengacungkan jempolnya.
Nirvana hendak berjalan ke ruang kepala sekolah. Tetapi belum tiba di sana, sesuatu mengalihkannya. Kala melewati ruang guru pertahanan terhadap ilmu hitam, ada seruan.
"Masuklah!"
Atas seruan itu, Nirvana merasa bingung.
"Aku punya solusi. Untuk sekarang masuklah Nirvana!"
Nirvana berfikir, dia bisa langsung tahu?
Akhirnya Nirvana memutuskan memasuki ruangan.
"Gila, orang ini maha tahu. Benar-benar paranormal sejati."
Nirvana bergumam dalam hati.
"Ada siswi yang frustasi karena merasa bakatnya itu rendah. Itu sepupunya Mark, bukan!"
Nirvana pun tercengang, kenapa gadis berperawakan ala Miss world yang paras wajahnya sangat cantik tapi ekspresi nya datar ini, serba tahu.
"Sudah ku duga. Kamu ini emang cewek paranormal secantik kontestan Miss world." Ceracau Nirvana, terpejam sambil menghela napas.
"Sebelum aku memulai aktifitas paranormal ku, punya satu nasihat untukmu!" Violetta mengangkat telunjuknya.
"...." Nirvana menyimak.
"Apa kamu tahu, terkadang kita bisa saling bertemu di satu mimpi kan. Jikalau satu orang memimpikan lainnya, orang yang dia mimpikan sejatinya juga bermimpi hal yang serupa. Kadang-kadang mimpi itu dapat mempertemukan roh orang loh."
Atas nasihat Violetta, Nirvana pun berjalan kearah kursi. Melangkah sambil mencerna kata-katanya. Ia terduduk. Nirvana terkejut ketika mendapat kesimpulan. Sementara Violetta tersenyum penuh arti.
"Aku ingat!"
Nirvana ingat bahwa ia pernah memimpikan Violetta Sebelum ia memasuki tim rift. Saat terbangun, Nirvana lupa memimpikan apa. Setelahnya Nirvana pergi menuju tempat perbelanjaan dan bertemu dengan Satella.
Tapi Nirvana memutuskan untuk tidak membahas ini.
"Boleh aku merokok?" Violetta bertanya, sambil menuangkan tembakau kering pada pipa kayu.
"Silahkan," kata Nirvana.
"Apa kamu suka minum?" Tanya Violetta, menyulut pipa kayu yang berisi tembakau kering. Asapnya mulai keluar dari pipa kayu nya.
"Apa yang kamu maksud minum adalah alkohol? Maaf, aku tidak meminum yang seperti itu," balas Nirvana.
Membuang napas beserta asap tembakau kearah samping. Kini Violetta mengalihkan topiknya menjadi diluar pembahasan awal.
"Apa kamu membenci wanita yang minum?" Tanya Violetta.
"Tidak juga," jawab Nirvana.
"Kalau kamu menyukai seorang wanita tapi kamu tahu bahwa ia suka minum, apakah kamu akan menjauhinya?" Tanya Violetta.
"Aku tidak keberatan. Kalau itu kesukaannya, lakukan saja yang ia suka. Selama hal itu belum terlalu bertentangan dengan norma milikku." Violetta pun tersenyum lebih lebar dari biasanya kala mendengarkan jawaban Nirvana.
"Norma dari user justice sword, pasti baik." Violetta memberi tatapan suka.
"Kenapa kamu suka tembakau. Apa karena pergaulan?" Tanya Nirvana.
"Well, pertama karena budaya di keluargaku. Kedua, salah satu cara melupakan pikiran negatif yang berkecamuk dalam kepalaku, Van." Violetta menghirup dalam-dalam tembakaunya.
"Memang, pikiran berat apa yang kamu alami?" Tanya Nirvana.
"Well, aku tinggal di daerah paling barat dataran ini. Penduduk asli disana, selalu mendapat masalah karena imigran suku orc ataupun komplotan bandit. Sebagai putri semata wayang dari tuan tanah setempat, selalu memikirkan hal ini. Keluarga kami dibebankan oleh semua konflik disana sih. Kadang, seorang warga yang memberikan sumpah serapah atas ketidakmampuan keluargaku." Violetta men-jeda. Menghirup lebih banyak asap tembakau, seolah-olah meresapi rasa gundahnya.
"Aku kira, kamu hidup tanpa permasalahan." Nirvana merasa simpati, tertunduk.
"Mau tau apa yang sakit?" Tanya Violetta, Nirvana membalas dengan mengangguk.
"Aku disumpahi agar keluargaku dijarah kelompok bandit ataupun kelompok imigran orc. Aku juga disumpahi agar tidak berjodoh dengan siapapun. Banyak hujatan tertuju padaku, selaku putri tuan tanah sekelas Baron. Aku gak betah tinggal dikampung halamanku. Aku juga gak tega meninggalkan ayah ataupun ibuku disana. Kalau aku meninggalkan mereka disana, aku takut sesuatu terjadi pada mereka. Bagaimana kalau aku luput dan gagal meramalkan keluargaku karena aku sibuk meramalkan hal-hal yang ada disini saja?" Violetta mencurahkan permasalahannya.
"Sumpah serapah mereka belum tentu terwujud." Nirvana memberi dorongan.
"Kamu hanya ingin menghiburku bukan?" Violetta menekuk bibir.
Hening sesaat. Violetta semakin menghirup tembakaunya.
"Pegang tanganku!"
"Apa?"
"Aku bilang pegang tanganku!"
Sepertinya Violetta berniat tuk menerawang.
Beberapa saat setelah memegang tangan Nirvana, ia tersenyum.
"Aku meramalkan! Kamu akan membantuku merebut hati para penduduk desa ditanah milik keluargaku." Violetta pun merasakan kebahagiaan.
"Seperti itu." Nirvana diam atas kebiasaan Violetta yang cenderung mirip seperti paranormal.
Dalam hati Nirvana berfikir.
Waifu paranormal, boleh juga....
"Kembali ke topik oke. Ini tentang seorang siswi yang putus asa akan bakatnya. Adik sepupu temanmu. Siswi itu bernama Maya, rambut hitam dengan kacamata. Ia sedang dalam perjalanan pulang, gitu kah." Violetta menerawang kronologi.
"...." Nirvana terlihat menyimak.
"Maya memang tidak berbakat dan payah sebagai caster. Tapi aku meramalkan bahwa Maya dapat memanggil familiar yang sangat superior. Kalau Maya tidak dapat dibujuk, akan rugi besar loh. Aku minta, bawalah Maya kemari. Aku sarankan kamu meminta bantuan gadis berambut ungu itu." Violetta mencapai hasil akhir. Kemudian Nirvana memberi candaan.
"Kamu kan gadis rambut ungu?" Nirvana bergurau.
"Maksudku siswi rambut ungu itu. Siswi loh bukan guru. Aku sempat menerawang. Aku tahu bahwa dia sangat patuh kepadamu loh. Lantas mengapa dia sangat patuh dengan kamu? Serius, jangan-jangan kalian ada apa-apanya," ucap Violetta.
"Em, kalian berdua ada apa-apanya, yah?" Violetta mengulang kata-kata dengan nada sarkastik.
"...." Nirvana mengerutkan dahi.
"Bercanda...." Violetta terkekeh.
Tawa khas Violetta, seolah-olah itu tertawa yang irit.
"Ada hipogriffin di kandang yang terletak di halaman belakang kastil sekolah. Setiap penjaga mendapat fasilitas hipogriffin loh. Kamu tidak mampu mengendarai hipogriffin, sudah kuduga. Tapi siswi rambut ungu itu bisa. Aku sarankan kamu menemui Maya besok lusa. Kepala sekolah memiliki data tentang alamat tempat tinggal Maya. Aku percaya kamu bisa melakukan quest ini." Tanpa terasa, ruangan ini sudah dipenuhi asap tembakau dari pipa kayu yang dihisap oleh Violetta.
Nirvana menutup hidung dengan selembar kain.
"Nanti malam ketemu aku lagi!"
"Janjian lagi?"
"Harus mau!"
"Baiklah."
Nirvana mengiyakan permintaan Violetta. Akhirnya ada satu lagi tuk janji bertemu. Nirvana pun segera berpamitan pagi itu.
**************
Lorong sekolah.
Malam harinya, Nirvana menepati janji bertemu Violetta. Mereka pun berjalan dilorong, berdampingan.
"Kemaren aku mediasi dengan sesosok hantu," kata Violetta.
"Dasar gadis paranormal," balas Nirvana.
"Kalau ditempat ku, lebih umum disebut gadis indigo. Hantu yang kutemui dulunya seorang penjaga sekolah," kata Violetta.
Akhirnya tiba di suatu lorong yang buntu dan gelap. Batu bercahaya nampak redup-redup seolah ada entitas yang menghisap daya nya.
"Bertemu lagi nyonya muda." Ada hantu menyapa. Lagi-lagi dengan warna silver agak abu-abu, persis seperti Casper. Hanya saja ini lebih tua dari segi usia.
"Perkenalkan rekanku, seorang penjaga sekolah." Violetta sedang memperkenalkan Nirvana kepada hantu kenalannya.
"Hai bro. Saya juga dulu seorang penjaga, sebelum saya mati tentu." Hantu menyambut Nirvana.
"Bagaimana kamu mati?" Tanya Nirvana.
"Aku mati karena terlalu banyak bekerja," jawab hantu.
Tentu saja Nirvana mendengar dari Violetta. Para hantu tiap tahunnya akan merayakan hari kematian mereka. Mengenang masa-masa sebelum kematian mereka.
"Hari ini adalah hari kematian mu kan?" Tanya Violetta.
"Tentu saja," ucap hantu.
"Pak Patrick Podmore, kali ini saya akan membawakan anda sesajen pada perayaan hari kematian anda! Cepat keluarlah murid navigator ku!" Violetta pun menjentikan jari, sambil memanggil seorang.
"Isabel datang, sensei...." Seorang muncul setelah menahan sihir invicible cukup lama. siswi sedang membawa keranjang bunga tujuh rupa didalamnya.
"Ah, sesajen." Hantu itu langsung merebut keranjang isi bunga dari tangan Isabel.
"Sebagai balasan, aku memberikan benda kesayanganku." Lalu hantu itu memberikan sebuah benda kepada Violetta.
"Aku terima!" Violetta mengambil benda yang dihadiahkan hantu.
Itu sebuah flintlock pistol yang berwujud daging hantu berwarna silver agak abu-abu.
"Ini daging hantu?" Nirvana berkomentar.
Sementara Gandalf berbisik lewat jalur telepati.
"Itu mentahan untuk apa yang kita sebut fragmen jiwa. Benda itu akan mengisi kedalam sebuah material. Pedangmu itu tercipta setelah diisi dengan daging roh. Kedua senjata isi daging roh dapat di fusi. Benda pemberian hantu itu sepertinya mengandung keterampilan sihir." Gandalf membisiki.
"Apa benda ini berisi keterampilan?" Tanya Nirvana.
"Itu berisi kemampuan mantra senjata api sewaktu aku hidup." Hantunya menjawab.
"Mantra shinful shell?" Nirvana bertanya.
"Tepat," jawab hantu.
"Apakah justice sword bisa di fusi dengan flintlock pistol ini?" Tanya Nirvana, dengan cara bicara dalam hati kala bicara lewat telepati
"Bisa," jawab Gandalf.
"Kita akan mengupgrade justice sword menjadi seperti pistol sword ala raja bajak laut." Suara telepati Nirvana, bicara dengan Gandalf.
"Daging roh ini biar aku materialisasi kan ke dalam pistol antik." Violetta bicara sambil menatap Nirvana.
"Pak Patrick Podmore, kami mau pulang!"
"Sampai nanti, terimakasih atas hadiah perayaan hari kematiannya, yah."
Akhirnya mereka berpamitan.
"Anu, apa dari tadi kamu ikutin kami?" Nirvana bertanya kepada Isabel.
"Iya kak. Tapi Isabel disuruh guru." Isabel mengaku.
Mereka kembali ke dormitori masing-masing.
~Bersambung~