Chereads / Be My Girl, I'm Yours Be Mine? / Chapter 7 - 7. Kesenjangan

Chapter 7 - 7. Kesenjangan

Molly kembali masuk sekolah, semuanya masih sama saja. Belajar, kerja tugas dan bercanda dengan teman. Namun, ada satu hal yang kurang dari kehidupan sekolah Molly yaitu Arga. Mungkin karena terbiasa akan sosok pria itu membuatnya sedikit ada yang hilang.

''Molly, jangan menatap masa lalu dan fokus menata masa depan,'' ucap Molly mencoba meyakinkan dirinya sendiri di depan cermin toilet. Molly berjalan keluar menuju ke kelas, namun senyum semangat yang sedaritadi ada diwajahnya perlahan memudar saat Arga baru saja juga keluar dari toilet pria yang berada persis di samping toilet wanita.

Demi niatnya di toilet tadi, maka Molly berpura-pura tak melihat Arga dan terus berjalan. Ternyata bukan hanya Molly yang melakukannya, tetapi Arga pun berlaku demikian. Seolah tak kenal satu sama lain. Padahal pernah saling membahagiakan.

Molly berusaha tak memikirkannya mencoba mencari kegiatan lain di kelas karena belajar pun percuma, tak ada yang menyangkut diotaknya.

''Molly, nanti dilihat,'' desis Lolita melihat Molly asyik bermain game diponselnya.

''Aishh,'' desah Molly terus menekan layar ponselnya tanpa mengubris perkataan Lolita sedikitpun.

''Jadi Contoh gelombang elektromagnetik adalah gelombang cahaya dan gelombang bunyi. Sedangkan gelombang yang merambat melalui suatu medium atau perantara yaitu gelombang mekanik.''

''Ehem.''

''Molly!'' seru Lolita menyikut lengan Molly.

''Berhenti, Molly?'' Kali ini suara Lolita terlihat gemas dan Molly yang sedaritadi merasa terganggu akhirnya menoleh.

''Apa?''

''Itu,'' tunjuk Lolita pada Iby Wulan yang kini berada di depannya.

''Molly, sebagai hukuman karena bermain sewaktu saya mengajar maka kamu bersihkan gudang penyimpanan peralatan olahraga, sapu hingga bersih dan susun semuanya hingga rapi,'' ucap Ibu Wulan dan Molly mulai memasukkan ponsel ke sakunya dan membuka buku paket fisika.

''Molly, SEKARANG!'' kini Bu Wulan berteriak membuat Molly seketika beranjak dan teman sekelasnya tertawa termasuk Lolita.

''Aduh, Sejak berpisah dengannya otak anak itu jadi bermasalah,'' gumam Lolita menggelengkan kepalanya menatap Molly yang berjalan malas.

***

''Ayo lempar ke sini!'' teriak Hilman menaruh kedua tangannya di atas kepala.

''Xero, awas dibelakangmu!!''

''Ya ... yah, Arga!''

Arga diam terpaku melihat bola basket yang tadi ia pegang tercebur ke dalam selokan. Hilman mendekat dan menepuk bahunya. ''Kayaknya kita butuh bola yang baru.''

Menyadari bahwa itu adalah kesalahannya, dengan langkah cepat Arga menuju ruang penyimpanan peralatan olahraga, disepanjang lorong tampak tak ada satu pun murid berkeliaran karena memang baru memasuki jam kedua pelajaran. Pintu berwarna putih lalu dibuka oleh Arga, dengan hati-hati melangkah sembari matanya mencari keranjang bola basket. Langkahnya terhenti saat dilihatnya seorang murid perempuan sedang memunggunginya sambil berjongkok seperti memukul sesuatu.

''Dasar kecoa menyebalkan, menjijikan, aku membencimu!'' umpat murid itu memukul lantai dengan sapu ijuknya.

''Ehem.'' Arga sengaja berdehem dan membuat murid itu bangkit dan berbalik.

''Kau?'' tunjuk murid itu dan seketika Arga sadar bahwa itu adalah Molly.

''Apa yang kau lakukan di sini?'' tanya selidik Arga.

''Itu aku disuruh bersih-bersih,'' jawab Molly grogi.

''Oh tenang saja, aku ke sini hanya mencari bola basket.''

''Aku tahu tempatnya,'' ucap Molly mendekat ke arah samping sebuah lemari besar dan membawa sebuah bola basket.

Molly yang berada sekitar tiga meter dari Arga melempar bola basket itu. ''Semoga beruntung.'' Molly memungut kembali sapunya dan mulai membersihkan sisa-sisa pasir di lantai. Arga terdiam cukup lama sebelum akhirnya berjalan menuju ke pintu. Berulang kali pegangan pintu diputar oleh Arga namun tak juga kunjung terbuka, Molly yang sadar ada yang tak beres dengan keadaan Arga segera mendekat.

''Kenapa?'' tanya Molly masih setia menenteng sapu.

''Pintunya terkunci,'' jawab Arga dengan wajah polos.

''Apa?''

Dengan sigap Molly juga memutar pegangan pintu bahkan karena tidak sabar ia menendang pintu itu.

''Aishh, siapa sih yang iseng melakukan ini?'' ucap Molly kesal dan terduduk di depan pintu.

''Nanti juga terbuka,'' balas Arga santai lalu duduk dimeja dan bersandar pada dinding.

Keheningan langsung terjadi, Molly memeluk lututnya sambil tertunduk sedangkan Arga menatap lurus. Mereka berdua larut dalam pikiran masing-masing, seolah tak sanggup berkata secara langsung satu sama lain. Lama mengatur napas, Arga kemudian menoleh ke arah Molly dan mendapati gadis itu tertidur. Dengan pelan Arga mendekat dan duduk di samping Molly, secara perlahan meletakkan kepala gadis itu pada bahunya.

Apa yang terjadi di antara kita? umpat Arga dalam hati.

Setelah tertidur selama lima belas menit barulah Molly tersadar. Itupun karena ruangan yang pegap dikarenakan matahari semakin meninggi.

''Eughh,'' lenguh Molly mengangkat kepalanya dari bahu Arga.

''Apa yang kau lakukan disini?'' tanya Molly terkejut mendapati Arga di sampingnya.

''Kau lupa? Kita terjebak,'' jawab Arga ikut menoleh sehingga jarak wajah keduanya begitu dekat.

''Bukan itu, maksudku kau tadi di ana dan sekarang.'' Molly berhenti berkata saat Arga menatap dalam dirinya tanpa ekspresi.

''Tenanglah, aku tak melakukan apa-apa terhadapmu,'' ujar Arga menyungging sebuah senyuman tipis dan Molly memalingkan wajahnya karena merasa malu.

''Aku tidak berpikir begitu. Hanya saja--''

Cleecckk

''Aw,'' Ringis Molly karena pintu tiba-tiba terbuka dan terjatuh ke belakang, untung salah satunya tangan menahan tubuhnya.

''Wah, kau benar-benar keterlaluan Mr. Orion. Tega-teganya meninggalkan temanmu dalam pertandingan hanya untuk pacaran di sini,'' ucap Xero dengan tampang sok terkejut.

''Apa? bukan begitu, aku terkunci di sini dan kebetulan dia juga ada di dalam,'' elak Arga berdiri.

''Kalau terkunci mungkin memang benar, karena saat membuka pintu kuncinya memang berada di luar, seandainya kami tak coba-coba ke sini apalagi dengan tulisan ini mungkin kau dan dia akan bermalam disini,'' jelas Hilman memperlihatkan kertas bertuliskan 'ditutup sementara' Molly hanya melotot mendengar kata-kata terakhir Hilman tadi.

''Tapi soal kebetulan itu. Aku meragukannya,'' lanjut Hilman mengusap dagunya.

''Itu memang benar, aku tadi dihukum untuk membersihkan ruangan ini,'' ucap Molly dengan suara rendah melirik waswas ke arah Arga.

''Apa dihukum?'' Arga menatap sarkastik Molly seolah tak percaya.

''Aku bermain ... permainan di ponsel saat kelas pelajaran berlangsung'' ucap jujur Molly mendapat reaksi tawa dari teman-teman Arga.

''Hahaha, tenanglah manis. Arga juga pernah dihukum membersihkan toilet karena bermain ponsel di kelas. Wah, kalian benar-benar jodoh,'' canda Xero mendapat tatapan tajam dari Arga apalagi saat mengucapkan kata manis.

''Sudahlah, kau kembali ke kelas,'' ucap Arga pada Molly dan mulai beranjak pergi diikuti Hilman dan Xero.

''Tunggu,'' sergah Molly menghentikan langkah kaki Arga.

Sedetik kemudian Arga berbalik, sedangkan Xero dan Hilman tetap berjalan pergi. Dengan mengerjapkan mata sekali serta satu tarikan napas akhirnya Molly berkata, ''Sampai jumpa lagi.''

Arga hanya membalas dengan anggukan kepala polos dan beranjak pergi. Melihat sosok Arga yang mulai menghilang dengan frustasi Molly menghentakkan kakinya di lantai sambil meremas rambutnya. ''Kenapa sulit sekali mengatakan selamat tinggal?'' desah Molly.

Dengan langkah tak bersemangat akhirnya Molly kembali ke kelas dan rupanya bel istirahat baru saja dibunyikan sehingga semua murid di kelas mulai beranjak keluar. Tak terkecuali Lolita, dengan wajah tegang Lolita tak sengaja bertemu Molly di depan pintu kelas mereka.

''Molly, kau lama sekali, apa kau baik-baik saja?'' tanya Lolita tergagap.

'' Sesuatu terjadi, hufh ... ceritanya panjang, walau aku cukup lelah. Jika kau ke kantin belikan aku minuman,'' jawab Molly menepuk bahu Lolita dan masuk ke dalam kelas.

Baru saja aku ingin mengeceknya, batin Lolita.

***

Pemilihan ketua osis baru akan dilaksanakan. Canon akan digantikan oleh mereka yang terpilih menjadi ketua osis berserta jajaran dan pengurus-pengurusnya. Beberapa calon yang berasal dari kelas dua terlihat sibuk berkampanye, tak terkecuali menyambangi kelas Molly.

''Selamat pagi semua, saya Galih Orion Pangestu bersama Sri Ajeng Mekarsari maju sebagai calon ketua dan wakil osis tahun ini, visi misi silahkan dibaca pada kertas yang telah dibagikan, jika ada pertanyaan ka--''

Lolita mengacungkan tangannya membuat Molly membelalakan matanya. ''Benarkah bahwa Kak Galih adalah sepupu dari Kak Arga?'' tanya Lolita dan Molly memutar bola matanya merasa bahwa apa yang ditanyakan Lolita sama sekali tidak berkaitan dengan pemilihan.

''Ya, bukan ingin mempengaruhi, tetapi jika kami terpilih maka dalam acara penyambutan, kami akan berusaha menampilkan Equidos hehehe,'' canda Galih dan langsung mendapatkan sorak dari teman sekelas Molly.

''Aku akan memilihnya, kapan lagi kita bisa melihat Equidos tampil? Mereka akan lulus beberapa bulan lagi dan ini adalah kesempatan terakhir,'' ucap Lolita mantap pada pilihannya.

''Visi misinya?'' tanya Molly sembari memperlihatkan kertas berisi beberapa poin visi misi.

''Apa pernah aku memilih sesuatu karena visi misi atau teori masa depan? Tidak! Penampilan yang penting Molly.'' Molly hanya mengangguk kecil mencoba mengerti arah pemikiran Lolita.

Perasaan Molly sedang kacau tak mau peduli tentang siapa yang akan terpilih. Sudah seminggu sejak ia bertemu dengan Arga di ruangan peralatan olahraga. Ada rasa gengsi jika menghubungi pria itu duluan sekaligus bingung apa sebenarnya yang ingin ia bicarakan, apalagi dengan berbagai penolakannya dulu. Logikanya masih menang daripada hatinya sendiri.

***

''Udah deh, kalau kangen datangi dia,'' celoteh Rehan melihat Arga memainkan ponselnya sambil menatap akun Molly.

''Aku sama dia sudah tidak ada apa-apa,'' balas Arga tenang dan menekan tombol delete pada akun Molly didaftar temannya.

''Udah biarin aja, entar juga mencari sendiri atau diam-diam memandang dari jauh,'' timpal Xero duduk di atas meja depan Arga.

''Kali ini benar-benar sudah berakhir, ayo ke kantin.'' Arga bersama anak Equidos berjalan menuju ke kantin. Di sepanjang lorong ramai murid yang juga menuju ke kantin dan secara tak sengaja Molly kembali kembali berpapasan dengan Arga, namun gadis itu tidak sendirian ia tengah berjalan berdampingan dengan Canon. Ramainya suasana mampu terlihat jelas dimata Arga bagaimana Molly tengah tersenyum lebar lalu senyum itu menghilang ketika melihatnya. Tanpa menghindar Arga terus berjalan hingga sosok Molly dirasa telah tak terlihat.

Arga bersama Moki, Rehan, Xero dan Hilman duduk dipojok kantin.

''Pasti nyesekkan?'' ejek Xero meminum es jeruk miliknya, namun Arga hanya diam. Bagai menabur garam di atas luka. Molly datang bersama Canon serta Lolita ke kantin dan duduk pada meja yang berada tepat di depan Arga tetapi bukan sengaja, hanya saja meja lain sudah tidak ada yang kosong. Awalnya Molly ingin menghindar, tetapi ia tak ingin Arga merasa bahwa dirinya 'cukup' kehilangan dengan sikapnya. Molly sebenarnya cukup risih, hubungannya dengan Arga telah sampai ke telinga murid-murid.

Mereka dapat menilai sendiri dengan tidak adanya komunikasi antara dirinya dan Arga, apalagi saat berpapasan kemarin beberapa murid melihatnya. Melihat bagaimana dirinya diabaikan oleh Arga.

''Besokkan pemilihan ketua osis akan dilakukan, kalian pilih siapa?'' tanya Canon yang memunggungi Arga.

''Aku Kak Galih, dengan janji penampilan Equidos,'' jawab Lolita cepat sambil melirik anak-anak Equidos yang berada tepat di depannya.

''Oh penampilan itu. Acara penyambutan akan diadakan bersamaan dengan pentas seni. Apa kau mau ikut mempersembahkan sesuatu?'' tanya Canon dengan senyuman manis.

Molly yang sedaritadi menunduk tersenyum simpul, ''Baiklah, aku akan bernyanyi mewakili kelasku.''

''Benarkah?'' Lolita tampak tak percaya dengan pernyataan Molly, terbukti mulutnya sedikit terbuka.

''Anggap saja hadiah kecil sebelum perpisahan,'' ucap Molly tanpa sadar yang membuat baik Canon maupun Lolita bingung.

''Perpisahan?''

''Bukankah sebentar lagi Kak Canon akan lulus dan mungkin beberapa waktu sebelum itu aku tak akan melihat Kakak lagi, karena sibuk belajar dan les.'' Molly menatap Canon dengan sebuah senyuman yang sulit diartikan.

''Kau bisa saja, tenang aku tak akan menghilang dari hidupmu begitu saja,'' ucap Canon penuh arti sambil mengacak rambut Molly.

Tak jauh dari bangku Molly dan lainnya, terdapat seseorang yang sedaritadi mengepalkan tangannya dan mulai beranjak meninggalkan kantin bersama teman-temannya. Arga takut tak mampu menahan emosi saat Canon menyentuh kepala Molly dan gadis itu hanya terkekeh kecil. Tak satu pun anak Equidos bersuara saat Arga memukul kaca toilet pria dengan sebuah kepalan tangan hingga kaca itu pecah dan melukai tangannya sendiri.

***