Molly yang menyadari keberadaan Arga langsung bangkit berdiri, belum lagi gedoran pintu yang semakin keras.
''Bagaimana ini?'' gumam Molly gemetar.
''Tenanglah.'' Arga menyentuh pundak Molly. Ia mencoba menenangkan gadis itu seolah keadaan sedang baik-baik saja.
Molly yang tak bisa tenang dan malah terganggu dengan sikap Arga langsung mempelototkan matanya kepada Arga. Otaknya bekerja sejalan dengan indra penglihatannya.
Dengan cepat Molly menarik tangan Arga ke dekat jendela.
''Keluarlah lewat sini,'' ucap Molly mulai mendorong tubuh Arga.
''Kau bagaimana?'' Arga mencoba bertahan, khawatir tentang nasib Molly sendiri.
''Aku akan mengatasinya, cepat!'' seru Molly tak sabaran dan sepertinya Arga tak punya pilihan lain selain menurut kali ini.
Akhirnya Arga keluar lewat jendela yang berukuran cukup besar, Molly tak menutup jendelanya hanya menutupi dengan tirai biru bergambar doraemon. Sambil menarik napas Molly mulai memutar pegangan pintu dan terbuka.
''Kenapa lama sekali dibuka?'' tanya seorang wanita berumur sekitar tiga puluh tahun yang Molly sendiri kenal, yaitu Ibu Dahlia.
''Aku baru bangun dan tadi merapikan diri,'' jawab Molly berdusta.
''Oh, mana Shasa?'' tanya Ibu Dahlia sepertinya sudah tahu kenapaMolly berada di kamar itu.
''Ehm, dia sedang pergi, mungkin ... lari pagi,'' ujar Molly sekenanya walau memang itulah yang terjadi. Ia sendiri baru sadar bahwa tak ada siapapun di kamar.
''Baiklah, suruh dia ke ruangan guru sebelum masuk ke kelas nanti,'' ucap Ibu Dahlia sebelum pergi.
Setelah sosok Ibu Dahlia sudah hilang maka Molly segera menutup pintu dan berlari ke jendela. Ternyata Arga sedang berjongkok sambil memerhatikan bunga yang berada di belakang kamar, ia bersandar pada dinding yang tingginya sekitar setengah meter dari jendela.
Molly yang melihat itu hanya menopang dagu memerhatikan Arga sibuk memandang bunga, terpanaan cahaya mentari pada wajahnya membuat Molly memejamkan mata. Hangat. Itulah kata yang menggambarkan perasaan Molly saat ini. Selama dua menit ia menikmati kehangatan mentari menempus pori-pori wajahnya hingga sesuatu menghalangi cahaya itu dan ketika Molly membuka mata sosok Arga telah berdiri di hadapannya.
Tanpa suara Molly dan Arga saling berpandangan. Perlahan Arga mendekatkan wajahnya ke Molly sambil sedikit membungkuk dan tanpa sadar Molly memejamkan matanya.
Tok
Tok
Tok
Ketukan pintu kamar Shasa kembali terdengar, seketika Molly tersadar dan membuka matanya serta Arga yang langsung menjauhkan dirinya.
''Aku harus pergi, ada kelas pagi ini. Olahraga, dan kami akan mengadakan pertandingan futsal, datanglah sesegera mungkin,'' ucap Arga mengulurkan jari kelingkingnya untuk pinky promise, walau Molly sempat terkekeh kecil melihat tingkah Arga itu ia akhirnya menautkan jari kelingkingnya juga.
''Baiklah,'' balas Molly singkat dan Arga langsung berlari pergi.
''MOLLY!'' terdengar suara Shasa berteriak dan Molly langsung berlari menghampiri pintu.
***
Arga kembali ke kamarnya dengan perasaan bahagia. Senyum tak henti-henti tercipta di wajahnya dan Xero yang melihat hal itu bisa menebak penyebab sahabatnya menjadi 'sedikit gila'.
''Kau cepatlah mandi, kita ada pertandingan futsal,'' ucap Arga mulai berganti pakaian dan memakai pakaian olahraga berwarna merah bergaris putih dan celana training selutut.
''Seandainya ini bukan penilaian bulanan, aku akan pura-pura diare seperti minggu lalu,'' gerutu Xero mengambil handuk dan masuk ke dalam kamar mandi.
Arga dan rekan setimnya telah bersiap di pinggir lapangan. Arga terlihat gelisah, bukan karena pertandingan tetapi ia belum melihat Molly padahal sebentar lagi pertandingan akan dimulai.
''Kedua tim silakan mengambil posisi di lapangan!'' seru wasit dan terpaksa Arga melangkah memasuki lapangan.
Mata Arga langsung menangkap sosok Canon yang merupakan lawan tanding futsalnya kali ini. Permainan berjalan sengit antara kedua tim, masing-masing memiliki serangan dan pertahanan yang baik hingga karena sebuah kesalahan yang dilakukan oleh anggota tim Canon sehingga Arga mendapat tendangan penalti.
Sebelum Arga melakukannya, ia tak sengaja memutar sedikit kepalanya dan melihat Molly yang berdiri di pinggiran lapangan bersama Lolita juga Shasa. Sebuah senyuman mengembang dibibirnya sampai Canon mendatangi Molly dan dengan santai gadis itu terlihat tertawa tanpa memerhatikan dirinya yang akan beraksi.
Arga pun mengalihkan pandangannya dengan menunduk sejenak sebelum menendang bola yang ada dihadapannya. Pertandingan selesai.
***
Molly makan siang bersama Lolita dan Shasa. Hatinya sedikit gelisah karena sejak pertandingan futsal ia belum bertemu pria itu padahal Arga sendiri yang bilang untuk datang melihatnya.
''Kau kenapa?'' tanya Shasa memasukkan nasi ke mulutnya.
Molly tersenyum sesaat lalu menjawab, ''Tidak apa-apa.''
''Aku tahu kau pasti risau tentang Kak Arga,'' ucap Lolita tanpa menatap Molly, terus melanjutkan makannya.
Lolita berhenti mengunyah lalu meletakkan sendok dengan keras. ''Gini yah Molly, aku tau mungkin kau tak sadar, tapi menurutku kau itu keterlaluan. Tadi saat Kak Arga akan melakukan tendangan penalti kau dan Kak Canon hanya asyik mengobrol, dia tentu kecewa padamu karena kau tak memerhatikannya,'' ucap Lolita dengan nada emosi.
''Aku ... aku melihatnya kok, aku senang dia berhasil menembus gawang itu dengan kaki kirinya, aku baru tau kalau dia kidal.'' Molly tak bisa melanjutkan kata-katanya, ia merasa begitu bodoh tak menyadari hal itu sebelumnya. Padahal ia sendiri tak melewatkan kesempatan tendangan penalti Arga.
''Tapi aku senang, gara-gara dia akhirnya aku bisa berbicara dengan Canon walau sebatas hai,'' ucap Shasa makin memperkecil volume suaranya.
Molly terdiam dan berpikir keras. Selera makannya tiba-tiba menguap begitu saja, hilang entah kemana.
Molly kembali ke kamar sendirian karena Lolita sedangkan ada urusan, begitulah kata Lolita padanya dan Shasa pergi bersama teman-temannya yang lain. Molly kembali pada sore hari dan secarik kertas tertempel di pintu.
Datanglah ke danau malam ini, pukul delapan.
Molly membaca tulisan tanpa nama itu. Sebenarnya ada satu nama yang terlintas dalam benaknya, tetapi mengingat kejadian di lapangan tadi ia jadi ragu akan hal itu. Jam dinding telah menunjukkan pukul tujuh, Molly tidak mengabaikan tulisan di pintu tadi apalagi belum ada tanda-tanda Lolita atau Shasa akan segera kembali.
Bosan dalam kamar membuat Molly berjalan keluar. Tanpa sengaja ia bertemu dengan Canon di depan taman dekat lapangan basket.
''Oh kau di sini. Kebetulan aku ingin mengajakmu pergi ... Bagaimana?'' tanya Canon sambil tersenyum.
Molly yang berpikir sejenak lalu membalas tersenyum. ''Tentu saja.''
Canon mengajak Molly menikmati teh hangat di kafe luar asrama. Sambil menikmati teh mereka juga makan kentang goreng. Cafe itu tidak terlalu ramai, namun terlihat beberapa anak seumuran mereka berdua yang juga ada di sana.
''Sebenarnya aku ingin mengajak Lolita juga, tetapi melihat ia cukup sibuk tadi jadi aku hanya mengajakmu,'' ucap Canon lalu menyesap tehnya.
''Aku juga tadi berniat mengajakmu ke danau tetapi kurasa di sana pasti banyak nyamuk hehehe,'' ujar Canon sambil bercanda.
Molly tertawa kecil lalu menyesap tehnya juga. ''Kurasa di sini lebih baik.''
Jadi itu Kak Canon, pikir Molly.
Molly tak membahas mengenai kertas yang tertempel di pintu, ia dan Canon malah asyik bercanda dan saling bercerita mengenai keadaan masing-masing saat di sekolah atau asrama.
Malam semakin larut dan Molly berhasil kembali pada pukul sepuluh. Ia masuk ke dalam kamar yang keadaannya sudah gelap. Rasa kantuk membuat dirinya tak sempat melihat apakah Lolita sudah kembali atau belum, namun Shasa sudah, terbukti dialah yang membukakan Molly pintu.
Cahaya matahari menembus mata Molly membuat dirinya sedikit menggeliat sebelum tersadar sepenuhnya. Namun keningnya langsung berkerut saat Lolita terlihat sibuk. Ia lupa bahwa dirinya belum mengobrol dengan Lolita sejak di kantin kemarin.
''Apa yang sedang kau lakukan?'' tanya Molly bangun lalu duduk.
''Tentu saja berkemas, bukankah kita sudah harus pulang?'' Lolita menatap Molly datar lalu kembali sibuk dengan tas ransel miliknya.
''Pulang? Benar sudah saatnya pulang,'' gumam mulai bangkit dan ikut berkemas.
Tak banyak obrolan yang terjadi antara Molly dan Lolita pagi ini. Hanya terkadang Molly harus terlebih dahulu bertanya dan Lolita hanya menjawab sekenanya saja. Entah mengapa Molly merasa bahwa Lolita agak --bukan sangat pendiam pagi ini.
Untung saja Shasa berbaik hati mengantar Molly dan Lolita sampai ke halte bus terdekat, ia meminjam mobil salah satu guru, para murid yang berada di dalam asrama memang dilarang membawa kendaraan. Itu dilakukan agar mereka tidak berkeliaran di luar asrama.
Molly yang duduk di belakang turun begitu mobil berhenti di depan halte, lalu tak berapa lama kemudian Lolita juga turun.
''Sampai jumpa, jangan lupa mengirim dan membalas pesan padaku,'' seru Shasa menurunkan kaca mobil samping.
''Ya,'' sahut Lolita singkat dan Molly hanya mengangguk.
Setelah mobil yang dikemudikan Shasa menghilang dari pandangan Molly dan Lolita, mereka berdua duduk di halte bus. Keadaan halte cukup sepi hanya ada wanita yang sepertinya seorang pekerja kantoran yang duduk di samping Lolita.
''Kau duluanlah, aku ada urusan dan mungkin naik taksi,'' kata Lolita menatap lurus ke jalan.
''Oh, baiklah,'' balas Molly tak bertanya lebih lanjut. Ia bingung harus berkata apalagi kepada Lolita. Menanyakan apa yang dilakuaknnya semalam? Menanyakan urusan apa yang akan dia lakukan?
Molly merasa pertanyaan seperti itu cukup pribadi sehingga dapat membuat Lolita tak nyaman. Walau Molly sadar kedekatan mereka, tetapi ia merasa Lolita menjaga jarak darinya untuk beberapa jam terakhir ini, membuat dirinya asing akan sosok Lolita yang duduk di sampingnya sekarang ini.
Bus jurusan Molly telah datang dan ia langsung naik setelah sebelumnya berpamitan kepada Lolita yang hanya dibalas dengan anggukan. Akhirnya Molly benar-benar menarik napas panjang lalu menghembuskannya secara perlahan, suasana kota yang terlihat ramai mengalihkan perhatiannya sejenak hingga sampai ke tempat tujuan.
''Wah lihat siapa yang datang,'' seru Azka melihat Molly memasuki pekarangan rumah.
Molly mendengus menatap Azka yang sedang mencuci mobil. ''Aku lelah, apa Mama dan Papa ada di dalam?'' tanya Molly.
Azka mematikan selang air lalu menatap sang adik. ''Papa baru saja ke kantor dan mama sedang mengunjugi Tante Lisa--adik ipar yang habis melahirkan,'' jawab Azka dan mendapat balasan senyuman dari Molly.
''Aku mengerti, aku akan bersantai di rumah seharian ini.''
***
Seperti biasa Molly kembali ke sekolah. Hari ini pelajaran jam pertama adalah TIK, dan ia beserta teman sekelasnya sedang berada di lab komputer. Sebenarnya ini adalah salah satu pelajaran kesukaan Molly, karena ia dapat mendengarkan musik lewat masing-masing headphone yang disediakan. Komputer yang masing-masing memiliki bilik layaknya warnet membuat Molly betah berada di sana. Sedangkan gurunya yang hanya memberikan sedikit penjelasan dan selanjutnya hanya tugas yang menurut Molly cukup mudah, pengoperasian microsoft excel.
Molly sempat lupa bahwa Lolita berada di sampingnya. ''Hai,'' sapa Lolita mulai duduk setelah keluar beberapa saat lalu..
''Hai juga,'' balas Molly singkat dan selanjutnya tak ada lagi obrolan. Molly sedikit melirik ke arah Lolita yang kembali keluar dari lab setelah meminta izin kepada guru TIK mereka.
Secara tak sengaja mata Molly tertuju pada layar monitor milik Lolita, selain membuka program microsoft excel Molly dapat melihat bahwa Lolita juga membuka situs jejaring sosial dan matanya langsung menyipi saat melihat chatting Lolita dengan Arga, yah nama yang tertulis adalah Arga Orion Pratama. Arga yang Molly kenal.
Arga : Apakah kau pulang pagi kemarin? lalu ke tempat itu?
Lolita : Hm ya.
Arga : Baguslah, kukira kau tak ke sana dulu dan langsung pulang ke rumah setelah Shasa mengantarmu sampai ke halte.
Lolita : Apa Kak Arga tak percaya padaku?
Arga : Tidak, aku percaya.
Molly mengangkat sedikit sudut bibirnya lalu kembali menatap layar monitornya, walau pikirannya tak berada di sana.
Jadi urusan kemarin pagi itu adalah dengan Kak Arga, lirih Molly dalam hati.
Lolita kembali duduk di samping Molly namun wajahnya tampak bahagia. Terbukti ia sempat tersenyum kepada Molly setelah duduk beberapa lama kemudian. Satu hal yang Molly tangkap dari Lolita saat keluar adalah ponsel yang selalu dibawanya.
''Aku sudah selesai, kau?'' tanya Lolita menunduk dan mengambil flashdisk yang terpasang pada CPU.
Molly tak mendengar begitu baik karena sibuk dengan pikirannya sendiri. ''Apa? Oh belum, kau duluan saja. Aku juga mau mencari bahan persentasi besok,'' ucap Molly menatap lurus layar monitor seolah sedang sibuk, padahal ujung matanya melirik Lolita yang hanya mengangguk dan mulai beranjak meninggalkan tempatnya dan ponsel. Lolita lupa membawa ponselnya juga buku, hanya flashdisk ditangannya. Sepertinya Lolita berniat kembali lagi, namun saat mengobrol dengan guru di depan ia langsung keluar.
Molly yang melihat kesempatan itu langsung meraih ponsel Lolita dan membuka isinya, untung tak ada kunci atau kode apapun yang harus ia masukkan. Sebenarnya Molly bukan tipe orang yang suka ikut campur urusan orang, tetapi rasa penasarannya mengalahkan perasaan apapun saat ini dan rasa penasaran itu terjawab sudah. Lolita baru saja menerima telepon dari Arga.
***