Ting!
Tiba-tiba dia datang dengan wajah yang sumringah. Ah! aku hafal sekali raut muka seperti ini.
"Aku, ingin susu," pintanya.
"Susu? susu yang biasa?" aku langsung menebaknya.
"Iya, iya ... dulu, Tante sering minta ke ayah kalau aku mau susu," ujarnya dengan mata membulat.
Susu yang di maksud, adalah susu dalam kemasan karton ukuran kecil, yang semasa hidupnya dia sering minum. Sebelumnya saat aku menghadiri tujuh hari meninggalnya, sempat dimintai untuk meminum susu kesukaannya itu. Walaupun aku nggak terlalu suka rasanya. Terlalu hambar.
Malam itu, di empat puluh hari meninggalnya dia tiba-tiba datang, melompat ke kerumunan kerabat dan teman yang sedang tahlilan. Aku kaget dan seperti biasa berlagak nggak mengindahkannya.
Dia, bolak-balik masuk ke rumah sembari memanggil Ayah dan Uminya, seraya meminta sekotak susu.
"Umi, Ayah. Aku mau susu," begitu kuingat dia teriak.
Dia berteriak cukup lama. Aku kasihan dan tidak tega melihatnya terus-menerus berteriak. Kucolek Ayahnya, ketika selesai tahlil dengan setengah berbisik.
"Boleh, minta susu kotaknya, Abang? dua kotak boleh?"
"Lho, lo doyan, Rin? Kok, kayak kebiasaan anak gue. Kalau tiap malam minum dua kotak susu?"
"Maaf, ya bukan aku yang mau tapi, si Abang yang minta susu. Aku nggak tahu tiba-tiba dia minta. Nggak maksud sebenarnya menuruti keinginannya. Tapi masih empat puluh hari anak sekecil itu masih belum tahu apa itu 'kehidupan' barunya. Maaf ya, Yah...," sembari aku mengusap bahu Ayahnya yang sedang berlinang air mata.
Temanku, lalu bangkit dari duduknya dan pergi ke belakang sebentar, kemudian dia datang membawa dua kotak susu dan memberikannya kepadaku.
Ketika diberikan susu kotak itu, aku melirik ke arah bocah lucu itu.
"Ini, susunya. Tante taruh dimana? dipojok aja ya?" aku mencopot sedotan dan menusuk kelubangnya.
Tante ...," tiba-tiba, dia memanggil dari pojok dimana ibunya duduk.
"Iya, apa sayang ...," aku melihatnya dengan penuh heran.
"Susunya mana? aku mau Tante...," rengeknya.
"Iya, ganteng ini aku kasih di sini ya. Sudah aku colok sedotan nih. Sini, kalau mau," aku mengangkat dua susu kotak rasa coklat dan strawberry kesukaannya.
"Tante yang minum. Nanti aku rasain."
Haduh! Kenapa harus tante yang minum minum sih Bang. Tante kurang suka rasanya. Selain itu ini susunya terlalu sedikit jadi nggak puas minumnya. (haha)
"Abang, nggak bisa minumnya?" tanyaku.
"Belum bisa. Nanti aku belajar. Pokoknya, aku mau Tante yang minum."
"Kalau, tante minum memang kamu bisa rasain?" tanyaku heran.
"Bisa."
Ini jawaban yang tidak aku harapkan sama sekali.
Dengan izin dari ayahnya ku coba meminumnya perlahan-lahan. Rasanya, memang sedikit hambar mungkin dibuat khusus anak-anak jadinya rasanya tidak terlalu manis.
Ketika aku meminumnya, semua mata melihat kearahku. Ah cuek aja, bukan aku yang minta ini kok. Pikirku.
"Sudah!" aku mengangkat dua kotak kosong susu itu sambil senyum.
"Makasih, Tante. Enak."
Tiba-tiba, dia hendak pergi berlalu, tapi aku cegah tangannya.
"Terus, kamu masih mau minta susu sama tante lagi?"
"Iya, Tante ..."
"Maksudnya, minta sama tante suruh beliin Ayah kamu gitu? atau gimana?"
"Iya, minta dari Ayah."
"Aduh. Jangan ya. Nanti tante yang beliin aja."
"Memang, kenapa kalo Ayah yang kasih? kan tinggal bilang sama ayah."
"Iya, ganteng. Tapi tante nggak mau ngomong sama Ayah soal susu ini. Kamu nggak boleh minta-minta ke ayah. Bukannya tante nggak mau bilang. Tapi nggak boleh. Tante gak mau pokoknya," jelasku seadanya.
"Kenapa, sih Tante. Kan dia masih Ayah aku," tanyanya.
"Sampai kapan pun, dia tetap ayah kamu. Namun, keadaaanya sudah berbeda. Kamu minta dengan cara lain ke Ayah ya, soalnya tante nggak mau minta ke Ayah."
"Kan Tante bisa lihat aku dan Tante juga teman Ayah. Kenapa Tante nggak mau bilang ke ayah," ungkapnya dengan wajah serius.
"Tante berusaha membatasi hubungan kalian seperti ini. Ada mereka yang tidak mengerti kondisi kalian. Nanti tante salah. Menurut ilmu agama hal ini memang tidak dibenarkan. Namun ada kalanya, tante menuruti jika tante rasa orang atau keluarga yang mengerti keadaan tante kenapa 'tidak bisa'."
"Tolong dimengerti. Kamu pahami kondisi dan posisi tante ya. Gimana kalau tante beliin dua kotak yang ukuran besar buat kamu. Mau ya?"
"Yeayy! Iya mauuu. Makasih, ya Tante."
Tapi, Tante nggak suka rasanya ....
———