Varo menatap kakaknya dengan tak suka. Sedangkan yang ditatap cuma menyengir tanda ia senang bisa mengganggu adiknya.
"Ada apa kakak dan kakak ipar kesini?."
Varo duduk di kursi dekat brangkar Angel.
"Hei adik nakal. Kau harusnya senang kakak mu yang paling tampan ini datang berkunjung."
Vino, kakak kandung Varo pun mendekati adiknya dan merangkul bahunya. Varo yang tak suka diperlakukan seperti itupun menepis tangan kakaknya dipundaknya.
"Aku tak senang dan tak berharap kakak ada disini."
Vino cemberut dan merangkul lengan istrinya. Elvira.
"Sayang, lihatlah sikap adik ku kepada ku."
Elvira hanya tersenyum dan mengelus tangan suaminya yang bergelayut manja ditangannya.
"Varo, maafkan sikap kakak mu ya."
Vino pun cemberut karena istrinya lebih membela Varo.
"Karena kakak ipar yang berbicara, Varo maafkan sikap Vino."
Varo tidak melihat ke arah kakaknya dan lebih memilih memandang wajah Angel.
"Bukankah dia dokter Angel?."
Varo melihat Elvira dengan tatapan penasaran.
"Kakak mengenal Angel?."
Elvira mengangguk.
"Dulu, dokter Angel lah yang menemukan kakak mu saat pingsan di dekat rumah tua itu."
Varo pun mengingat-ingat kejadian 5 tahun lalu.
"Aku tak ingat."
"Hais. Dokter Angel dulu mengobati psikologi kakak mu. Kau tak akan ingat karena dirimu saja tak ada di sini waktu itu."
Varo pun hanya mengangguk.
"Kak Vira, bagaimana kalau Angel tak kunjung bangun?."
Elvira menatap adik iparnya dengan tatapan kasihan.
"Dia hanya kelelahan, pasti akan bangun nanti."
Elvira menepuk pundak Varo untuk menyemangati dan seolah berkata semua baik-baik saja.
"Kakak dan Vino akan pulang. Kasihan si kembar kalau kakak tinggal lama-lama."
Varo tersenyum dan kembali fokus ke Angel. Elvira dan Vino segera pergi dari sana dan menutup pintu dengan pelan.
Varo tersenyum melihat Angel yang tertidur seperti ini.
"Bangunlah Angel. Kau bukan putri tidur yang ingin dibangunkan dengan ciuman ku."
Varo pun mengecup bibir Angel. Hanya mengecup. Varo memegang tangan kiri Angel dan ia jadikan bantalan untuk kepalanya.
Entah kenapa Varo merasa kesepian karena tak melihat senyuman dan wajah cuek penuh kepalsuan Angelnya. Ini sudah 6 jam sejak Angel pingsan. Varo yang mulai mengantuk pun akhirnya tidur dengan posisi duduk.
🍀
Angel seperti dalam dunia nyata saat di dalam tidurnya ia bermimpi tentang pertengkaran keluarga angkatnya.
Ibunya yang menangis histeris dan kedua kakaknya yang sibuk adu jotos, sedangkan ayahnya menenangkan ibunya. Ayah seperti tak perduli dengan pertengkaran kedua anaknya sampai kakak pertama tergeletak penuh darah di lantai.
Angel berlari dab ingin meraih tubuh kakak pertamanya tapi lagi-lagi dirinya kembali ditarik paksa ke dunia nyata.
Angel membuka mata dengan nafas tersengal. Ia melihat atap putih dan sekelilingnya berwarna putih. Gorden pun berwarna putih. Jendela ruangan memperlihatkan cantiknya langit yang bertabur bintang.
Angel ingat kalau tadi siang ia pingsan dipelukan Varo dan sekarang ia berkahir di ruangan serba putih yang ia yakini sebagai ruangan VVIP rumah sakit karena luasnya kamar untuknya sendiri.
Angel merasa pegal di tangan dan melihat wajah tidur Varo. Angel mengulurkan tangan untuk memegang kepala Varo. Sebenarnya dalam otak Angel, ia ingin menjambak rambut itu agar sang pemilik bangun karena Angel sudah tak bisa merasakan tangannya lagi.
Varo yang merasa terganggu dalam tidurnya pun terbangun. Angel tersenyum dan Varo membalas senyuman Angel.
Varo merasa lega akhirnya Angel bangun dari tidur panjangnya.
"Akhirnya dirimu bangun. Tadinya aku ingin menggunakan metode ku untuk membangunkan mu."
Angel menatap tajam Varo yang masih setia tersenyum.
"Omong kosong apa yang kau bicarakan."
"Aku tak bicara omong kosong. Mau bukti?."
Angel menghembuskan nafas lelahnya menghadapi sikap psikopat Varo yang kambuh.
"Gak. Aku sudah cukup terluka."
Angel memegang dada kirinya.
"Apa sakit disana?."
Varo mengulurkan tangannya ke dada kiri Angel dan langsung ditepis dengan kasar oleh Angel.
"Apa yang mau kau lakukan?."
Angel menatap horor ke arah Varo.
"Aku hanya ingin memeriksanya. Kalau kau merasa sakit disana, aku akan memeriksanya."
"Kau bukan dokter."
"I know."
"Kalau kau tau, jangan macam-macam pada ku."
Varo tersenyum karena dapat kembali melihat wajah jutek Angel.
"Jangan lakukan itu lagi."
Angel yang asik menatap tajam Varo pun mengangkat alisnya.
"Apa maksud mu?."
Varo memegang tangan kiri dan kanan Angel.
"Jangan pingsan dan tidur lama seperti tadi. Aku... khawatir kau akan tidur untuk selamanya."
Angel menatap manik mata Varo yang entah sejak kapan mereka melakukan kontak mata. Angel tak melihat kebohongan di matanya Varo.
"Kau.. khawatir pada ku?."
"Ya."
Angel membeku untuk sesaat. Ini bukan Varo yang seperti biasanya. Atau memang Angel yang tak pernah benar-benar mengenal baik Varo.
"Apa artinya kau suka pada ku?."
Angel gugup menanti jawaban langsung dari mulut Varo. Sedangkan Varo menatap dalam ke manik mata hitam pekat milik Angel.
"Ya."
🏵