PoV: Olvie
Aku sedang berada di lab komputer. Sebentar lagi mata kuliah ini selesai. Sudah puluhan kali aku melirik ponselku di samping keyboard komputer, menunggu pesan dari Kak Thomas.
Sudah hampir jam makan siang, tapi dia belum juga menghubungiku. Padahal, aku sudah memberikan nomor HP-ku.
Hari ini kami bersepakat akan bertemu. Lebih tepatnya, Kak Thomas yang menyuruhku untuk menemuinya, sih. Apa jangan-jangan dia hanya mengerjaiku?
Yah.. Aku sudah berharap banyak darinya, nih. Aku ingin dia membantu supaya aku bisa lebih dekat dan mengenal Kak Vincent.
Lagian ini kan hari Rabu, berdasarkan pantauanku selama ini, seharusnya Kak Thomas punya banyak waktu luang hari ini.
Anggap saja jadwal kuliahnya sama dengan Kak Vincent karena mereka kemana-mana selalu berdua. Lebih baik aku DM dia saja, deh.
Anda:
Kaakkkkk..
Sampai kelas berakhir pun dia belum juga membacanya. Huuft, kesal.
Aku berdiri di depan pintu lab komputer menunggu temanku, Vira, yang masih asik berdiskusi dengan asisten dosen.
Vira ketua kelas di kelasku, dia mahasiswi yang sangat aktif dan rajin. Dia juga cantik dan pintar.
Wajar saja banyak teman-teman yang merekomendasikan dia menjadi ketua kelas. Para dosen pun menyukainya.
Kami berteman sejak hari pertama kegiatan belajar mengajar dimulai dan kini kami semakin dekat.
Semenit kemudian, aku merasakan bahuku ditepuk seseorang. Aku terkejut dan spontan berbalik.
"Eits, biasa aja dong kagetnya," ucap seorang pria yang menepuk pundakku tadi.
"Eh, Kak Bobby. Baru selesai kelas, ya?" balasku dengan tersenyum.
"Udah dari tadi, kok. Ini habis main game dengan mereka." Dia menunjuk teman-temannya yang sedang bersamanya di belakang.
"Oohh.. Udah makan siang, Kak? Mau makan bareng? Aku baru selesai kelas, nih, Kak."
"Wah, Kakak udah janjian dengan teman-teman, Dek. Kami mau makan di cafe seberang, sekalian charge HP. Nanti kakak ada tanding game antar-squad dengan kampus sebelah."
"Hm.. Ya udah, Kak. Aku makan sama Vira aja," kataku dengan nada kecewa.
Aku kesal. Dia pacarku, tapi tidak pernah mengutamakan aku. Kak Bobby selalu mementingkan game-nya, lalu teman-temannya. Kalau ada butuh aku, baru dia baik-baik padaku.
Chat-ku yang dari pagi saja belum dia baca. Apa susahnya sih, kan bisa ajak aku sekalian makan bersama mereka disana.
Padahal, dulu dia tidak begini. Dulu aku sangat menyukainya karena dia baik dan perhatian. Dia selalu menjemputku setiap pulang sekolah, lalu menempel padaku kemana-mana.
Dia dulu rajin menelponku setiap malam, mengingatkanku ini itu. Aku merasa seperti princess yang selalu dimanja olehnya.
Tapi lama kelamaan semuanya memudar. Waktu yang kami habiskan bersama menjadi semakin banyak berkurang. Bahkan, dia tidak datang menemuiku saat acara kelulusanku di SMA.
Aku pikir mungkin dia sedang sibuk dengan kegiatan kampusnya. Apalagi kan sebentar lagi dia akan memulai skripsinya. Aku hanya bisa memakluminya.
Karena itu, aku memutuskan untuk kuliah di tempat yang sama dengan Kak Bobby. Maksudku, supaya kita bisa kembali dekat lagi seperti dulu, tapi ternyata tidak seperti yang kuharapkan.
Selama ini Kak Bobby tidak pernah sibuk dengan aktivitas kampusnya, melainkan sibuk dengan game yang katanya dia ikut tournament-lah, ikut pertemuan squad-lah. Apa sih, aku tidak mengerti.
Aku tidak tahan jika begini terus. Sudah hampir satu semester aku kuliah, tapi jarak di antara kami malah semakin jauh.
Kini kami hanya saling sapa saat berjumpa, hampir tidak pernah makan bareng. Kita kan satu kampus, kenapa mengajaknya makan siang bareng saja sulit, sih? Lalu dua tahun hubungan kita ini bagaimana?
Mood-ku langsung berubah setelah bertemu sapa dengan Kak Bobby. Dari belakang aku melihatnya pergi menuju tempat parkiran bersama teman-temannya itu.
Punggung yang dulu bisa kupeluk kapan saja kini aku hanya dapat memandangnya saja. Tangan yang biasanya tidak pernah melepaskan genggamanku kini aku mulai lupa bagaimana hangatnya. Aku hampir meneteskan air mata karena merindukannya.
"Doorrr! Lama, ya?" Suara cekikikan Vira menyadarkanku dari lamunan.
Aku memasang ekspresi cemberut sambil memicingkan mataku seakan memberitahunya bahwa aku bete menunggunya yang lama sekali.
"Itu tadi Kak Bobby, 'kan? Kok kalian tidak pulang bareng?" tanya Vira.
"Ga tahu ah, aku kesal dengannya," jawabku sembari merangkul lengan Vira dan mengiringnya ke kantin.
Belum sempat sampai di kantin, ponselku berdering. Aku mendapat telpon dari nomor tidak dikenal. Aku berpikir sebentar dan langsung mengangkatnya, mungkin saja ini Kak Thomas.
"Halo. Siapa, ya?" Aku membuka pembicaraan.
"Kau di mana?" balas suara itu. Suara seorang pria.
"Kak Thomas, ya?" tanyaku memastikan sebelum menjawabnya.
"Iya ini aku, Thomas."
"Ya ampun, aku pikir Kakak sengaja mengerjai aku. Aku menunggu Kakak dari tadi, loh." Aku mulai mendumel.
"Temui aku di kantin, ngga pakai lama, ya. Aku sedang buru-buru"
Ah, aku harus bilang apa pada Vira. Jelas aku yang mengajaknya ke kantin. Masa dia kutinggalkan begitu saja.
Baru saja aku berpikir keras bagaimana caraku ke kantin sendirian, tiba-tiba Pak Agung datang. Dia adalah dosen Pengantar Manajemen kami.
Dia kemudian memanggil Vira untuk memberikan bahan materi untuk kelasnya nanti sore. Vira harus meng-copy bahan itu sebanyak jumlah mahasiswa di kelas dan membagikannya sebelum kelasnya dimulai.
Beruntung sekali. Terimakasih Pak Agung, bapak telah membantuku secara tidak langsung, batinku. Kalau dipikir-pikir, tanggung jawab ketua kelas itu berat juga, ya.
"Olpi, temani aku mengurus ini dulu," pintanya.
"Waduh Vir, bukannya aku ga mau bantu, tapi aku udah lapar sekali, nih. Kamu telpon si Alvin aja untuk bantuin kamu. Aku ke kantin duluan, ya, Vir," jawabku sambil cengengesan. Alvin adalah wakil ketua kelas di kelas kami.
Aku sempat mendengar Vira menggerutu dan melihat dia mengeluarkan ponselnya. Hehe, maaf ya Vir, lain kali aku bantuin kamu, deh.
Setibanya di kantin, aku mencari-cari di mana Kak Thomas. Ah, itu dia! Aku melihatnya melambaikan tangan ke arahku. Kenapa dia pilih tempat di ujung-ujung begitu, sih. Aku menghampirinya dan duduk di kursi depan Kak Thomas.
"Sepertinya kita belum kenalan dengan benar," katanya lalu mengulurkan tangannya mengajakku bersalaman.
"Eh iya, Kak." Aku membalas jabatan tangannya.
"Kak Vincent mana, Kak?" tanyaku sambil melihat-lihat sekitar mengira-ngira mungkin Kak Vincent ada di sekitar sini.
"Hari ini dia ngga datang," jawab Kak Thomas.
"Wah, masih berantem, nih?" Spontan saja aku bertanya dengan maksud mengejek.
"Memang siapa yang berantem? Gosip aja macam emak-emak," balasnya mengelak tuduhanku.
"Iihh, enak aja. Aku kan lihat sendiri kemarin!" bantahku.
Aku kembali melihat kanan kiri khawatir kalau-kalau ada teman Kak Bobby melihatku sedang berduaan dengan Kak Thomas. Bisa terjadi salah paham nanti.
"Kalau dilihat dari dekat begini kau cantik juga ternyata," kata Kak Thomas tiba-tiba.
Ucapannya membuatku berhenti celingak-celinguk dan langsung menghadap ke depan. Aku bisa merasakan pipiku memanas.
Duh, kok aku jadi malu begini, sih. Sebenarnya Kak Thomas juga lumayan kok, tapi kalau sedang bersama Kak Vincent, lumayannya itu hilang. Kalah dengan Kak Vincent yang manis. Hehehe.
"Jadi, sejak kapan kau mulai 'membuntuti' Vincent?" tanyanya.
"Eh, ngg.. Kok membuntuti, sih, Kak, bahasanya. Aku bukan stalker tahu."
"Terus apa?"
"Fans..." Aku tidak bisa menahan senyumku.
"Sejak ospek, Kak. Aku suka dari pertama kali lihat." Aku kembali malu-malu.
"Wah, sudah lama juga, ya.."
"Jadi, Kakak mau bantu aku, 'kan?" Aku bersemangat sekali.
"Bantu apa? Memang aku ada bilang mau bantu?" Dia menyandarkan punggungnya pada kursi, memperlihatkan postur tubuhnya yang tegap dan ... maco.
Seketika ekspresiku langsung berubah menjadi kecewa. Tidak salah lagi, aku pasti benar-benar sedang dikerjai oleh orang ini.
Beberapa detik kemudian, baru aku mau mengoceh, Kak Thomas tertawa. Sepertinya dia menertawakanku.
"Apa yang lucu?!" Aku kesal.
"Kaulah yang lucu." Dia tertawa keras sekali.
Hanya raut wajah cemberut yang kutunjukkan sebagai balasan dari menertawakanku.
"Iya, aku bantu kok. Tenang aja. Kau mau pesan sesuatu? Aku traktir."
"Benar?" tanyaku tidak percaya.
"Iya benar aku yang bayar, pesan aja," ujarnya.
"Ih, bukan itu, Kak. Benar Kakak mau bantu aku, 'kan??" Kali ini aku menegaskan.
Dia membenarkan, senyumku langsung mengembang sempurna.
"Traktirannya jadi, 'kan, Kak?" godaku sambil cengengesan.
Kak Thomas mengangguk, lalu menyodorkan daftar menu padaku.
Aku memesan soto ayam dan Kak Thomas memesan batagor kuah.
Dari tengah panggung terdengar kakak-kakak tingkat dari UKM musik sedang melantunkan lagu milik band Tangga dengan judul Terbaik Untukmu. Suaranya sangat merdu, pas untuk lagunya yang mellow.
Aku sadar kalau kini..
Kita sudah semakin menjauh..
Sempat aku berpikir ini..
Kau yang menginginkannya..
Lepas dari pelukku..
Ah sial, jadi teringat hubunganku dengan Kak Bobby yang tidak jelas ini. Huuuft.. Nanti kalau Kak Vincent memberikan respon positif padaku, akan kuputuskan Kak Bobby sialan itu! Akan kubuat dia mengemis-ngemis padaku!
"Itu nomor HP Vincent udah kukirimkan padamu. Kau bisa mulai chat dia."
Asikk.. Dalam hati aku kegirangan. Kok mudah sekali Kak Thomas memberikannya? Padahal, waktu itu cuek. Kemarin di chat juga kurang merespon.
"Eh, besok aja chat-nya," lanjut Kak Thomas.
"Lohh, kok besok, sih, Kak? Lebih cepat lebih baik, nanti malam aja, ya, ya, ya?" Aku merengek seperti anak kecil, sebenarnya bercanda.
"Jangan dulu, Vincent masih butuh istirahat. Dia sedang opname di rumah sakit. Besok aja, ya."
"Hah? Kak Vincent sakit? Sakit apa, Kak?" Nada bicaraku tiba-tiba serius.
"Hm.. Hanya kelelahan aja. By the way, apa yang kamu suka dari dia? Bahkan mengobrol langsung aja ngga pernah. Huu.," katanya mengganti topik pembahasan.
Aku jadi teringat, waktu itu Kak Thomas juga pernah bilang Kak Vincent tidak masuk kuliah karena sakit, tapi aku malah berpikir bahwa itu hanya alasan saja supaya bisa bolos kelas.
Sekarang aku jadi merasa bersalah pada Kak Vincent. Maaf ya, Kak, aku sudah menyangka yang tidak-tidak. Hehe
Kami makan sembari membahas tentang Kak Vincent. Setiap pertanyaan yang membuatku penasaran dijawabnya satu persatu.
Ternyata Kak Thomas orangnya baik dan seru, meskipun dia kadang mengesalkan juga. Mungkin sudah sifatnya seperti itu.
"Kak Thomas dukung aku dengan Kak Vincent, 'kan?"
"Iya, asal kau serius padanya. Kau bukan tipe gadis yang melihat orang dari penampilan dan materi aja, 'kan?" Dia memicingkan matanya ke arahku dengan tatapan menuduh.
"Eh, enggaklah, Kak. Aku bukan salah satu spesies cewek matre atau sejenisnya. Percaya aja padaku," belaku.
"Ya.. ya.." Kak Thomas mengacak rambutku dengan telapak tangannya yang lebar. Lihat, dia mulai mengesalkan lagi.
* * *
Tadi aku pulang naik ojek karena papa masih ada kerjaan di toko. Papa punya usaha toko cat dan perlengkapan sejenisnya.
Kutengok jam dinding di ruang tamu yang menunjukkan hampir pukul lima sore. Aku bergegas mandi karena sudah gerah seharian berada di kampus.
Sehabis mandi, aku berniat untuk bersantai dengan menonton tv. Namun, baru saja keluar kamar aku mencium wangi ikan goreng yang sudah memenuhi ruangan.
Reflek aku mengikuti aroma tersebut yang mengarahkanku menuju dapur. Rupanya mama baru selesai menggoreng ikan.
"Hm.. Enak nih sepertinya, chef!" Aku menggoda mama.
"Oh, tentu. Buatan chef Leny," balas mama lalu tertawa geli mendengar ucapannya sendiri.
Aku duduk di meja makan yang juga berada di dapur, menopangkan dagu pada kedua tanganku sambil menunggu mama selesai menata meja makan.
"Jadi, bagaimana dengan ... ng.. siapa itu namanya? Vincent?" kata mama tiba-tiba mengejutkanku.
Kedua sudut bibirku reflek mengembangkan senyuman mendengar namanya disebut. Aku benar-benar tidak bisa menahan untuk tidak tersenyum setiap membahas Kak Vincent dengan siapapun itu.
"Hm.. Hari ini aku dapat nomor hp-nya!" Aku tersipu malu.
"Wah, wah.. Gesit juga, ya, anak mama."
"Tapi, Nak, kamu juga harus pikirkan baik-baik hubunganmu dengan Bobby. Kalau kamu ingin putus, akhirilah segera. Sebelum terjadi salah paham." Mama memberiku nasihat.
Aku terdiam, lalu menghela napas berat.
"Iya," jawabku pendek.
Tidak lama kemudian papa pulang bersama Reihan yang baru selesai les. Seperti biasa, Reihan selalu berisik setiap pulang ke rumah.
Sepatunya dilepas dan ditinggalkan begitu saja, tasnya dilempar ke sofa ruang tamu, sedangkan orangnya berlarian menuju ke arahku.
Melihatnya dari jauh saja sudah membuatku jengkel. Pasti nanti aku yang disuruh membereskan semua kekacauannya!
"Ikan goreng!" serunya.
"Rei, kamu mandi dulu. Habis itu baru kita makan sama-sama. Papa juga," kata mama sembari mengangkat telunjuk dan melambaikannya pada Reihan dan papa, memberi kode agar bergegas mandi.
"Sayang, tolong kamu ambil sepatu Rei dan letakkan di rak. Jangan lupa kaus kakinya taruh di ember cucian," kata mama padaku.
Tuh, 'kan, apa kubilang. Aku berdecak kesal, tapi tetap kuturuti perintah mama.
Selesai makan, aku langsung ke kamar, duduk di ranjang lalu menonton drama korea yang sedang ramai dibicarakan teman-teman di kelasku.
Baru satu episode aku sudah lelah dan mengantuk. Masih jam sembilan, pikirku. Kuputuskan untuk berhenti menonton.
Kemudian aku teringat belum menyimpan nomor yang diberikan Kak Thomas tadi.
Segera kuraih ponselku dan membuka pesan dari Kak Thomas. Lalu kusimpan nomor Kak Vincent dengan nama 'Kak V♥'.
Aku kembali mengecek pesan di Instagram, Kak Vincent belum juga membacanya.
'Satu kontak baru telah ditambahkan'
Tulisan yang muncul setelah aku me-refresh kontak di aplikasi Whatsapp.
Terlihat foto profil yang sudah tidak asing lagi. Foto Kak Vincent yang sedang tersenyum memperlihatkan kedua lesung pipinya. Sumpah, dia manis banget!
Segera ku-save fotonya. Lagi-lagi aku tidak bisa menahan senyum. Fotonya terus kupandangi sambil memeluk guling, anggap saja ini Kak Vincent. Hahaha
Kurasa aku mulai gila, gila karena terbuai cinta. Preet!!
Rasanya aku ingin langsung saja mengirimkan pesan padanya, tapi kata Kak Thomas dia sedang sakit dan masih butuh istirahat.
Kulihat last seen di Whatsapp-nya, tertera terakhir dilihat kemarin malam. Berarti seharian ini dia tidak membuka ponsel, dong?
Kak Thomas bilang dia kelelahan. Memangnya dia habis ngapain sampai kelelahan dan harus di-opname? Ah, aku tidak sabar menunggu besok..
* * * *
Semoga kalian suka ya^^
Tolong tinggalkan komentar dan likenya.. Kritik dan saran dipersilahkan~ <3