Chereads / FALLING IN LOVE / Chapter 26 - SIAPA YANG DI HATIMU

Chapter 26 - SIAPA YANG DI HATIMU

Alea tercengang di depannya, perkataan Karin bagaikan petir di siang bolong. Alea tidak percaya dengan semua yang di dengarnya.

"Jika Karin mencintai Aska, lalu bagaimana dengan Kak Edo? bagaimana jadinya jika kak Edo tahu kalau cinta Karin telah berpaling pada laki-laki lain? Bagaimana aku harus menjelaskannya pada kak Edo?" dada Alea terasa sesak, hatinya sangat sedih dengan apa yang terjadi pada kakaknya.

Baru sebentar bahagia mendengar kakaknya sudah banyak kemajuan, sekarang harus bersedih lagi.

"Karin kamu harus bisa menjelaskan semua ini." ucap Alea dalam hati.

Aska berdiri terpaku masih berpegangan pada pundak pak Damar. Nafasnya yang sebelumnya tersengal-sengal karena amarah dan kekecewaannya kini menjadi lebih teratur, walau tubuhnya sudah tak kuat lagi untuk berdiri.

Namun Aska mencoba kuat untuk bisa bertahan apalagi dengan apa yang barusan di dengarnya. Sungguh membuatnya kembali punya semangat untuk bisa bertahan.

Aska menatap mata Karin yang menatapnya dalam-dalam.

"Apakah yang aku dengar ini benar? kamu tidak sedang membohongiku kan?" tanya Aska pelan, dengan matanya yang memerah dan berkaca-kaca.

Karin mengangguk berulang-ulang dengan airmata yang mengalir.

"Akhirnya kemarahan Aska bisa mereda, kemarahan yang hampir saja bisa membahayakan nyawanya." hati Karin bernafas lega, sangat lega

"Ya benar Ka, apa yang kamu dengar adalah benar." jawab Karin dengan senyum.

"Katakan lagi Rin? kalau kamu mencintaiku." pinta Aska dengan matanya yang mulai meredup dan tubuh yang mulai melemas, tangan Aska memegang pundak Pak Damar dengan kuat.

"Aku mencintaimu Aska, aku mencintaimu." ulang Karin, memenuhi permintaan Aska dengan lembut.

Tangan kiri Aska terulur dan menyentuh bibir Karin dengan gemetar.

"Aakuu sangat bahagiaa, Karinn." lirih suara Aska mulai tercekat. Kedua kaki Aska sudah tak mampu menahan tubuhnya lagi, matanya makin meremang tak mampu melihat wajah Karin lagi, pegangan tangannya mulai mengendur...Dan....

"Brruuukkkkk"

Tubuh Aska jatuh tergeletak di depan Karin.

"Askaaaaa." teriak Karin sangat panik.

"Pak Damar, tolong angkat Aska, kita harus ke rumah sakit pak." lanjut Karin membuka pintu Cafe. Pak Damar yang tersadar langsung mengangkat tubuh Aska dan berlari membawanya ke mobil.

Karin menoleh ke arah Alea yang masih terdiam dan terpaku dengan wajah yang rumit, sulit untuk Karin tebak.

"Marah dan kecewakah Alea?"

"Alea, aku akan menjelaskan padamu nanti. Sekarang aku minta tolong padamu, pergilah ke Edo sekarang. Dia pasti menungguku, tolong jelaskan padanya, jika hari ini aku belum bisa menemaninya. Aku janji aku akan menjelaskan padamu dan pada Edo nanti. Aku mohon!" mohon Karin pada Alea dengan berlinang airmata.

Airmata Aleapun mengalir, mencoba mengerti dengan apa yang di katakan Karin.

"Jangan kuatir, aku pasti akan menjaga kak Edo dengan baik, tapi Rin...kamu harus bisa menjelaskan semuanya padaku? jangan hancurkan kepercayaanku padamu Rin." ucap Alea menatap Karin dengan sedih. Karin memeluk Alea dengan erat.

"Aku akan segera menjelaskan semua padamu, aku janji." ucap Karin, kemudian keluar dan masuk segera masuk ke dalam mobil.

"Maaf pak Damar, sedikit terlambat. Aku bicara sama Alea tadi." ucap Karin merasa bersalah.

"Tidak apa Non, kita ke rumah sakit mana Non?" tanya Pak Damar.

"Ke rumah sakit Bunda Mulia pak, kita lurus saja terus sekarang pak, nanti aku beritahu lagi pak." Kata Karin sedikit bingung, hanya rumah sakit itu yang dia ketahui, karena Rumah sakit itu berseberangan dengan rumah sakit jiwa di mana Edo tinggal.

Dengan petunjuk Karin, pak damar melarikan mobilnya ke rumah sakit Bunda Mulia, Karin menelpon dokter Heru dan menceritakan apa yang terjadi.

Dokter Heru membantunya dengan memberikan rekomendasi seorang temannya yang bekerja di Bunda Mulia "Dokter Irwan" namanya.

Karin di minta mencari dokter Irwan yang sudah di hubungi oleh dokter Heru.

Dengan sigap, Pak Damar mengangkat tubuh Aska dan berlari ke ruang UGD.

Dokter Irwan sudah menunggu di sana dengan beberapa perawat. Aska di baringkan di ranjang darurat.

Dengan cekatan Dokter Irwan dan perawat lainnya menangani Aska dengan cepat. Berkali-kali Dokter Irwan menghela nafas beratnya.

Daya tahan tubuh Aska mengalami kemunduran yang sangat dratis dalam tiga hari ini. Dokter irwan telah menerima fax dari dokter heru tentang riwayat penyakit Aska.

Dengan di bantu alat pernafasan dan selang infus untuk asupan makanan, tubuh Aska di pindahkan ke kamar steril khusus penderita leukemia.

Dokter Irwan, menghampiri Karin meminta untuk mengikutinya ke ruangannya.

"Nama kamu Karin kan?" dokter heru telah menceritakan semuanya, aku akan menjelaskan kondisi Aska yang terbaru." ucap Dokter Irwan dengan wajah yang terlihat cemas.

"Dari beberapa catatan Dokter Heru, kondisi Aska stabil, sedikit ada kemajuan, tapi melihat kondisi sekarang, kemungkinan hidup Aska sudah tidak akan lama, jika tidak cepat melakukan transplatansi tulang sumsum. Selagi jantung Aska masih berfungsi baik, ginjal aska sedikit ada pembengkakan, dan itu harus kita sembuhkan dengan cepat." jelas dokter Irwan.

"Bagaimana caranya kita mendapatkan pendonor tulang sumsum dengan cepat dok?" tanya Karin sedikit putus asa, karena temannya sebagai dokter di rumah sakit singapura pun belum memberinya kabar.

"Masalahnya di sini bukan tidak adanya pendonor, masalahnya pada kecocokan tulang sumsum tersebut. Karena tiap orang biasanya beda, jarang yang cocok, kalau itu bukan suatu kebetulan." Dokter irwan menjelaskan lagi pada Karin.

"Dok, apakah bisa membantu Aska untuk bisa segera mencari pendonor yang cocok?"

"Saya akan mempelajari tulang sumsum yang di butuhkan Aska, baru setelah itu saya akan mengirimkan data tersebut ke semua rumah sakit, barangkali ada tulang sumsum yang cocok."

"Trimakasih dok, apakah saya bisa melihat Aska sekarang?"

"Silahkan, kemungkinan Aska akan sadar dalam dua sampai tiga jam lagi."

"Ya Dok, trimakasih sekali lagi dok." Karin menyalami dokter Irwan, dan bergegas keruangan Aska yang masih terbaring.

Karin melihat Pak Damar sedang menelpon seseorang dan berbicara dengan wajah yang sangat serius. Karin menghampiri pak Damar setelah tahu selesai menelpon.

"Pak Damar berbicara dengan siapa tadi?"

"Nyonya besar Non, Nyonya besar yang telpon, menanyakan keadaan Den Aska." Pak damar menceritakan semua kejadian setelah kepergian Karin dari rumah.

Karin menutup mulutnya, dengan mata yang berkaca-kaca, dia tidak menyangka jika hidup Aska menjadi kacau setelah kepergiannya. Dan karena kepergiannya daya tahan tubuh Aska mengalami kemunduran yang sangat drastis karena tidak mengikuti pola makan yang baik.

"Pak Damar, kapan Mommy Aska kemari?" tanya Karin agak malu jika nanti bertemu dengan Amirah.

"Besok siang baru akan tiba Non?"

"Pak damar, apakah bisa aku minta tolong untuk menjaga Aska sebentar? kemungkinan Aska sadar dua atau tiga jam lagi. Aku mau pergi sebentar pak."

"Ya Non, apa perlu saya antar Non?"

" Tidak pak, pak Damar jaga Aska saja. Jika nanti Aska sadar telpon aku ya pak."

"Ya Non."

Karin masuk ke dalam kamar Aska, menatap Aska dengan sedih, dibelainya rambut Aska yang begitu halus.

"Aku pergi sebentar, secepatnya aku kembali." di ciumnya kening Aska dengan hati yang sangat bersalah.

"Aku harus ke Edo selagi ada waktu dua jam, aku harus memastikan keadaannya."

Karin berjalan ke luar Rumah sakit, melewati trotoar dan menyeberangi jalan. Karin berjalan agak cepat karena memburu waktu, dia tidak ingin di saat Aska sadar dia tidak ada di sampingnya.

Sampai di depan kamar Edo, Karin mengetuk pintu dengan cukup keras, Alea membuka pintu dan menutupnya kembali sebelum Karin masuk. Mata Akea terlihat memerah dan sembab.

"Bagaimana keadaan Edo?" tanya Karin

"Kak Edo tidak mau makan, dari tadi dia menunggumu, dan hanya namamu terus yang di panggilnya." cerita Alea tanpa Karin memintanya.

"Bagaimana dengan kekasihmu itu?" tanya Alea agak dingin.

"Masih pingsan, mungkin dua jam lagi akan sadar, makanya aku langsung ke mari." jelas Karin.

"Bingung juga ya , jika punya dua kekasih." ucap Alea agak sedikit sinis

"Apa maksudmu Alea?" tanya Karin agak kecewa dengan perkataan Alea.

"Maafkan aku Rin, bukan maksudku menyinggung perasaanmu, maafkan aku jadi seperti ini, aku tidak bisa menerima jika kamu meninggalkan kak Edo karena laki-laki lain. Kamu tahu Rin, kak Edo dari dulu selalu setia padamu, sampai dia seperti ini, karena sangat mencintaimu. Kak Edo tidak pernah memutuskanmu, juga tidak pernah meninggalkanmu." ucap Alea menekan hati Karin dengan rasa bersalahnya.

"Aku sudah meminta maaf padamu kan Alea? dan aku juga sudah berjanji untuk menyembuhkan Edo, apakah itu masih belum cukup?" serak suara Karin menahan tangis.

"Karin, jawablah dengan jujur! apakah benar kamu mencintai Aska? dan sudah tidak mencintai kakakku lagi?"

Karin terpaku, meraba dadanya. Menatap Akea dengan mata yang berkaca-kaca.

"Andai aku bisa tahu perasaanku dan bisa yakin akan hatiku Alea, aku pasti memberitahumu Alea. Sayangnya sampai hari inipun aku tidak tahu, aku sudah terlalu lama terluka dan tak tahu lagi bagaimana rasanya mencintai." tangis Karin pecah memeluk Alea,. "Kamu tidak tahu Alea bagaimana aku menjalani hidupku selama dua tahun tanpa punya hati dan cinta, setelah bertemu dengan Aska, aku bisa membuka diri dan berteman dengannya, dia sakit parah Alea, hidupnya tidak akan lama." rintih suara Karin.

"Apakah kamu mencintainya Karin?" tatap Alea tepat di manik mata Karin.