"Karin." panggil Aska pelan, sambil memicingkan matanya. Di liriknya Karin tidak ada ruangan kamarnya, hanya terlihat pak Damar yang mendekatinya.
"Den Aska sudah bangun?"
"Karin di mana pak?" Aska bangun dan duduk bersandar di ranjangnya.
"Non Karin lagi bersama Nyonya besar Den." jawab pak Damar.
"Mommy di sini? dan sekarang lagi sama Karin?" Aska terlihat kaget.
"Pak damar tolong segera pak damar cari Karin, aku tidak mau kejadian kemarin terulang lagi, aku takut Karin akan pergi lagi." ucap Aska sambil mencoba turun dari ranjangnya, namun pak damar menahannya.
"Non Karin tidak akan pergi Den, Non Karin baik-baik saja, semalam waktu Den Aska sudah tidur Nyonya datang, dan ngobrol lama sama Non Karin, dan sekarang Nyonya sama Non Karin lagi menemui dokter Irwan Den." Pak damar menenangkan Aska yang terlihat panik.
Aska menarik nafasnya lega.
"Syukurlah kalau memang seperti itu." ucap Aska mulai tenang kembali.
"Den..Non Karin pesan, kalau Den Aska sudah bangun di suruh segera sarapan, nasinya sudah di siapkan Non Karin di atas meja." ucap pak damar sambil menunjuk Nasi yang berada di atas meja di samping ranjang Aska.
"Aku tidak merasa lapar pak." sahut Aska dengan pikiran menerawang jauh. Dia tahu penyakitnya sangat parah, dan sudah di prediksi jika hidupnya tidak akan lama lagi. Dan semua itu sebenarnya sangat menakutkannya, bagaimana rasanya saat dia dalam keadaan sekarat, apakah begitu terasa sakit.
Dan bagaimana jika hatinya tidak rela meninggalkan Karin, apakah dirinya akan bisa menjadi hantu seperti cerita di film-film.
"Aska...Aska." panggil Karin, membuyarkan lamunan Aska.
Aska menatap Karin, sejak kapan Karin sudah berada di kamarnya? lalu di mana Mommynya?
"Mommy mana?" tanya Aska setelah sadar dari lamunannya.
"Mommy kamu langsung pulang, mau mengurus sesuatu untuk keperluanmu nanti, nanti malam balik lagi ke sini kok, kalau cari Pak Damar, pak damar mengantar Mommy sampai bandara saja." jelas Karin agar Aska bisa tenang dan tidak bertanya-tanya.
"Kamu tidak di apa-apain Mommy kan?" tanya Aska hati-hati.
"Tidak, kamu jangan kuatir...Mommy orang yang baik. Sekarang ganti aku yang tanya, kamu sudah makan sarapanmu belum?" tanya Karin menatap tajam Aska, Karin sudah di beritahu pak Damar kalau Aska malas untuk makan.
"Eeennngg, tadi aku masih kenyang Rin." jawab Aska sedikit takut dengan tatapan Karin.
"Apakah kamu sudah tidak mencintaiku?" tanya Karin lagi. Aska menatap Karin yang terlihat serius masih menatapnya dengan tatapan tajamnya.
"Aku mencintaimu selamanya." sahut Aska cepat, dengan hati bertanya-tanya.
"Kalau kamu mencintaiku...kenapa kamu tidak menuruti ucapanku? bukannya aku memintamu untuk sarapan pagi? kenapa kamu tidak melakukannya?" tangis Karin mulai terdengar.
"Aku sudah berusaha agar kamu selalu bisa menjaga tubuhmu dengan baik..tapi kamu, selalu menghancurkannya? apa kamu ingin meninggalkanku sendiri?" lanjut Karin dengan wajah sedih.
Hati Aska menjadi hancur seketika melihat Karin yang menangis hanya karena dia tidak sarapan pagi.
"Karin...ssttttt, jangan menangis lagi Karin...please...maafkan aku, aku tidak bermaksud begitu. Aku tadi memang masih kenyang, ini lihat! sekarang aku makan nasinya." ucap Aska panik, sambil mengambil nasinya dan memakannya dengan lahap di hadapan Karin.
Karin dengan sedikit terisak mulai tertawa melihat sikap Aska yang seperti anak kecil yang lagi ketakutan.
"Lihatlah Karin, sudah habis kan nasinya? kamu jangan nangis lagi ya." bujuk Aska agar Karin tak lagi marah padanya.
Karin mengambil piring yang di bawa Aska, dan di kembalikannya di atas meja.
Dengan penuh perhatian, Karin membersihkan sisa nasi yang menempel belepotan di bibir Aska.
"Kamu makan seperti di kejar orang, sampai belepotan." ucap Karin dengan senyum di bibirnya.
"Sekarang minum obatnya ya." lanjut Karin sambil mengambil obat dan segelas air di atas meja.
Di minumkannya obat yang berdosis tinggi itu ke mulut Aska.
"Karin." panggil Aska pelan setelah minum obatnya.
"Apa kata dokter tentang penyakitku ini? apakah mengalami kemajuan atau malah mundur?"
Karin menundukkan wajahnya sebentar, kemudian menatap mata Aska lekat-lekat.
"Kita harus berusaha yang terbaik, baik kamu, aku dan dokter, kamu harus berusaha untuk selalu semangat agar kamu bisa bertahan, dan aku akan berusaha untuk ikut mencari pendonor tulang sumsum, dokter irwan mengupayakan yang terbaik untuk kesehatanmu." jelas Karin.
"Jika jalan keluar hanya dengan operasi tulang sumsum, apakah itu berarti aku sudah tidak ada harapan untuk sembuh, selain dengan operasi itu?"
"Kamu tetap akan melakukan kemoterapi, jika kamu bisa melewatinya maka tidak akan ada operasi tulang sumsum, ini hanya untuk jaga-jaga saja, akan lebih baik kita mendapat kan tulang sumsum lebih awal." tangan Karin memegang jemari Aska yang terlihat semakin kurus. kemudian di kecupnya dengan penuh kasih.
"Kapan aku bisa pulang ke rumah? aku bosan jika berada di rumah sakit terus." ucap Aska mengingat baru kemarin pak damar bilang sudah mendapatkan rumah yang lokasinya tidak jauh dari rumah sakit.
"Jika kamu sudah sehat, kita akan segera pulang." sahut Karin sambil tersenyum menatap mata indah Aska.
Aska tersenyum, melihat Karin yang telah bisa mencintainya dan selalu menjaganya dengan sangat baik.
"Karin." panggil Aska,
"Hemm." Karin menatap lembut wajah Aska.
"Apakah kamu tidak mengunjungi Edo, bukannya pagi ini harusnya kamu berada di sana?" tanya Aska mengingatkan Karin
"Apakah aku harus ke sana, padahal kamu di sini tidak ada yang menjagamu?" tercekat suara Karin.
"Ada dokter dan ada perawat, aku bisa memanggilnya jika aku memerlukannya, kamu jangan kuatir." ucap Aska sedikit mengantuk karena pengaruh obat yang baru di minumnya.
"Aku akan pergi, setelah pak damar datang." tegas Karin.
"Pak Damar datangnya masih lama Karin, Edo pasti sudah menunggumu." ucap Aska lemas semakin mengantuk.
"Aku akan menemanimu tidur ya." Karin duduk di pinggir ranjang dengan sedikit berbaring miring menghadap Aska. Aska mendekatkan kepalanya di ceruk leher Karin.
"Karin, harusnya kamu menepati janjimu pada Edo. Aku tidak apa-apa di sini." suara Aska mulai pelan dengan mata yang mulai terpejam.
"Ssstttt...tidurlah, aku di sini menemanimu." ucap Karin sambil membelai rambut Aska, di kecupnya kening Aska dengan penuh perasaan.
"Aku mencintaimu Ka." bisik Karin lirih.
Aska mulai tertidur dalam pelukannya.
Getar suara di ponselnya membuat Karin bergeser dan menarik satu tangannya yang tertindih kepala Aska.
Di betulkannya kepala Aska dengan bantal sebagai penyangganya. Karin beringsut pelan menurunkan kakinya dari ranjang.
Panggilan dari Alea masih terlihat.
Karin menerimanya dengan merasa bersalah.
"Karin, jadi jam berapa kamu ke sini, ini sudah mau siang aku harus kerja Rin, dan aku juga tidak bisa membujuk kak Edo lagi, dia sudah mulai termenung lagi Rin. Aku mohon cepatlah datang."
"Ya Alea, sebentar lagi aku ke sana."
Karin menatap wajah Aska yang masih tertidur pulas, setelah panggilan Alea berakhir. "Aku tidak bisa meninggalkan Aska sendiri di sini, tapi bagaimana dengan Edo." Karin menggigit bibir bawahnya.
"Non Karin." panggil pak Damar,
"Assshhh, syukurlah pak damar sudah datang, pak damar tolong jaga aska ya pak, aku mau menemui Edo, Aska sudah tahu sebelum tidur tadi." ucap Karin.
Pak Damar mengangguk paham.
***
Di depan kamar Edo, Alea sudah menunggunya,
"Masuklah Rin, kak Edo menunggumu. Aku pergi sekarang ya...trimakasih kamu masih mau merawat kak Edo." ucap Alea, kemudian memeluk erat tubuh Karin.
"Sama-sama Alea." sahut Karin, Alea melepas pelukannya dan berjalan menjauh dari kamar Edo.
Karin membuka pintu dengan pelan. Di lihatnya Edo duduk di lantai di pojok kamar dengan pandangan yang kosong.
"Ya Tuhan, jangan lagi Edo kembali pada sakit kejiwaannya." Karin menelan ludahnya.
Di letakkannya tasnya di atas meja. Berlahan Karin duduk di lantai di samping Edo.
Karin diam beberapa saat, berpikir bagaimana caranya mengalihkan perhatian Edo.
Karin mengeluarkan suara berupa nyanyian. Karin bernyanyi pelan, tapi karin yakin Edo bisa mendengarnya.
Lagu saat bersama Edo dulu mulai mengalun pelan dari bibir indah Karin. Wajah Edo berubah, pandangannya mulai bergerak, mengikuti suara yang di dengarnya, Edopun mulai ikut bernyanyi pelan. Kepala Edo berlahan bersandar di bahu Karin. Karin membiarkannya dan masih terus bernyanyi. Hingga nyanyiannya selesai Edo masih tetap bersandar di pundak Karin.
"Do, kamu tidak harus seperti ini terus." ucap Karin pelan sambil melirik Edo yang memejamkan matanya. Suasana kembali sunyi, Karin menunggu jawaban Edo.
"Kalau aku tidak seperti ini, lalu aku harus bagaimana Karin?" tanya Edo.
"Beritahu aku, aku harus bagaimana jika wanita yang aku cintai selama bertahun-tahun tidak lagi mencintaiku, tapi mencintai laki-laki lain?"
"DEGG"