Aku juga mencintaimu Karin, sangat mencintaimu." balas Aska lirih di dada Karin.
Di usapnya punggung Aska berulang-ulang, hingga rintihan Aska mulai berkurang.
Mata Aska mulai terpejam, matanya yang sedikit sipit semakin nampak tak terlihat karena matanya terlihat sembab.
Dengan sepenuh hati, Karin memeluk tubuh Aska yang sudah tertidur karena obat anti nyeri dan obat tidurnya sudah bereaksi. Airmata Karin masih mengalir, walaupun Aska sudah melalui rasa sakitnya.
Hati Karin benar- benar hancur, melihat orang yang di cintainya terkulai tak berdaya dalam pelukannya.
"Aku mohon Ya Tuhan jangan ambil Aska dariku, beri hambamu kesempatan untuk membahagiakannya." rintih Karin dalam doa nya.
Hampir empat jam Karin masih setia memeluk tubuh Aska yang masih tertidur. Hingga saat menjelang sore Karin masih berada di tempatnya, duduk di atas ranjang sambil memeluk tubuh Aska.
"Karin." panggil Amirah lembut. Terenyuh hati Amirah melihat Karin yang memeluk tubuh Aska, seakan tak ingin terpisah.
Karin menoleh ke arah suara yang memanggilnya.
"Tante? Emm...maaf tante, tadi Aska kesakitan jadi Karin memeluknya agar Aska bisa tidur." jelas Karin jadi salah tingkah merasa malu, karena posisinya yang berada di atas ranjang sambil memeluk Aska.
"Tidak apa-apa Karin, tante sangat berterimakasih padamu telah menjaga dan merawat Aska dengan sangat baik." ucap Amirah setelah dekat dengan Karin.
"Tante, bagaimana dengan donor tulang sumsumnya apakah tante sudah mendapatkannya?" tanya Karin penuh harap.
Karena dari kemarin Amirah pergi ke singapore untuk mencari pendonor tulang sumsum.
"Kemarin ada empat orang karin yang mau mendonorkan tulang sumsumnya. Tapi dari empat orang itu tidak ada yang cocok sama sekali dengan punya Aska." jawab Amirah dengan raut wajah yang sedih.
"Sabar ya tante, mungkin Karin juga akan minta tolong lagi sama teman Karin yang ada di sana, di sini dokter irwan dan dokter Heru juga berusaha." Ucap Karin memberi semangat pada Amirah.
Amirah tersenyum walau hatinya tetap bersedih.
"Karin, baiknya Aska kamu tidurkan saja di ranjang. Kamu pasti lelah memangku Aska seperti itu, jangan sampai kamu ikutan sakit Karin." ucap Amirah menasihati Karin.
"Tidak apa tante, Karin akan lebih tenang seperti ini, bisa memastikan keadaan Aska baik-baik saja." jelas Karin, padahal hal yang sebenarnya Karin takut menyesal jika terjadi apa-apa pada Aska tanpa Karin tahu.
"Ya sudah, tante hanya menguatirkan kesehatanmu juga Karin." ucap Amirah penuh perhatian.
"Kalau begitu tante keluar dulu cari makan buat kamu ya?"
"Tidak usah tante, Karin masih kenyang, sungguh!" cegah Karin tak ingin merepotkan Amirah.
Amirah tersenyum dia tahu Karin belum ada makan dari siang karena pak Damar yang bercerita.
"Jaga Aska ya Karin, tante keluar dulu." Amirah mencium kening Aska, dan mengusap pipi Karin dengam tatapan bahagia bercampur kesedihan.
Karin memutar lehernya ke kanan dan ke kiri setelah Amirah keluar dari kamar. Berlahan tubuh Aska bergerak seiring mata Aska yang terbuka secara berlahan.
"Sudah bangun sayang." sapa Karin melihat mata Aska yang mulai terbuka.
"Hm." balas Aska.
"Apa tidurku sangat lama Rin?" tanya Aska balik.
"Hampir empat jam sayang." jawab Karin pelan.
"Kamu pasti capek Rin, selama itu memangku tubuhku yang berat." sahut Aska sambil mencoba menggerakkan tubuhnya untuk duduk,
Karin bergerak membantu Aska untuk bisa duduk dengan nyaman.
"Kamu tahu Ka, tidak sedikitpun aku merasakan capek walaupun harus seharian memangkumu." ucap Karin tersenyum sedikit lebay.
"Duduk dekat sini Rin, biar aku memijatmu." ucap Aska sambil menepuk pinggir ranjang di sampingnya.
Karin menggeser duduknya, lebih dekat di samping Aska duduk membelakangi Aska. Berlahan tangan Aska terulur ke pundak Karin, dan memijat secara berlahan, Karin menggeliat memggerakkan pundaknya karena merasa geli dengan pijatan Aska.
Karin memutar badannya menghadap ke arah Aska, dengan mata pura-pura melotot.
"Kamu mijat apa mijit?" tanya Karin
"Mijat." jawab Aska polos.
"Kok tidak ada terasa sama sekali?"
"Masak? aku sudah memijatnya. Apa kurang keras?" tanya Aska dengan senyum tertahan.
"Kamu pasti menyembunyikan sesuatu?" tatap mata Karin tajam.
Aska mengedipkan matanya yang terlihat sipit.
Karin tertawa dalam hati lucu sekali melihat mata Aska yang mengerjap takut.
"Ayo Rin, cepat berbalik biar aku pijat. Aku tidak tega jika kamu terlihat capek Rin." ucap Aska memaksa Karin untuk berbalik lagi.
"Ya...ya, tapi yang kuat mijat nya!" ucap Karin berpura-pura kesal. Karin segera berbalik memungggungi Aska.
Tanpa mengeluarkan suara Aska mengambil sesuatu dari balik bantalnya, kemudian Aska memijat pundak Karin dengan sedikit keras agar Karin tidak berbalik lagi.
Selang beberapa menit, berlahan Aska menyibak rambut Karin yang menutupi leher belakang Karin yang jenjang.
Dengan hati-hati Aska melingkarkan seuntai kalung di leher jenjang Karin. Tubuh Karin bergerak hendak berbalik, namun Aska menahannya.
"Jangan berbalik sayang, biar aku selesaikan tugasku." cegah Aska sambil meneruskan melingkarkan kalung di leher Karin dan mengkaitkannya.
"Sudah selesai sayang, sekarang berbaliklah."
Karin membalikkan badannya sudah dengan linangan airmata yang menetes di pipinya. Bibir Karin terkatup rapat serasa keluh, hanya suara detak jantungnya dan dadanya yang berdebar indah yang Karin rasakan.
"Aska." tatapan mata Karin rapuh jatuh di kubang sorot mata Aska yang bahagia. Dengan hati yang meluap Karin memeluk Aska. Askapun membalas pelukan Karin dengan lebih erat.
"Apakah kamu senang Rin?" tanya Aska pelan. Karin menyentuh bibir Aska dengan jari telunjuknya.
Airmata Karin mengalir deras jatuh di kedua pipinya.
"Apa yang kamu lakukan? apa kamu ingin aku cepat mati karena rasa kaget yang membuat hatiku sebahagia ini?" cecar Karin antara bahagia sekaligus kepedihan yang dalam.
"Sejak aku mengenalmu sampai saat ini, aku hanya bisa merepotkanmu. Kamu yang selalu mengalah dengan sikap keras kepalaku, kamu yang selalu sabar merawat dan menjagaku selama ini. Dan aku sedikitpun belum pernah membuatmu bahagia. Di saat aku masih ada waktu aku ingin membahagiakanmu Rin." ucap Aska lembut.
"Aku ingin melihatmu tersenyum bahagia, bukan airmata yang selalu mengalir di matamu yang indah ini." lanjut Aska sambil mengusap airmata di kedua pipi Karin.
Karin tersenyum dan tertawa, hatinya semakin menangis.
"Siapa bilang aku mengalah, aku hanya kalah pintar darimu. Dan siapa yang sabar menghadapimu? aku ingin selalu jitak kepala kamu yang keras itu." serak suara Karin bercampur tangis, di peluknya kembali tubuh Aska dengan sangat erat.
"Aku melakukannya karena aku mencintaimu Ka, sejak kita bertemu. Sayangnya otakku tidak sepintar dirimu jadi aku tidak menyadarinya. Dan jangan bilang aku tidak bahagia, sejak mengenalmu aku merasa bahagia. Sangat bahagia." semakin terisak suara Karin,
Aska tersenyum, menjepit hidung Karin dengan gemas.
"Dari pagi sampai malam kamu menangis terus, apa tidak capek hm?" tanya Aska sambil menyibak anak rambut Karin yang menutupi leher Karin.
"Lihat kalung ini Rin." tangan Aska meraih kalung itu dan menunjukkannya pada Karin. Wajah Karin sedikit menunduk untuk bisa melihatnya dengan jelas.
"Apa kamu ingin tahu? kenapa aku memilih kalung ini?" tanya Aska lirih.
"Hm...Apa?"
"Aku memilih warna emas putih, karena aku ingin cintaku putih seputih melati, yang tanpa kau sentuh tapi kamu bisa merasakan harum wanginya. Sama halnya dengan diriku, walau suatu saat kamu tidak bisa menyentuhku lagi, kamu masih bisa merasakan betapa besar rasa cintaku padamu. Dan...kamu tahu arti lingkaran bulat ini?"
Karin menggelengkan kepalanya.
"Lingkaran ini melambangkan bulan, aku ingin jadi bulan, yang bisa menerangi hatimu di saat kamu bersedih. Jadi jika nanti kamu merasa sedih atau rindu padaku, kamu bisa menatap bulan. Dan...lambang yang di tengah ini adalah bintang. Aku ingin menjadi bintang, walau hanya setitik cahaya tapi itu keluar dari bintang itu sendiri. Aku ingin aku tetap menjadi cahayamu, karena itu kekuatan dari cintaku padamu."
Karin tersenyum kemudian tertawa kecil sambil memicingkan matanya melirik Aska yang serius dengan kata-katanya.
"Kok kamu tertawa?" bibir Aska cemberut.
Kembali Karin tertawa terkekeh.
"Pusing aku dengarnya Ka, terlalu panjang artinya. Boleh aku ringkas?" tanya Karin sedikit menahan tawa.
"Hm?" ucap Aska mulai ngambek.
"Kamu ingin tahu?" goda Karin
"Tidak!" Aska memalingkan mukanya.
"Serius tidak ingin tahu?" tatap lembut Karin sambil menangkup wajah Aska.
"Apa?" Aska membalas tatapan Karin dengan hati meleleh.
"Kamu mencintaiku dan akupun mencintaimu. Dan aku tidak perduli aku bahagia atau tidak, yang aku perduli hanya satu. Aku ingin kamu berjanji untuk tetap selalu bersamaku." ucap Karin dengan wajah serius.