Chereads / FALLING IN LOVE / Chapter 4 - TAK BISA MUNDUR

Chapter 4 - TAK BISA MUNDUR

Karin memasuki rumah yang sangat besar, ragu sebenarnya untuk datang ke rumah Aska.

Tapi karena Karin ingin masalahnya cepat selesai dan tak ingin ada beban dalam hidupnya, dia memberanikan diri untuk datang menemui Aska.

Karin di sambut pelayan rumah Aska dengan ramah. sepintas Karin berpikir kenapa dengan rumah yang sebesar ini, sama sekali sunyi tanpa ada penghuni. Tak habis pikir bagaimana Aska melewati kesunyian seperti ini.

Karin mengikuti pelayan Aska yang menunjukkan di mana kamar Aska berada.

"Silahkan masuk Non...Den Aska ada di dalam." kata pelayan Aska dan akan berlalu dari hadapan Karin.

Tapi Karin dengan cepat memegang tangan pelayan tersebut.

"Eemm bik, kalau boleh tahu di mana keluarga Aska yang lain." tanya Karin penasaran

"Ohhh...Nyonya dan Tuan Besar tidak tinggal di sini Non...mereka tinggal di keluarga Besar Aliando di Singapura. Di sini hanya Den Aska saja, karena perusahaan yang di sini Den Aska yang mengelola." Pelayan itu menjelaskan tanpa ada yang di tutupi.

"Trimakasih Bik." Karin tersenyum kecut, masalahnya ternyata sangat besar, dia harus berhadapan dengan orang yang di atas rata-rata.

Karin membuka pintu kamar Aska dengan pelan, takut jika mengagetkan Aska yang mungkin sedang beristirahat di dalam.

Di lihatnya Aska yang tengah berbaring di ranjang tempat tidurnya, kamarnya sangat besar, empat kali besarnya dari kamarnya yang dia tempati.

Dengan pelan Karin melangkah mendekati Aska yang tengah tertidur. Karin tidak tahu apa yang harus di perbuatnya, membangunkan Aska atau dia harus menunggui sampai Aska bangun dari tidurnya.

Di amatinya wajah Aska yang tertidur pulas, wajahnya sangat begitu tampan dengan kulitnya yang putih pucat, hidungnya yang mancung, dan dengan mata yang bulu matanya yang lentik, sungguh bisa di katakan Aska sangat cantik, mungkin kecantikan Karin sepertiganya dari Aska.

Karin menghela nafas berat. mengingat kecerobohannya yang bermain-main dengan Aska. Karin hanya bercanda waktu itu, tapi kenapa Aska menseriusinya.

Sekarang Karin dalam masalah besar untuk bisa menghentikan perjanjian ini.

Berlahan di lihatnya Aska membuka matanya, Aska tersenyum manis, sangat manis malah dengan bibir mungilnya yang memerah.

"Kamu datang." kata Aska pelan dan mengangkat tubuhnya dan bersandar di punggung ranjang.

Karin mengangguk dan tersenyum.

"Maaf...kalau dua hari kemarin aku tidak bisa datang...aku lagi banyak masalah di rumah." Karin menjawab dengan jujur.

"Bagaimana keadaanmu...apakah baik-baik saja, obatnya kamu minum dengan teratur kan?" lanjut Karin

"Tidak begitu baik keadaannku...tubuhku sangat lemas...apakah besok kamu bisa mengantarku untuk terapi?" pinta Aska dengan sayu.

"Ya...tentu saja aku akan mengantarmu." jawab Karin, Bibirnya terasa keluh, ingin dia membahas masalah perjanjian itu sekarang. Karena dia tidak ingin masalahnya berlarut-larut.

"Emmmmmm...ada yang ingin aku bicarakan denganmu masalah perjanjian kontrak itu." Karin membuka percakapannya.

Aska menegakkan punggungnya yang terasa pegal, di tatapnya mata Karin penuh selidik.

"Kenapa dengan perjanjian itu, bukannya kita sudah sepakat soal itu." ucap Aska dengan perasaan tidak enak

"Aku ingin membatalkannya." sahut Karin cepat.

"Kenapa? apa alasannya?" tanya Aska dengan mata yang sudah berkabut.

"Aku tidak ingin soal point yang akan mendapatkan semua hartamu jika hubungan kita bisa berjalan selama 6 bulan...aku tidak menginginkannya." ucap Karin jujur.

"Kenapa? aku tidak keberatan memberikannya padamu, karena kamu sekarang kekasihku dan kamu berhak mendapatkannya." Suara Aska terasa berat. nafasnya tiba-tiba memburu.

"Tidak Aska...aku tidak berhak atas hartamu, kamu tahu sendiri hubungan kita ini hanya perjanjian, tidak yang sebenarnya ,kamu tidak mencintaiku dan akupun tidak mencintaimu." Karin mencoba menjelaskan agar Aska mengerti.

"Bagaimana kalau aku mencintaimu...dan menganggap hubungan kita ini bukan mainan tapi hubungan yang serius." sahut Aska menatap Karin tajam dengan wajah serius.

"Tiiiidddakk mungkiiinn kamu mencintaiku secepat itu...jangan main- main Aska...aku tahu kita hanya bercanda waktu itu." kata Karin dengan terbata-bata

"Itu bagimu...tapi aku serius waktu itu...dan aku tidak sedang bercanda." ucap Aska dengan wajah serius.

"Tidak...aku tetap akan membatalkan perjanjian ini." kata Karin cepat dan mengeluarkan surat perjanjian itu dari dalam tasnya. Dan menyobeknya di hadapan Aska. Aska menatap Karin dengan pandangangan tidak percaya, dengan apa yang di lakukan Karin.

Dengan hati yang kecewa Aska melempar gelas dan obatan-obatan yang ada di sampingnya. Kemudian menatap Karin dengan mata yang kosong.

"Kalau begitu biarkan aku mati saat ini juga...dan kamu tahu...surat perjanjian yang ada padamu adalah yang tidak asli, yang asli ada padaku, dan perjanjian itu tetap berlaku, pergilah sekarang...biarkan aku melalui kematianku sendirian." kata Aska dengan tatapan dingin, suaranya bergetar menahan kemarahan.

Karin terpaku bibirnya terkatup rapat, inilah masalah yang takut dia hadapi, ternyata Karin berhadapan dengan Aska yang sungguh keras kepala.

Berkali-kali Karin menghela nafas. Mencoba memahami suasana saat ini.

Di pungutinya obat yang berserakan serta kepingan gelas yang berserahkan, di letakkannya kembali di atas meja.

"Pergilah...kamu tidak perlu merasa bersalah, jika aku nanti mati, aku pastikan harta itu akan menjadi milikmu walau kamu tidak menjadi kekasihku." suara Aska terdengar berat. Aska membaringkan tubuhnya dengan membalikkan tubuhnya memunggi Karin yang masih berdiri terpaku.

Sungguh sangat keras kepala seorang Aska ini. Karin berpikir keras bagaimana caranya menyelesaikan masalah ini.

Berlahan Karin duduk di samping ranjang mendekati Aska yang masih memunggunginya.

"Aska...aku membatalkan perjanjian itu karena aku tidak bisa menjalani hubungan yang tidak ada cinta ini...dan aku tidak mau kalau nantinya orang berpikir aku adalah perempuan yang matre...cobalah mengerti." bujuk Karin.

Aska tetap diam tak bergeming masih dengan posisinya, nafasnya terasa sesak sangat sulit untuk bernafas, tubuhnya terasa begitu lemas tiba-tiba, dan terasa ada yang mengalir yang keluar dari kedua hidungnya.

"Askaa." panggil Karin pelan karena tidak ada jawaban dari Aska. Dan di lihatnya tubuh Aska yang tetap diam tak bergerak. Di pegangnya pundak Aska dan di baliknya secara berlahan tubuh Aska.

"Assssskaaaaa." Karin seketika panik, wajah Aska begitu pucat, dan Aska sepertinya sulit sekali untuk bernafas, dan ada darah yang mengalir dari hidung Aska.

Dengan cepat Karin mengambil tissu basah yang ada di atas meja, di baringkannya tubuh Aska dengan posisi kepala agak tinggi dengan badannya, di bersihkanya darah yang mengalir dengan pelan.

Aska merintih nafasnya masih tersendat, tubuhnya lemas tanpa ada tenaga.

Karin mengambil obat di atas meja dan segelas air putih yang masih utuh, segera di minumkannya pada Aska yang merintih lemah.

Tidak tega Karin melihatnya. Dia bingung harus bagaimana, di sekanya keringat di kening Aska.

Di bukanya kancing kemeja Aska beberapa agar Aska bisa bernafas leluasa. Aska menggenggam erat tangan Karin yang masih berada di dadanya. Di tatapnya mata Karin dengan sendu.

"Please...jangan pergi...jangan meninggalkanku sendirian...aku takut." kata Aska dengan suara pelan dan tersendat-sendat.

"Walau kamu tidak mencintaiku setidaknya lakukan karena kemanusiaan." Aska masih memohon.

Runtuh sudah hati Karin, dia tidak bisa melihat Aska yang begitu memohon padanya, Dan tidak tega dengan kondisi Aska yang seperti sekarang.

"Baiklah...aku mau tetap menjadi kekasihmu dan akan menemanimu sampai kamu sembuh tapi dengan satu syarat." kata Karin pasti.

"Apa syaratnya?" tanya Aska lemah.

"Tetap tidak ada surat perjanjian...aku akan menjadi kekasihmu tanpa ada perjanjian kontrak, dan surat perjanjian itu harus kamu sobek juga...aku tidak ingin hartamu...aku melakukannya murni dari hatiku." ucap Karin akhirnya mengalah.

"Baiklah aku nanti akan menyobekkanya." ucap Aska menatap Karin dalam-dalam.

"Kamu akan melakukannya kan? dan tidak akan membohongiku kan?" Karin menatap Aska dengan seksama, menunggu jawaban Aska.

Aska mengangguk lemah.

"Aku akan melakukannya." ucap Aska dengan suara pelan.

"Sekarang istirahatlah...besok pagi aku akan mengantarmu untuk terapi." lanjut Karin, mengambil salah satu bantal Aska agar Aska bisa tidur.

Aska diam menurut apa yang di lakukan Karin padanya.

Kemudian Aska memejamkan matanya yang sudah mulai mengantuk karena efek obat yang di baru di minumnya.

Karin menyelimuti tubuh Aska dengan penuh perhatian.