Aska pergi ke kantor hari ini, karena kehadirannya di tunggu untuk menyetujui sebuah kerja sama yang di tawarkan rekan kerjanya.
Dengan di antar Pak Damar, Aska mulai membereskan dokumen-dokumen yang harus di tandatanganinya.
Karena cukup banyak dokumen yang di pelajari, Aska sampai lupa waktu. Jam makan siangpun terlewati.
Sebenarnya Karin sudah mengingatkanya sebelum jam istirahat agar tidak lupa minum dan makan siang.
Hingga jam dua siang Aska masih di mejanya dengan dokumen yang baru. Keringat dingin Aska sudah di rasakannya.
Namun masih di tahannya dengan minum segelas air putih. Semakin di rasa badannya mulai dingin dan terasa dadanya mulai merasakan sesak.
Aska menelpon sekertarisnya untuk segera memanggil pak damar.
Pak Damar datang dengan tergopoh-gopoh saat mendapat telpon dari sekertaris Aska.
"Ada apa Tuan?" tanya Pak Damar, dan cemas melihat wajah Aska yang pucat pasi dan badanya yang mulai lemas di kursinya.
"Bawa aku pulang pak Damar, sepertinya aku kelelahan." kata Aska menahan kepalanya yang sudah berputar.
"Ya Tuan." Dengan cepat Damar memapah tubuh Aska keluar dari kantor. Dengan tertatih Aska berjalan di bantu Damar menuju Mobilnya. Hidung Aska mulai mengalir darah segar. Badannya hampir merosot , karena kakinya sudah tidak kuat untuk menahan badannya.
Pak Damar segera membuka pintu dan membantu Aska masuk ke dalam mobil. Di sandarkannya tubuh Aska di kursi tengah. Pak Damar memberikan tisu pada Aska karena melihat darah Aska mengalir deras sampai mengenai kemejanya.
Pak Damar naik ke dalam mobil dengan rasa cemas dan panik. Di nyalakannya mobilnya dengan cepat. Mobil bergerak maju dengan kecepatan tinggi.
Sampai di rumah, Pak Damar segera memanggil beberapa penjaga untuk menggotong Aska masuk ke dalam kamarnya, karena Aska sudah tidak sadarkan diri.
Setelah membaringkan Aska di tempat tidur Pak Damar mencari keberadaan Karin. Namun tak di temukan juga.
Melihat keadaan Aska yang masih pingsan, Damar mencoba menelpon Karin. Beberapa kali panggilan masih juga belum di angkat oleh Karin. Baru kesekian kalinya panggilannya di angkat oleh Karin.
"Ya Pak Damar ada apa, maaf tadi saya ada training ini baru selesai." kata Karin.
"Non Karin, Tuan Aska pingsan Non. Sepertinya sakit Tuan kambuh lagi." dengan cemas Pak Damar menceritakan apa saja yang di lakukan Aska saat bekerja hingga lupa waktu.
Karin mendengarkan dengan rasa cemas bercampur kesal.
"Baiklah Pak Damar...Pak Damar tenang ya? tunggu saya pulang, tinggal sebentar lagi pak." kata Karin menenangkan Pak Damar.
Setelah panggilannya di matikan, Karin melirik jam di tangannya kurang dua menit lagi jam tugasnya selesai.
Sambil menunggu waktu, Karin mempersiapkan tasnya, dan beberapa kerjaan yang harus di bawa pulang.
Dengan tergesa-gesa Karin keluar dari rumah sakit dan menyetop taxi yang kebetulan lewat.
Karin memberikan uang pada sopir taxi tanpa menunggu uang kembalian.
Setengah berlari Karin memasuki rumah, dan masuk ke kamar Aska, di lempar tasnya di atas nakas.
Karin mendekati Aska yang masih pingsan. Di periksanya denyut nadi dan mata Aska. Karin menghirup nafas dalam-dalam.
Kondisi Aska melemah. Karin memijit keningnya dengan pikiran rumit. Apa yang harus di lakukannya.
Segera Karin mengirim pesan ke dokter Heru untuk meminta saran dengan melihat kondisi Aska saat ini. Balasan dokter Heru agar Karin segera menyadarkan Aska. Dan memberikan obat yang di beri Dokter Heru kapan lalu , untuk di berikan jika keadaan Aska lagi melemah.
Dari petunjuk Dokter Heru, Karin mencoba membuat Aska segera sadar. Di olesinya tubuh Aska pada bagian-bagian tertentu dengan minyak kayu putih agar Aska bisa terbangun.
Setelah memberikan minyak kayu putih, Karin memijit tumit kaki Aska, di pijatnya dengan pelan namun, Aska tak jua sadar. di gosok-gosoknya tangan Aska yang dingin agar merasa hangat. Namun Aska masih diam dalam pingsannya.
Karin mulai merasa cemas, kemampuannya sebagai perawat hilang lenyap. ketakutannya mulai mendominasi.
Dengan kalut Karin menempelkan telinganya di dada Aska. untuk mendengarkan detak jantung Aska. Masih berdetak. Karin bernafas lega tapi kecemasannya masih belum hilang. Di tatapnya wajah Aska yang pucat, dengan bibir yang merah pucat. Wajah Aska nampak terlihat lelah.
Karin mendekatkan wajahnya semakin dekat dengan wajah milik Aska. Entah dorongan rasa apa,... Karin ingin membangunkan Aska dengan pikiran kotornya.
"Arrrrggghhhhh! apakah aku harus menciumnya agar Aska tersadar." teriak Karin dalam hati. Semua cara telah di coba Karin untuk menyadarkan Aska, namun Aska tetap tak bergerak.
Hanya satu itu yang terlintas di pikiran Karin untuk membangunkan Aska.
"Apakah ini nanti bisa membangunkan Aska?" monolog Karin.
"Aashhhhhh, apapun yang terjadi aku harus mencobanya."
Dengan perasaan hati-hati, Karin mendekatkan bibirnya ke bibir Aska. Mata Karin terpejam.
Dengan pelan bibir Karin mulai menyentuh bibir Aska yang dingin. Karin mulai menempelkan bibirnya dan berlahan melumat bibir Aska yang terasa sedingin Es.
Tangan Karin menangkup pipi Aska, dan bibirnya masih bergerak dengan lembut melumat bibir tipis Aska.
Selang beberapa menit gerakan Karin berhenti seketika saat Karin merasakan bibirnya terisap bibir Aska. Mata Karin bergerak terbuka, di lihatnya mata Aska yang sayu telah terbuka sedang menatapnya. Beberapa detik Aska dan Karin saling menatap penuh rasa malu.
"Ahhhhhhhhhhhhhhh." Karin tersadar menjerit menjauhkan tubuhnya dari Aska yang masih menatapnya penuh cinta.
"Kenapa kamu tidak bilang jika kamu telah sadar hahhh!! apa kamu senang dengan aku menciummu hahh!! kamu pasti kesenangan kan?" cecar Karin menahan malu yang mulai menghiggapinya.
Aska tersenyum lemah, kendati tubuhnya masih lemah. Namun hatinya merasakan bahagia, serasa ada sejuta kupu-kupu yang beterbangan keluar dari dadanya.
"Trimakasih telah berusaha menyadarkanku." kata Aska masih dengan suara lemah.
"Sebenarnya aku bisa mendengarmu saat kamu berusaha menyadarkanku, tapi mataku dan badanku tidak bisa aku gerakkan. Baru saat kamu menciumku, ada gerakan dan dorongan yang membuatku membalasnya." lanjut Aska dengan jujur.
Karin semakin malu di buatnya, wajahnya memerah seperti kepiting rebus. Jemarinya mengepal, jika saja Aska tidak dalam keadaan yang lemah, sudah pasti akan Karin hajar sampai babak belur.
"Sudahlah, lupakan saja tadi, aku hanya menolongmu tadi. Tidak lebih." Karin menekan kata-katanya.
"Sekarang makanlah lebih dulu, setelah itu minum obatmu. Akan aku buatkan juice naga untukmu nanti."
"Suapi ya?" rengek Aska dengan lemah
Karin tidak bisa menolak.
Dengan hati yang masih malu, Karin menyuapi Aska bubur yang telah di belikan Pak Damar. Aska menerima suapan Karin dengan lahap. Dia ingin sembuh, dia ingin sehat, dia ingin bertahan hidup. Aska ingin lebih lama hidup agar bisa menikmati ciuman dan pelukan dari wanita yang mulai di cintainya "Karin Aadvantika"