Chereads / The Returnee / Chapter 4 - 03 - Raja Iblis

Chapter 4 - 03 - Raja Iblis

Ibunya tidak ada, begitu pula sahabatnya.

Sebenarnya, tak ada apapun di sekitarnya.

Gelap yang nyata menjadi temannya saat dia kemudian didorong paksa menuju entah kemana.

Berhentinya tiba-tiba menghadapkannya pada pemandangan yang begitu akrab dan asing baginya.

Seorang bocah yang seumuran dengannya terbaring di lantai, dikelilingi oleh orang-orang aneh berjubah yang merapalkan sesuatu di bahasa yang Anna kenal entah mengapa.

"Datanglah, Yang Mulia."

Mereka berdoa, menyalurkan Mana ke tubuh si bocah yang kemudian muncul di depan Anna sebagai sebuah rantai gelap yang bergerak dengan sendirinya.

"Dunia menginginkan Anda. Membutuhkan Anda, sebab Cahaya sudah terlahir di ibukota."

Rapalan selanjutnya menjadi aba-aba yang ditunggu dua rantai gelap di depannya, mereka menjadi tajam dan kemudian berusaha melilit pergelangan tangan Anna.

Anna menutup mata, mengharapkan darah yang tak bercucuran.

Melihat kebawah, dia menemukan tangannya sudah terlebih dahulu dililit rantai putih yang lebih bercahaya dari matahari di langit sana.

"… Apa?"

Si gadis muda bertanya, tidak paham akan apa yang sedang terjadi sebenarnya.

Namun, keinginannya untuk mencari jawaban dihentikan teriakan penuh rasa sakit dari si bocah di depannya.

Pilar cahaya menusuk masuk dari angkasa, memberikan derita kepada semua, membakar segalanya kecuali Anna dan si pemuda.

Orang-orang yang mengelilingi si bocah terkapar di tanah, sementara lingkaran sihir aneh tempat pemuda itu berbaring hangus menjadi lingkaran abu.

Anna bergeming, tergeming di tempatnya bukan hanya karena pilar cahaya sebelumnya, namun juga karena penampakan seorang wanita indah yang mengakui keberadaan Anna.

Apapun alasannya, tak ada seorangpun yang mengakui keberadaan Anna di tempat itu kecuali si wanita yang Anna asumsikan merupakan penyebab pilar cahaya sebelumnya.

"… Azasel," si wanita tersenyum menyapa Anna, "mengapa aku tak terkejut kau disini?"

Wanita itu melayang ke arah Anna yang mundur dalam rasa takutnya, hanya untuk membeku seketika saat si wanita sudah ada di depan matanya.

"Na… namaku bukan Azasel!"

Anna membantah, berusaha membeli waktu menggunakan apa saja.

"Ah… tentu saja bukan. Maafkan aku, Anna," si wanita menatap langsung ke matanya, menjulurkan tangan untuk menyentuh pipi Anna "sungguh, maafkan aku."

Tapi sebelum si wanita bisa melakukannya, rantai gelap yang sedari tadi menginginkan Anna melilit lengan si wanita, berubah menjadi kawat tajam yang menghasilkan darah.

Si wanita bergeming di tempatnya, ditahan oleh kawat yang menjalar dan menggigit pergelangan tangannya keatas.

Senyum kesakitan yang dipaksa di wajah sang wanita membuat Anna menjulurkan tangannya dalam usaha untuk menyelamatkan si wanita yang jelas menderita.

Namun, kawat itu lebih cepat darinya, mereka sudah menarik si wanita kembali ke tubuh si bocah yang merupakan sumbernya.

Tak lama, Anna ikut ditarik mundur entah kemana.

Cepat dia berpindah, sayang karena tak ada yang berubah.

Masih gelap sekelilingnya, seperti langit malam yang kehilangan bintang dan purnama.

"Aku sudah menunggu dari tadi, loh."

Sebuah suara datang dari segala arah, bergema seakan dikatakan oleh jutaan jiwa.

Anna melihat sekelilingnya dengan khawatir, khawatir setelah melihat apa yang terjadi dengan si wanita sebelumnya.

"Si… siapa!?"

Anna tak bisa melakukan apa-apa, dimanapun dia, lari tak ada dalam opsinya.

Alisnya hampir menyatu, sadar betul bahwa dia sendiri dan berusaha menutupi ketakutannya melalui suara yang dia harap menyerupai raksasa dan tak kentara palsunya.

"Tak ada keperluan untuk takut, Yang Mulia. Ayolah, kau sungguh tak ingat aku?"

Harapannya pupus segera, wujud pria berotot dalam pakaian flamboyan segera muncul di depannya.

Bibir si pria gelap, bajunya menjadi komplemen warna disana, ungu yang kotor oleh tinta, menolak memiliki warna yang sama seperti rambut cokelat si pria.

Anna mundur, bingung dan takut menggapainya disaat yang sama.

Ada sesuatu yang salah dengan pria di depannya, Anna hanya tak tahu apa.

Sama seperti dia tidak tahu apa yang ditabrak punggungnya.

Matanya tak ingin berbalik, namun rasa penasaran membunuhnya seperti bagaimana mereka membunuh seekor kucing.

Dia menemukan tubuh wanita bersayap yang tak punya kepala, dari leher si wanita hanya ada cahaya biru yang dalam warnanya.

"Diamlah, Deus," kemudian suara ketiga datang dari bawah, sebuah wujud keluar dari lantai gelap yang sedari tadi dipijak Anna, "maafkan kami, Yang Mulia. Sungguh tak ada niat kami mengganggu Anda."

Wujud dengan perban lusuh yang melingkari matanya itu berbicara dengan penuh hormat dalam tunduknya menghadapi Anna.

"Semua yang berusaha kami lakukan adalah memberitahu Anda bahwa Takdir sudah tiba. Benang merahnya melilit Anda. Tragedi akan bermula, dan sesuai perintah; kami menyampaikannya."

Suara lain meledak, sumbernya adalah sangkar yang gagal disadari keberadaannya oleh Anna sebelumnya.

Dipegang oleh si buta, isinya adalah kepala dengan sebuah tudung yang menutupinya.

"Apa yang Kiel ingin katakan adalah, jangan jatuh cinta."

Si pria flamboyan berbisik di telinga Anna, berada di belakang Anna entah sejak kapan.

"Aku… apa?"

Si gadis bingung, kehabisan kata karena lidahnya yang kelu di hadapan keanehan yang dialaminya.

Ketiganya diam setelah Anna bertanya dalam ragu yang nyata, seakan tersadar akhirnya bahwa mereka sedang berbicara dengan seorang gadis bangsawan biasa.

Si pria flamboyan mundur dengan sedikit rasa bersalah ikut berlutut bersama si buta selanjutnya.

Tubuh wanita yang sebelumnya ditabrak Anna ikut melakukan hal yang sama, berlutut tanpa suara.

Ketiga wujud diam, seakan menunggu kepala di sangkar yang bicara akhirnya.

"Kami tak pernah lupa akan dosa dan jasa, semua hutang pasti kami balas sepenuhnya tak peduli apa."

"Neraka menjanjikan senjata."

Si pria flamboyan berdiri dengan sebuah senyum bangga.

"Surga memberkatimu selamanya."

Tubuh tanpa kepala itu membuka sayapnya yang megah.

"Kematian menghapusmu namamu dari bukunya."

Si buta berdiri, membuka kepalan tangannya yang bebas, membiarkan abu terbang ke angin yang tidak dirasakan Anna.

"""Jangan pernah lupa, Malam yang Nyata. Kami adalah milikmu hingga Semesta sirna."""

Kemudian, ketiganya menghilang segera.

Semua yang tersisa adalah Anna dan kegelapan yang mengekangnya segera, menyiksa dan menekannya yang tak berdosa.