Chereads / The Returnee / Chapter 9 - 08 - Jiwa yang Tua

Chapter 9 - 08 - Jiwa yang Tua

Anna menatap mata Tante Eri lama, menemukan desakan yang tak pernah Anna lihat sebelumnya.

Si gadis muda menarik nafas dalam, menutup matanya kemudian mengangguk dalam diam.

Dia memajukan tangannya, merekatkan telapak tangannya ke bola kaca emas yang menyala, lalu dia memberi perintah pada Mana-nya yang seharusnya tidak ada.

Bola itu dimakan kegelapan yang menjalar dari ujung jari-jari kecil Anna, bagai luka Lichtenberg kepada si bola kaca, emas Mana Tante Eri hilang dengan mudah.

Tidak lagi memantulkan cahaya, bola kaca itu hitam sepenuhnya; melihat ke dalam si bola sudah mustahil adanya.

"Nulifikasi?"

Tante Eri tak lagi menatap Anna atau si bola kaca yang dipegang mereka berdua, kini mengalihkan perhatiannya kepada Paman Dean yang menggelengkan kepala.

"Kegelapan."

"Kau yakin, Dean? Maksudku ini …."

Tante Eri dipotong dari keraguannya dengan sebuah anggukan pasti.

"… begitu, huh …," Tante Eri berbisik pada dirinya sendiri, "kabari ibunya dan sang raja, aku akan menanganinya dari sini."

"Tentu saja." Paman Dean tak membantah, segera melakukan keinginan istrinya, "oh, dan sayang. Katakan pada Jeanne bahwa barang pesanannya ada di bawah bantalnya."

Tante Eri mengangguk tanpa menatap suaminya yang menghilang sudah, hanya ada Anna dan Tante Eri akhirnya.

"Anna, kemari."

Tante Eri berdiri cepat, menggenggam tangan Anna dan menyeret si gadis muda entah kemana.

"Ta … Tante Eri, apakah aku baik-baik saja?"

Takut terpantul di mata dan kata Anna, berat kakinya melangkah, dan Tante Eri berhenti akhirnya.

Si wanita berbalik dan menemukan teror luar biasa di pupil si gadis muda, jelas sekali tidak mengerti apa-apa.

Iba menimpa, dan si wanita berlutut akhirnya.

Sejajar dengan Anna, dia kemudian berkata, "Tentu saja, sayang. Kita hanya perlu memastikan sesuatu, oke?"

Senyum keibuan digunakan si wanita untuk menyembunyikan kebohongannya, menelan rasa bersalah terhadap sahabatnya dan juga sahabat anaknya mentah-mentah.

Setelah beberapa lama, Anna diyakinkan juga.

Si gadis muda berjalan bersama Tante Eri, masih berat hati Anna, tapi sudah melangkah kakinya.

Tidak lama, mereka tiba di sebuah ruangan kosong raksasa.

Tak ada apa-apa kecuali debu dan sarang laba-laba, gelap ruangan itu tanpa pencahayaan apa-apa.

Sedikit rapalan dari Tante Eri, dan semuanya berubah.

Debu menghilang, laba-laba terbang keluar, dan lilin-lilin magis menyala menerangi semua sudut ruangan.

Kini bersih, ruangan itu berisi, penuh dengan gambar-gambar sihir di dindingnya dan satu lingkaran sihir raksasa di lantainya.

"Tolong berdiri di sana, sayang." Tante Eri menunjuk tengah lingkaran sihir, menatap Anna dengan desakan yang sama seperti sebelumnya.

Tidak tahu lebih baik, Anna melakukannya.

Seketika setelah berada di sana, Tante Eri mulai merapal, dan lingkaran sihir raksasa di bawah kaki Anna menyala.

Terang dia, emas warnanya, seperti warna Mana si wanita.

Dari sana, Mana itu menyebar keluar, menabrak dinding-dinding yang sudah digambari simbol-simbol sihir yang Anna tak tahu apa.

Namun, saat semuanya sudah menyala, Anna seketika bisa menebak apa fungsinya.

Dia ditekan, isi perut Anna ingin keluar, seakan ada sesuatu di dalam tubuh Anna yang sedang menjelajah, mencari sesuatu yang tidak ada.

Begitu lama, bagai selamanya, siksaan itu membuat Anna menjatuhkan air mata, kesadarannya meronta dan ingin lari saja, isi perutnya sudah ada di tenggorokannya.

Beruntung siksaan itu berhenti seketika.

Anna sudah berlutut, tak lagi punya tenaga bahkan untuk mengangkat kepala.

Tapi, dia tak harus mengangkat kepalanya untuk melihat Tante Eri yang terduduk di lantai dengan ketakutan di mata.

Wanita yang Anna sangat hormati itu menatap Anna seakan dia adalah sesuatu yang menjijikkan dan tidak pantas ada.

"… tiga belas ribu tiga ratus empat puluh tiga tahun …," Tante Eri bergumam, cukup besar hingga Anna bisa mendengar.

"Apa kau …?" Si wanita melanjutkan, masih dipenuhi ketakutan.

Anna ingin menjawab, meyakinkan Tante Eri bahwa dia adalah Anna yang biasanya, agar si wanita tak perlu lagi menatap Anna dengan takut di mata.

Rapi mulutnya mati rasa, seluruh tubuhnya tak mau mengikuti perintah, dia sekali lagi tak bisa melakukan apa-apa.

Sekali lagi merasakan detakan yang sama seperti sebelumnya, sesaat sebelum dia membangkitkan kekuatannya.

Lebih kuat, sebenarnya.Terasa begitu luar biasa dan panas di dalam dada, namun Anna menebak itu adalah efek sihir Tante Eri dan bukan dia.

Satu tebakan yang salah, satu proyektil sihir hitam meluncur ke arah Tante Eri dengan Anna sebagai sumbernya.

Sebuah proyetil yang dihentikan oleh pelindung yang diciptakan oleh lingkaran sihir yang mengelilingi Anna.

Proyektil itu menyadarkan Tante Eri dari rasa takutnya, membuat si wanita sadar bahwa ada ancaman nyata di depan mata; dan itu adalah Anna.

Si wanita berdiri, menatap Anna untuk terakhir kali, kemudian pergi.

Anna sendiri, pintu ruangan itu tertutup dan simbol sihir di pintu itu menyatu dengan simbol lainnya di tembok dan lingkaran sihir di lantai.

Sepi membiarkan Anna berkontemplasi, perlahan membiarkan tubuh Anna bergerak kembali.

Tangannya bisa dia rasakan kembali, kakinya sanggup berdiri, dan dia normal sekali lagi.

Tapi, saat dia mencoba melangkah keluar lingkaran sihir, tubuhnya didorong mundur, dihalangi sesuatu yang tak berwujud.

Menyentuhkan tangannya ke depan, dia bisa melihatnya dengan lebih jelas, Mana emas yang Anna sangat tahu milik siapa terkonsentrasi di depan si gadis muda, menghalangi langkahnya.

'Tapi kenapa …?' Anna bertanya dalam kepala, tidak dijawab siapapun juga, tentu saja.

Mustahil menembus penghadang di depannya, Anna kembali duduk di lantai yang dingin, menatap lantai, dinding, dan langit-langit ruangan yang dipenuhi simbol-simbol sihir.

Simbol-simbol sihir yang masih tak bisa dibaca Anna, namun sudah dia ketahui fungsinya.

Apapun arti simbol itu, mereka ada untuk menghalangi Anna keluar dari tengah lingkaran sihir ini.

Dia terpenjara, dipenjara entah kenapa oleh wanita yang begitu dia percaya.

Anna ingin ibunya, dia mau pulang ke rumah dan kembali menjadi gadis bangsawan biasa, disuap oleh ibunda, dan diceritakan legenda sebelum tidurnya.

Dia berharap ini hanyalah mimpi belaka.