Chereads / The Returnee / Chapter 12 - 11 - Caitlynn Georgia Vermount

Chapter 12 - 11 - Caitlynn Georgia Vermount

Si wanita melihat tangannya sendiri, menatap telapak tangannya yang bergetar hebat itu dalam sepi.

Sekarang dia benar-benar sendiri, telah berhasil mengusir semua yang dia cintai dengan kesetiaannya terhadap kerajaan yang tak lagi peduli.

Sudah lima tahun sejak putri tunggalnya menghilang, gadis muda kesayangannya itu tidak seharusnya menghilang.

Tidak pula seharusnya si gadis menderita atau meninggal.

Eri, sahabatnya; sudah berjanji.

Wanita itu sudah berjanji kepada Caitlynn bahwa putrinya akan selamat.

Jalang itu sudah berjanji bahwa anak yang Caitlynn rawat selama sepuluh tahun itu akan kembali ke rumah.

Tapi, kenyataannya sungguh jauh berbeda.

Bukan hanya anaknya menderita, si gadis muda yang hanya ingin dicintai semua itu juga sempat kehilangan nyawa.

Jantung kecil putri tunggalnya sempat berhenti sebelum kembali bergerak setelah sebuah kekuatan luar biasa meledak dari dalam tubuh si gadis muda.

Melihat itu, Caitlynn tahu mengapa anaknya menderita dan mati pada saat itu juga.

Dia juga bisa mengerti alasan Eri merahasiakan itu semua dari dirinya.

Meski begitu, Caitlynn tak bisa memaafkan mereka.

Dia tak bisa memaafkan Dean yang sudah mengatakan semuanya ke raja dan tidak mengatakan apapun kepada dirinya.

Dan dia juga tak bisa memaafkan Eri yang telah membujuk dirinya untuk menyetujui prosedur menyakitkan yang akan mereka lakukan ke putrinya.

Tapi, lebih dari itu. Caitlynn tak bisa memaafkan dirinya sendiri.

Dia kesulitan untuk bahkan makan satu porsi setiap hari akhir-akhir ini, mimpinya tidak pernah lari dari pemandangan anaknya.

Gadis kecil itu terbaring di keramik yang basah oleh lendir dan air mata, menjulurkan tangan ke dirinya dan meminta tolong agar diselamatkan dari derita.

Dan semua yang Caitlynn lakukan adalah mengalihkan pandangannya di saat itu.

Dia membuang muka saat anaknya meminta pertolongannya di kejadian yang sudah terbukti sempat menghabisi nyawa si gadis muda.

Caitlynn sudah secara tidak langsung membunuh buah hatinya.

Dia membunuh anaknya, hidupnya, darah dan dagingnya.

Caitlynn membunuh dirinya sendiri.

Paling tidak, begitulah seharusnya.

Sebelum dia bisa memberi perintah pada Mananya untuk mengoyak semua yang dia punya, getaran hebat memaksa tangan berdansa.

Hebat kekuatan itu hingga bahkan matahari bersembunyi dari sumbernya.

Langit menggelap, dunia kehilangan cahaya; dan malam tiba.

Tidak berbintang atau punya purnama, langit hanyalah awan kelabu dan gelap sempurna.

Caitlynn diam menatap keluar jendela, tidak pernah melihat efek semacam itu seumur hidupnya.

Terdiam si wanita untuk sementara, tak mampu berkata apa-apa hingga satu wujud kecil memasuki pandangannya.

Terbang cepat wujud itu melewati semua di angkasa, melukis langit dengan tiada tanpa peduli kepada semua.

Sosok itu jelas sekali menggunakan Mana untuk terbang di atas sana, Mana yang luar biasa banyaknya jelas sekali mengelilingi sosok itu.

Tapi, apa yang membuat Caitlynn diam di tempatnya bukanlah itu semua.

Caitlynn diam karena Mana itu akrab di matanya.

Rasa dari Mana itu masih tersisa di kulitnya.

Lagipula, mustahil Caitlynn bisa lupa.

Itu adalah warna Mana anaknya.

"Anna!"

Dia membuka jendela, menggunakan Mananya untuk melawan dunia dan terbang mengejar darahnya.

Kecepatan maksimum sudah dicapainya, tapi wujud kecil itu masih belum tampak juga.

Caitlynn bereaksi dan mengejar secepat yang dia bisa, tapi semua yang bisa dia lihat adalah tidak ada.

Bahkan sisa-sisa Mana dari si gadis muda tidak ada.

Dan satu-satunya alasan itu bisa terjadi adalah bila anaknya itu berhasil untuk menciptakan sistem yang seratus persen dalam efisiensinya.

Hal yang mustahil di tangan bahkan para Dewa.

Tentu saja, segera setelah pikiran itu tiba di kepala Caitlynn, dunia segera mengingatkan bahwa anaknya tak pantas dibandingkan dengan para Dewa.

Terdiam penyihir terbaik kedua di seluruh dunia menatap ke bawah.

Di sana, dia menemukan seorang gadis muda berdiri dengan tenang, sosok kecil itu menentang.

Determinasi terukir di wajah yang akrab itu, dan Caitlynn tidak lagi ragu.

Yang di bawah adalah anaknya, penyihir terbaik di seluruh dunia yang sedang melawan sesuatu yang luar biasa.

Dia bisa merasakan Mana luar biasa dari sosok yang dilawan si gadis muda, tapi khawatir tak memenuhi Caitlynn melihat aktivitas Mana Anna.

Si gadis muda punya kontrol yang sempurna terhadap Mananya.

Tidak ada satupun tenaga yang terbuang dalam usaha si gadis untuk menahan dan menyerang.

Semuanya mudah, dan Caitlynn tak bisa melakukan apa-apa kecuali tersenyum bangga sekaligus kecewa.

Kecewa terhadap fakta bahwa anaknya berubah begitu saja tanpa bisa Caitlynn tatap perkembangannya.

Namun, dia sungguh bahagia anaknya bisa mengontrol kekuatannya.

Bahagia yang cukup untuk menghapus kecewa.

Bahagia uang cukup untuk membuat si Penyihir Merah kembali membara.

Tentu saja, Caitlynn tidak ingin mencuri perhatian dari anaknya.

Tapi, Caitlynn juga tak bisa membiarkan anaknya berada dalam marabahaya.

Tidak bahkan saat marabahaya itu tampaknya tak bisa melukai hidupnya lagi.

Dengan pikiran itu di kepala, Caitlynn merapalkan mantra.

Mananya bergerak mengikuti perintah, dengan mudah menghancurkan semua setan yang berusaha menerobos pertahanan ibukota.

Sihir selektif penghancurnya itu efektif luar biasa, hanya menyakiti target yang ingin disakitinya.

Sebuah kontrol sempurna terhadap sihirnya bahkan setelah sekian lama adalah hal yang membuat Caitlynn tersenyum.

Dia mencuri perhatian semua termasuk anaknya.

Gadis kecil itu menatap Caitlynn dan kemudian tersenyum terang di wajah.

Sebuah senyum terang yang ingin Caitlynn balas seandainya senyum itu tak hilang segera.

Si gadis muda kehilangan senyumnya, menggelengkan kepala, kemudian mengabaikan Caitlynn sepenuhnya.

Mengatakan bahwa Caitlynn tak tahu alasan Anna membuang muka adalah salah.

Caitlynn tahu betul alasannya, itu adalah karena Caitlynn telah berdosa.

Itu adalah karena Caitlynn telah mengkhianati percaya si bocah.

Itu adalah karena Caitlynn telah gagal sebagai orang tua.

Dan semua yang bisa Caitlynn lakukan adalah menyerah.

Meski begitu, dia tak mau melakukannya.

Caitlynn percaya dia masih bisa memperbaiki hubungannya dengan putri tunggalnya.

Caitlynn akan membuktikan bahwa dia bisa melakukannya sekarang juga.

Tapi, sebelum itu.

Dia menghabisi semua yang menghalangi dia dan sang putri bicara empat mata dengan satu rapalan mantra.