Kejam dunia, sayangnya.
Sudah tiga hari dan tak ada yang baik-baik saja.
Anna masih sendiri, tidak ada yang menemani selain sepi dan pikiran negatifnya sendiri.
Perutnya yang kelaparan dan berbunyi berkali-kali sudah agak lama berhenti, sadar betul bahwa Anna tak bisa makan disini.
Harapan Anna hilang sudah, seandainya pintu itu tak terbuka segera dan menunjukkan Tante Eri dan ibunya.
Senyum mekar di wajah si gadis muda, "Ibu! Tante Eri!"
Tapi dua wanita favoritnya itu tak menatap mata Anna, mereka menundukkan kepala, menatap lantai dengan ekspresi menyerah di wajah.
Ada sesuatu yang aneh, dan Anna segera mengetahuinya.
Paman Dean masuk namun tak sendiri, si pria ditemani sepuluh orang yang berpakaian seperti orang-orang dewasa dalam mimpi aneh Anna.
Berjubah yang hanya menampakkan mulut mereka, seakan mereka buta dan gagal melihat apapun juga.
Anna mundur dengan instingnya, ditahan oleh penghadang yang datang dari lingkaran sihir di lantai yang dipijak semua.
Tak ada yang mempedulikan tindakan Anna, sepuluh orang berjubah itu segera mengambil posisi untuk mengelilingi Anna.
Kesepuluh sosok itu menatap ke arah Tante Eri dan ibu Anna, seakan menunggu aba-aba dari mereka.
Sebuah aba-aba yang datang dari wanita yang paling Anna cinta, yaitu ibunya.
Si wanita mengangguk, dan sepuluh orang itu mengembalikan perhatian mereka ke Anna.
Tangan setiap dari mereka maju, dan sebuah rapalan bermula.
Awalannya, Anna tak bisa merasakan apa-apa.
Namun, semakin lama, efek rapalan itu semakin terasa.
Fisiknya serasa diserang jarum dari segala arah sementara organ dalamnya bergetar hebat entah kenapa.
Sakit, terlalu sakit untuk Anna gambarkan dalam cara apapun selain air mata.
Bulir-bulir yang menjadi bukti kemanusiaannya jatuh menabrak tanah, tindakan yang segera diikuti Anna yang ikut terjerembab juga.
Dia menabrak lantai, dan berlutut di sana, tenaganya tidak ada, seluruh tubuhnya sibuk menahan sakit luar biasa.
Air liur dan air mata menggenang di bawah wajahnya.
Meski begitu, dia masih bisa melihat wujud Tante Eri dan ibunya.
Dia bisa melihat mereka menatap Ana dengan iba, menangis di sana untuk Anna harusnya.
Tapi mereka tak melakukan apa-apa, hanya diam dan melihat Anna dibunuh perlahan oleh sepuluh orang berjubah.
'Kenapa?' Si gadis muda bertanya dalam kepala, tidak mampu lagi merasakan tangannya.
Dia terbaring di atas genangan air mata dan air liurnya sendiri, berusaha sekuat tenaga untuk menahan semuanya.
Sayang karena tenaganya tidak ada.
"... to ... long ... aku ... bu ...." Anna mengulurkan tangannya, menggunakan semua yang tersisa untuk meminta bantuan ibunya.
'Apa saja ... siapa saja ....' Pikir si gadis muda, dia tak ingin binasa.
Tapi ibunya mengalihkan mata, tidak lagi menatap Anna yang menjulurkan tangannya untuk diselamatkan dari Neraka yang tidak pantas dia terima.
Ibunya, orang yang paling Anna cinta, wanita yang membuat Anna rela mati demi membahagiakannya, manusia yang akan selalu Anna banggakan selamanya; membuang Anna begitu saja.
'Aku ... tidak ... ingin ... mati ....' Tapi itulah yang terjadi kepada si gadis muda, rasa sakit dari dikhianati dunia dan serangan magis dari sepuluh orang berjubah yang mengelilinginya sudah menghentikan detak jantungnya.
Dia tak lagi merasakan apa-apa.
Serangan magis sepuluh orang itu masih berlanjut juga, tapi Anna sudah tak bisa merasakannya.
Ibunya masih mengalihkan mata, namun Anna sudah tak bisa merasakan sakit di hatinya.
Seluruh tubuhnya masih lengkap, namun dia tak bisa lagi merasakan mereka semua.
Mati dia.
Anna Georgia Vermount yang hanya ingin membanggakan ibunya, seorang gadis bangsawan biasa yang menyayangi sahabatnya, gadis muda yang punya mimpi untuk masa depannya; dihabisi di hadapan dua orang yang seharusnya menyelamatkannya.
Di tempat si gadis muda adalah makhluk yang bisa merasakan tubuhnya.
Satu sosok mengerikan yang tak punya hati untuk disakiti oleh tindakan ibunya.
Wujud yang tak bisa dilukai apapun juga.
Konsentrasi dari kegelapan dan cinta.
Kecewa dan amarah.
Sedih dan bahagia.
Bagai biru dan merah yang berubah menjadi badai luar biasa.
Dia adalah anak pertama Semesta, sudah hidup sejak awal penciptaan dunia, ditakuti oleh semua yang ada dan pernah ada.
Malam yang Nyata, mereka menyebutnya.
Azasel, nama aslinya.
Sang Raja Iblis, adalah gelarnya.
Semua cahaya lari dalam kebangkitannya, gelap gulita menyambut kedatangan pemilik mereka, dan para dewa gemetar di takhta mereka.
Dalam tubuh si gadis muda yang terus dia korupsi setiap detiknya, Azasel adalah satu-satunya yang menjawab doa si gadis muda.
Salah, dia adalah satu-satunya yang bisa menjawab doa si gadis muda.
Itu merupakan doanya sendiri, lagipula.
Dan tindakannya hari ini, akan menjadi dosanya sendiri sekali lagi.
Sepuluh orang berjubah itu segera mati, penghadang sihir yang sudah mengurung tubuhnya disini bersih, dia bisa bergerak bebas sekali lagi.
Tiga orang yang tidak dia cintai tersisa, dua diantaranya siap bertarung sementara yang satunya hanya berdiri dalam diam dengan mata penuh salah.
Azasel memperhatikan mereka bertiga, berniat untuk membunuh ketiganya seketika sebelum dihentikan oleh ingatan-ingatan lama.
Sebuah ingatan dimana dia disuapi oleh si wanita yang hanya berdiam saja, sebuah ingatan dimana dia bermain dengan si wanita yang siap melawannya, dan satu ingatan menyenangkan luar biasa yang melibatkan pria yang juga siap mati melawan dirinya.
Kemudian ingatan lainnya, lalu yang lain, sepuluh tahun kenangan menyerangnya begitu saja, dan Azasel menjatuhkan air mata.
Sepuluh tahun kenangan bahagia menyentuh hatinya yang tidak ada, dan Anna kembali hidup di dunia.
Kegelapan yang mengelilingi si gadis muda menghilang begitu saja seakan tak pernah ada.
Bersamaan dengan itu, mentari kembali tiba di angkasa, dan para dewa sekali lagi tenang di takhta mereka.
Kehilangan kekuatannya, Anna terjatuh ke bawah, siap menabrak lantai wajahnya yang berantakan itu.
Namun, sebelum wajahnya mencium keramik di bawah, tubuhnya diselubungi kegelapan yang tak mentoleransi cahaya.
Tak ada yang bisa melihat Anna yang kemudian menghilang bersama kegelapan yang hilang begitu saja.
Dan, semuanya bermula.