Budayakan memvote dan komen untuk menghargai waktu para author untuk kalian.
Mulmed : Jean Florence
Ada yang tau dia siapa?
[Happy Reading]
Kota New York, salah satu kota tersibuk di amerika. Kota dengan segala rutinitas tanpa mengenal waktu. Bahkan tak sedikit menjadi malam sebagai aktifitas entah itu bekerja atau hanya untuk bersenang-senang. Seperti saat ini, meski sudah hampir menjelang pagi buta tak menyurutkan semangat orang-orang baru akan memulai aktivitasnya.
Tidak heran, karena tidak sedikit dari mereka yang menjadikan malam hari sebagai rutinitas sehari-harinya.
Bagaimana denganku? Aku pun sama halnya dengan mereka. Malam kujadikan siang dan siang ku jadikan siang. Tidak ada bedanya bagiku karna siang dan malam harus melakukan aktifitas seperti berkerja untuk mencukupi kebutuhan hidup di kota metropolitan. Siang hari aku bekerja di sebuah caffe dan malam hari aku bekerja di sebuah club malam.
"Jean, antarkan minuman ini keruang VIP, now." Perintah Cheryl salah satu teman kerja Jean.
Yang membedakan Jean dengan semua teman kerjanya adalah, Jean hanya pengantar, dan meracik minuman. Sedangkan teman-teman Jean, tidak hanya menyajikan minuman dan mengantarnya, melainkan melayani apapun yang tamu VIP minta, termasuk layanan plus-plus.
Jean mengernyitkan dahinya. Tumben sekali Cheryl memintanya mengantar minuman untuk tamu VIP, biasanya cheryl lah paling semangat jika tamu VIP meminta sesuatu. Pikir Jean terheran. Tentu saja pelayan disini sangat antusias terhadap tamu VIP, selain tips nya yang besar, teman-teman Jean juga dengan senang hati melayani tamu VIP dari kalangan atas yang pasti dengan bayaran yang fantastis untuk memuaskan hasrat mereka. Tapi tidak berlaku untuk Jean, ia paling malas mengantar minuman untuk tamu VIP karena menurutnya, meskipun mereka dari kalangan atas tapi attitude mereka jauh lebih rendahan. Memanfaatkan jabatan untuk mendapatkan kepuasan.
"Kau serius aku yang mengantar ini pada pada tamu VIP? " Tanya Jean memastikan.
Cheryl menggangguk sebagai jawaban. "Kenapa? Kau tidak mau?"
"Bukan begitu, biasanya kau yang paling antusias melayani mereka. Jadi aneh saja kau menolak dan memintaku untuk mengantar ini." Jean mengangkat dua wine super mahal di tangannya.
Cheryl mengangkat bahu.
"Sedang malas saja." Jawabnya.
"Baiklah, aku akan mengantarnya. " Jean dengan langkah berat menuju ruangan khusus tamu VIP. Ruangan yang hanya mampu di jangkau oleh kaum petinggi saja. Jean membawa satu botol Champagne dan satu botol red wine yang tentunya dengan harga selangit, mungkin juga harga untuk tiga bulan gaji Jean di sini. Sesekali Jean merapalkan doa berharap tidak di perlakukan tidak senonoh oleh mereka.
Ingatan saat salah satu tamu VIP meminta Jean menemani menghangatkan ranjangnya yang membuat Jean kapok melayani tamu VIP. Jangankan menghangatkan ranjang, pacaran saja Jean tidak pernah. Ia terlalu sibuk bekerja hingga tidak memiliki waktu untuk berkencan. Teman-teman Jean saja menyebut Jean satwa langkah. Bagaimana tidak, di usianya yang sudah memasuki lebel legal untuk melakukan sex masih di jaga rapat-rapat oleh Jean. Dan pasti itu adalah hal langka di jaman sekarang, apalagi kota besar seperti New York. Sex adalah hal biasa untuk dilakukan. Sekali lagi, tidak berlaku untuk Jean.
Di depan pintu besar dengan gaya klasik nan elegan, Jean membuang nafas sebelum memasuki ruangan itu. "God, semoga manusia sampah itu tidak berlaku tak senonoh padaku." Kicaunya sebelum benar-benar masuk kedalam ruangan.
Bisa di lihat lima pria masih berjas rapi sedang duduk dengan masing-masing wanita di pangkuannya. Bahkan satu pria bisa di layani dua wanita sekaligus. Di mata Jean itu adalah hal paling menjijikan. Jean lebih memilih menaruh Champagne dan red wine dengan cepat agar ia bisa keluar secepatnya tanpa masalah.
Baru saja Jean membalikan badannya, satu pria yang di yakini sudah berumur lebih dari setengah abad mencekal pergelangan tangannya. Dengan menahan kesal karena takut di pecat oleh atasan, Jean berbalik dengan senyum ramah tercetak di bibir mungilnya.
"Anda membutuhkan sesuatu lagi, tuan?" Tanya Jean sesopan mungkin. Kalau saja bukan saat bekerja, mungkin Jean akan memelintir tangan pria bau tanah itu sampai terpental ke jauh lantai.
Pria paruh baya itu berdiri dan mendekati Jean. Tanganya terulur bebas membelai wajah manis Jean.
Jean memalingkan wajahnya, jijik akan perlakuan pria tua itu yang sudah berani menyentuh wajahnya.
Doanya tidak terkabul. Batin Jean.
"Mau kemana nona cantik? Kenapa buru-buru sekali." Ucap pria paruh baya itu yang sekarang memegang bahu Jean. Aroma bau dari mulutnya seperti sebuah tank tempat penampungan alkohol membuat Jean mual dan ingin memuntahkan cairan dari mulutnya tepat di wajahnya. Tentu saja itu hanya ada dalam pikiran Jean. Ia masih membutuhkan pekerja.
Kali ini pria paruh baya itu dengan lancang menyentuh paha mulus milik Jean yang memang hanya memakai rok di atas lutut dengan stoking sebagai pelengkapnya. Bukan mau Jean memakai pakaian seperti itu, tapi memang semua pekerja di club malah tempat Jean berkerja memakai kostum seperti yang Jean kenakan.
Jean sudah naik pitam. Tidak seorang pun yang boleh menyentuhnya. Baru saja Jean akan mendamprat pria itu kalau saja suara bariton mengintrupsi seisi ruangan.
"Dia milikku. " Ucapnya dari ujung sofa tempat duduknya.
Jean memandang sang pemilik suara berat itu. Suara dengan nada mengintimidasi bagi siapapun yang mendengarnya. Hanya dua kata keluar dari mulutnya mampu menghipnotis seluruh ruangan, tidak terkecuali Jean yang juga mematung. Jantungnya berdegup dari biasanya hanya dengan mendengar dua kalimat pria itu.

Tatapan tajam dari pria misterius. Pahatan sempurna dari sang pencipta begitu luar biasa padanya. Rahang kokoh di tumbuh bulu halus, tatapan tajam mengunci siapapun yang menatapnya. Mata berwarna abu-abu yang menghipnotis siapapun yang melihat.
"Dia milikku, Mr, Lee." Ucap pria misterius itu lagi.
Pria paruh baya yang di sebut pria misterius itu adalah Mr, Lee segera melepas cekalannya pada Jean dan segera menjauhkan diri.
"M-maaf tuan." Kata Mr, Lee. Suara bergetar menandakan ia takut pada pria misterius itu.
Jean pun meninggalkan ruangan dengan langkah lebar. Kali ini bukan karena takut karena Mr Lee, tapi karena takut suara degupan jantungnya terdengar. Ada apa dengannya? Hanya mendengar suaranya membuat jantung nya menggila. Siapa pria itu? Batin Jean.
__________________________________