Zakiya menatap ponselnya berulang kali. Wajah Rafka yang penuh senyuman dan cinta ketika melihatnya, membuat dia ingin sekali membuka aib yang selama ini dia tutupi. Tapi apa benar yang dia lakukan? Zakiya memohon petunjuk pada Allah atas segala masalahnya selama ini. Keraguan yang selama ini dia rasakan agar dihilangkan dari pikirannya.
Setelah lama merenung, akhirnya Zakiya memutuskan tidak mengatakannya. Dengan alasan bahwa Allah tidak suka dengan orang yang dengan mudah membuka aibnya sendiri, padahal selama ini Allah sudah menutupnya dengan rapat. Jika Rafka mencintainya karena Allah, maka dia yakin Rafka bisa menerima masalalunya. Bukankah manusia dilihat pada akhirnya? meski masalalu adalah salah hal yang penting, tapi bukan berarti semua yang terjadi di masa lalu menjadi patokan bahwa orang itu tidak akan bisa menjadi baik selamanya.
"Apa keputusanmu, Nak?" tanya Darren.
"Aku tidak akan memberi tahu Kak Rafka, Pi,"
"Bagus.. memang itu yang Papi inginkan. Lupakan masalalu bersama si brengsek itu. Dan jangan pernah berhubungan lagi dengannya. Meski dia sepupu Rafka."
"Tapi kita akan sering bertemu nantinya Pi kalau aku menikah dengan kak Rafka."
"Kamu mengenakan cadar kan? dia tidak akan mengenalmu. Papi dengar dari Arka, katanya sepupu Rafka itu juga mau menikah. Jadi ga ada masalah. Dia tidak akan lagi mengingatmu. Sama seperti dia yang mencampakkanmu waktu itu. Papi tidak akan pernah lupa selamanya. Tidak akan lupa wajah orang yang sudah menghancurkan masa depanmu. Kalau saja membunuh itu tidak dosa, akan Papi lakukan. Biadab apa yang dia lakukan." Darren selalu terlihat sangat emosi setiap kali mengingat laki-laki yang telah merenggut keperawanan anaknya.
**
Tanggal pernikahan Zakiya dan Rafka semakin dekat. Segala persiapan sudah sembilan puluh sembilan persen selesai. Pewaris Sakinah Property ini akan menikah di sebuah hotel bintang lima di Jakarta esok lusa. Banyak tamu undangan yang akan hadir. Termasuk Azzam yang notabene adalah sepupu Rafka.
Pagi itu di kediaman Arka dan Yumna sangat sibuk. Hari ini mereka akan menggelar pengajian di kediaman mereka. Dengan harapan kelak rumah tangga Rafka dan Zakiya akan dipenuhi keberkahan. Dan menjadi keluarga sakinah, mawaddah, warohmah.
"Pagi calon pengantin." sapa Azzam saat melihat Rafka duduk sambil membaca buku di dekat kolam renang.
"Eh kak Azzam. Sudah lama?" tanya Rafka. Dia sengaja membaca di gazebo dekat kolam renang karena di bagian dalam rumahnya, banyak orang yang berlalu lalang. Sedangkan dia sedang butuh ketenangan. Menyiapkan mental untuk menghadapi hari bahagianya.
"Baru saja datang sama Papa dan Mama. Ada Shafiya juga." jawab Azzam yang masih berdiri di sebelah Rafka.
"Duduk sini lho Kak. Ngapain mematung seperti itu." tegur Rafka.
"Sudah siap lahir batin, Raf?" Azzam duduk di sebelah Rafka.
"InsyaAllah. Siap tidak siap, aku memang harus menghadapinya, Kan? demi mempersunting Zakiya."
"Zakiya sangat spesial buatmu ya?"
"Iya Kak. Kalau tidak spesial mana mungkin aku menikahinya. Lalu kapan Kakak juga akan menikah? bukannya kata Om Abi keluarga kalian sudah saling bertemu?" Rafka menutup buku panduan keluarga yang dicintai Allah. Dia fokus mendengarkan Azzam berbicara.
"Entahlah.. Aku maunya secepatnya. Tapi Papa dan Mama sepertinya belum memberi kepastian. Sepertinya mereka tidak setuju, Raf."
"Sabar ya Kak. Mungkin banyak hal yang harus dipertimbangkan oleh om dan tante. Semua orang tua pasti menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Mungkin ada sesuatu hal yang membuat mereka belum yakin. Tapi semoga saja dalam waktu dekat ini mereka yakin akan pilihan Kakak. Dia wanita solehah kan?" tanya Rafka.
"Ya tentu saja sholehah. Kalau tidak sholehah Aku tidak akan memilihnya menjadi pendamping kan?"
"Alhamdulillah kalau begitu. Berarti sudah tidak ada alasan lagi kan om dan tante menolak keinginan Kakak? atau tidak setuju dengan pilihan Kakak?"
"Harusnya sih begitu. Entahlah. Aku pusing mikirin itu. Terserah Papa dan Mama sajalah. Yang jelas dengan restu ataupun tanpa restu mereka, aku akan menikah dengan kekasihku."ucap Azam.
"Jangan begitu donk Kak. Kalau bisa menikah itu dengan restu orangtua. Kekasih? berarti Kakak selama di London pacaran dengan dia?" tanya Rafka penasaran.
"Ya begitulah. Di sana sudah biasa pacaran Rafka. Ya selagi masih bisa menjaga diri. Kenapa tidak?"
"Oh begitu ya?" Rafka tidak mau menegur Azzam atau menceramahinya. Yang dia tahu dulu Azzam adalah seorang panutan untuknya. Karena pemahaman agama Azzam lebih dalam dibandingkan dirinya waktu itu. Tapi apa yang membuat Azzam jadi seperti ini sekarang. Pertanyaan besar bagi Rafka ketika mendengar Azzam ternyata berpacaran selama di London.
"Kamu sudah kenal lama dengan Zakiya?" tanya Azzam tiba-tiba.
"Sudah sih. Kakak juga sebenarnya kenal kok dengan dia. Tapi buat surprise aja deh. Karena sekarang dia kan bercadar. Aku tidak mau mengganggu privasinya. Dia tidak suka dikenal banyak orang.
"Aku mengenalnya? siapa memangnya?" Azzam mencoba menebak.
"Ah sudahlah Kak. Kakak tidak perlu tahu deh. Nanti kakak malah terpesona lagi sama calonku." Rafka tertawa.
"Enggak mungkinlah. Aku sudah punya kekasih Rafka. Aku juga akan menikahinya. Tidak ada yang bisa menggantikan Kinan di hatiku. Bisa dibilang aku udah cinta mati sama dia."
"Masa sih cinta mati? tidak boleh terlalu mencintai seseorang seperti itu Kak. Sampai cinta mati segala. Artinya kalau dia mati Kakak juga ikut mati dong." ucap Rafka bergurau.
"Ya begitulah kira-kira. Karena aku sangat mencintai dia. Dia yang paling mengerti aku. Dan kami selalu berbagi suka dan duka sejak kami tinggal di London dulu."
"Tapi selama di London kalian tidak tinggal berdua kan? " ucapan Rafka menohok Azzam. Pasalnya selama di London dulu pergaulannya memang kelewat batas.
"Ya tentu saja tidak dong." jawab Azzam berbohong.
"Alhamdulillah. Syukurlah kalau Kak Azzam tidak sampai kebablasan. Karena kak Azzam kan jauh dari orangtua."
"Aku juga masih bisa mikir kali, Raf. Udah ah aku mau ke depan dulu. Kelamaan bicara sama kamu bisa jadi Pak Ustadz nanti aku." ucap Azzam lalu berdiri dan pergi meninggalkan Rafka.
Rafka hanya bisa mengelus dada melihat Kakak sepupunya yang sekarang jauh berbeda dari Azzam yang dulu ya kenal. Mungkin perubahan itu terjadi setelah dia tinggal di London beberapa tahun lamanya. Mulai dari cara berpakaian, cara berbicara dan pergaulan juga sangat berbeda sekarang. Rafka hanya bisa mendoakan Kakak sepupunya itu agar hatinya bisa terbuka dan tidak melakukan perbuatan yang dilarang agama. Rafka tiba-tiba ingat dengan Zakiya. Dia bersyukur karena di pertemukan Allah dengan wanita yang tepat. Yang sebentar lagi akan menjadi istrinya. Zakia di matanya sangat sempurna. Dan ia yakin Zakia adalah yang pertama dan terakhir dalam hidupnya. Zakia adalah karunia yang yang paling besar yang Allah berikan kepadanya.