Zakiya telah mendapatkan satu set perhiasan yang cocok dengannya. Perhiasan itu akan dibawa pulang oleh Rafka, dan akan diberikan sebagai mahar di hari pernikahan mereka. Perasaan Rafka dan Zakiya campur aduk. Rafka yang begitu bahagia karena sebentar lagi akan menikahi cinta sejak masa kecilnya dulu. Dan kini dia siap untuk membina rumah tangga dengan Zakiya. Bagaimana dengan Zakiya? dia belum bisa jujur dengan keadaannya saat ini.
"Eh Ki, kenapa sih bengong aja dari tadi? tenang aja perhiasannya nanti bakalan disimpen dan akan dibawa waktu akad nikah koq." Rafka menegur Zakiya karena di memperhatikan dari kaca spion Zakiya terlihat melamun.
"Eh, Kak Rafka. Maaf ya kak. Kakak dari tadi merhatiin aku ya?" tanya Zakiya.
"Iya. Ada apa sih? kenapa bengong?" tanya Rafka penasaran.
"Gapapa koq kak."
"Jangan kebanyakan bengong. Pikiran kosong itu gampang dimasuki Jin lho." ucap Rafka sambil tersenyum.
"Ya kak." Zakiya mengeluarkan buku dari dalam tasnya. Mungkin lebih baik dia membaca buku dari pada melamun.
"Calon kakak ipar gue nih emang TOP deh. Belajar terus kerjaannya." ucap Hana sedikit menggoda.
"Dari pada bengong Han." jawab Zakiya.
Ketiganya pun terdiam setelah Zakiya memutuskan untuk membaca buku. Tak lama kemudian mobil Rafka sampai di kediaman Darren.
"Udah sampai Nona Zakiya." ucap Rafka saat sampai di depan rumah mantan detektif terkenal itu. Di sebelah rumah Darren ada gudang mebel yang lumayan besar untuk memproduksi mebel.
"Eh, maaf kak. Keasikan baca sampai ga nyadar udah sampai rumah." ucap Zakiya sambil tersenyum. Meski senyumnya tak terlihat. Dia menoleh ke sebelah kanan ternyata Hana tertidur.
"Udah biarin aja Hana tidur. Dia sih kebiasaan kena angin dikit langsung tidur. " Rafka membuka pintu mobilnya. Untuk keluar dan mengembalikan Zakiya pada orangtuanya. Mereka memang hanya menyiapkan mahar saja. Untuk yang lain, semuanya diurusi oleh orangtua mereka.
"Kasihan kak ditinggal," ucap Zakiya yang kemudian ikut keluar dari mobil.
Di depan gudang, ada Darren yang sudah berdiri menyambut mereka.
"Assalamualaikum Om," sapa Rafka sambil mencium punggung tangan Darren.
"Waalaikumsalam. Lama sekali kalian perginya." tanya Darren.
Maaf ya Om. Tadi kita mampir makan dulu. Habisnya Zakiya belum makan." jawab Rafka.
"Ya sudah tidak apa-apa. Ayo Rafka masuk ke rumah dulu. Tante Rena juga ada di dalam." ajak Darren.
"Om Maaf bukannya menolak. Tapi emang mau menolak sih. Hehehe.. Si Hana tertidur di mobil. Jadi saya mau langsung undur diri saja. Kelamaan bersama Zakiya membuat saya nanti semakin tidak bisa tidur," candaan Rafka membuat Darren dan Zakiya tertawa.
"Kamu ini bisa aja, Raf. Ya sudah kalau begitu. Salam buat Papa Mamamu ya. Oh ya proyek sukses ya buat proyek yang baru saja kamu menangkan. Om dengar dari Papamu. Jenius kamu Raf, menuruni Papamu."
"Alhamdulillah, Om. Semua karena pertolongan Allah. Rejeki orang yang mau nikaj nih Om." Rafka dan Darren tertawa.
"Aamiin.. ya sudah hati-hati di jalan ya."
Setelah Rafka pulang, Zakiya mengajak Papinya masuk ke dalam rumah. Dia ingin mencurahkan isi hatinya pada Papinya. Dari tadi dia memikirkan masalah ini. Dia berharap Papinya bisa memberikan solusi untuknya.
"Pi, Kiya mau ngobrol sama Papi sebentar bisa?" tanya Zakiya.
"Iya Nak bisa. Ada apa sih Ki?"
"Masih masalah yang sama sih Pi. Tapi ini sungguh mengganggu pikiranku sejak tadi."
"Ya sudah kita ngobrol di ruang kerja Papi aja ya. Mami di rumah. Nanti malah Mami kepikiran kalau denger."
"Baik Pi." Zakiya mengikuti Darren ke ruang kerja yang ada di dalam gudang itu juga.
Zakiya seperti orang bingung. Dia memang terlihat biasa jika berhadapan dengan orang. Tapi ada sudut hatinya yang selalu merasa ketakutan kalau ada yang mengetahui tentang masalalunya. Termasuk Rafka. Apalagi Rafka adalah sepupu dari Azzam. Laki-laki yang sudah menghancurkan hidupnya.
"Ada apa, Nak? kenapa kamu murung? apa ada masalah dengan kuliahmu?" tanya Darren.
"Pah, aku ingin bilang sama Papa tentang suatu hal."
"Tentang apa, Kiya?" Darren menatap putrinya. Dia selalu berusaha untuk menjadi pendengar yang baik untuk putra putrinya. Karena siapa lagi kalau bukan dia. Renatapun tidak bisa diandalkan.
"Papi, aku selalu merasa bersalah sama Kak Rafka. Karena menyembunyikan masalaluku darinya. Dia laki-laki yang bisa dibilang nyaris sempurna. Apa pantas menikahi wanita hina sepertiku ini?" Zakiya tertunduk lesu.
"Papi kan sudah bilang Kiya, lupakan masalalumu. Masa depanmu adalah bersama Rafka. Papi tidak ragu dengan semua itu. Apa yang kamu takutkan?"
"Aku takut Kak Rafka akan membenciku kalau tahu aku pernah hamil di luar nikah dan melahirkan. Nanti kalau tahu gimana, Pi?"
"Aku akan malu sama Kak Rafka. Selama ini kak Rafka mengira aku wanita sholihah. Tapi kenyataannya aku pernah melakukan hal di luar batas."
"Kita sudah janji tidak akan membicarakan masalah itu lagi kan, Kiya? Jadi sudah tutup saja. Buka lembaran baru."
"Pi, aku mau bilang sesuatu juga. Ini jauh lebih penting dari semuanya. Dan belum papi tahu." Zakiya ingin membuka semua masalah yang saat ini sedang terjadi. Tentang siapa itu Azzam dan Rafka sebenarnya.
"Apa Kiya? apa yang Papi tidak tahu dari kamu? apa ada yang kamu sembunyikan lagi dari Papi?" Darrena menatap putrinya meminta penjelasan dari Zakiya.
"Pi, Papi kena kan sama Om Arka? dan Om Arka itu punya kakak namanya Om Abidzar."
"Iya Papi tahu. Papi juga kenal dengan Abizar. Hanya Papi lebih dekat dengan Arka. Memangnya ada apa, Nak?"
"Papi tahu siapa saja anaknya Om Abizar?"
"Tidak tahu. Papi tidak terlalu dekat jadi masalah keluarganya juga ga begitu tahu. Mungkin nanti kalau kamu menikah dengan Rafka, kita akan bertemu dengan anaknya Abizat juga."
"Papi, anaknya Om Abizar itu ada 2. Shafiya dan.. Azzam."
"Azzam siapa maksud kamu? Azzam yang..." Darren berharap Zakiya mengatakan semuanya.
"Iya Azzam yang ada di masalaluku, Pi. Orang yang sudah menghancurkan hidupku, Pi. Oleh sebab itu aku ingin bicara pada Kak Rafka dari sekarang. Sebelum semuanya tambah kacau."
"Enggak... Papi ga setuju, Kiya. Azzam tidak tahu siapa kamu. Karena kamu sekarang berbeda dari yang dulu. Papi tidak mau kehilang menantu seperti Rafka. Seperti yang kamu bilang, dia nyaris sempurna. Papi tidak mau gara-gara masalah Azzam, pernikahan kalian jadi gagal.
"Tapi aku merasa bersalah pada Kak Rafka, Pi."
"Terserah kamu Kiya. Selama ini Papi selalu membantumu untuk menutup aibmu, nak. Tapi sekarang kamu mau membukanya?"
"Papi tidak peduli dengan Azzam. Dia pasti tidak akan berani macam-macam. Dia itu kan pengecut. Tidak berani mengakui kesalahannya. Tentu dia tidak akan berani mengganggumu. Apalagi membuka aibnya di depan Rafka."
Zakiya masih termenung. Dia tidak yakin solusi yang diberikan Papinya adalah baik untuknya dan masa depannya.