Zakiya terlihat murung selama di dalam mobil. Dia menunduk saja dari tadi. Tidak ada niatan untuk menceritakan apapun dengan Papinya. Hal ini tentu saja membuat Darren khawatir. Darren begitu dekat dengan anaknya. Oleh sebab itu dia selalu tahu jika ada yang tidak beres dengan anaknya.
"Kiya, kamu kenapa, Nak? kenapa murung terus dari tadi?" tanya Darren yang terlihat khawatir dengan keadaan putrinya.
"Tidak apa-apa, Pi. Hanya sedang memikirkan kuliah tadi." Zakiya memang memikirkan orang di tempat dia kuliah. Orang yang baginya sangat jahat. Karena sudah merusak masa depannya.
"Oh ya sudah kalau begitu. Kalau kamu lelah, istirahat saja. Nanti Papi bangunkan kalau sudah sampai rumah."
"Iya, Pi." Zakiya menutup matanya. Bibirnya mengucap shalawat agar pikirannya tidak tertuju pada Azzam.
"Kiya, belum bisa tidur? Papi dengar kamu sedang bershalawat."
"Emm.. iya, Pi. Aku tidak bisa tidur. Tapi aku lelah."
"Apa insomniamu masih sering kambuh?"
"Sejak aku menghafal Qur'an, Alhamdulillah tidak Pi. Tapi maaf ya Pi. Mungkin aku belum bisa cepat hafalannya. Tidak seperti Sammy."
"Tidak apa-apa, Nak. Kamu dan Sammy mau menghafal Qur'an saja, Papi sudah sangat senang. Papi sudah pernah gagal menjagamu. Sekarang, Papi ingin kamu tidak salah langkah lagi. Dengan cara kita sekeluarga harus taubat nasyuha."
"Papi adalah Ayah terbaik buat aku. Jangan sedih lagi ya, Pi. Gara-gara aku, Papi jadi sedih."
"Eh bukan, Nak. Papi dulu banyak melakukan dosa. Dan mungkin ini adalah teguran. Bukan kamu yang mengecewakan Papi. Tapi Papi yang banyak salah sama Kamu dan Sammy."
"Tapi buat aku, papi tidak pernah salah. Papi sudah banyak melakukan sesuatu untukku."
"Makasih ya, Nak. Oh ya, Mami pesan es kelapa muda. Kita belikan dulu ya." Darren yang kini berwirausaha, sudah tidak lagi terikat waktu. Dia bisa kapan saja menjemput putrinya. Dia sekarang punya usaha meubelair dan bekerjasama dengan Perusahaan Sakinah Property. Arka dan Ernest yang tadinya menyarankan Darren untuk membuka usaha seperti itu. Agar perusahaan property milik Arka dan Ernest bisa mengandalkan dia untuk pengadaan perlengkapan interior rumah.
"Iya, Pi. Kita belikan Mami es kelapa muda dulu. Tadi Mami ngapain di rumah, Pi? apa Mami baik-baik saja?"
"Alhamdulillah dengan kesibukan Mama sekarang membuat tas, Mama sudah lebih baik ya, Pi."
"Alhamdulillah, semua karena kamu yang mengajari Mami membuat tas dan dompet. Mami jadi punya kesibukan dan pikirannya tidak kosong. Sikapnya juga lebih lembut sekarang."
"Sama-sama, Pi. Tapi aku mikirnya Mami sekarang jauh lebih baik karena kita semua mendekat pada Allah. Dan mungkin ini adalah berkah dari kita yang menghafal Al-Qur'an. Bukankah Al-Qur'an adalah obat juga, Pi?"
"Iya, semua karena Allah. Ya meski kita harus melewati banyak ujian hidup," ucap Darren saat membelokkan mobilnya di kios pinggir jalan yang menjual kelapa muda. Apapun dia berikan untuk istri tercintanya. Seperti makanan apa saja yang dia inginkan.
"Jangan lupa Mami suka yang pake sirup ya, Pi."
"Iya, Ki."
Setelah membeli es kelapa muda pesanan Renata, Darren dan Zakiya segera pulang. Renata pasti sudah menunggu. Begitu fikiran Darren.
"Eh, Ki ada panggilan dari Om Arka Nih. Pasti mau membahas ta'aruf antara kamu dan Rafka."
"Iya, Pi." Zakiya terlihat berseri-seri. Zakiya mengenal Rafka sudah lama. Sejak dia berteman dengan Hana. Dan ternyata sejak dulu Rafka sudah menaruh hati pada Zakiya.
Darren sudah memberi tahu semua tentang Sellia yang berganti nama menjadi Zakiya. Namun, Darren tidak memberi tahu apapun tentang masa lalu Zakiya. Biarlah itu menjadi aib anaknya yang akan dia tutupi. Dia ingat bahwa jika menutup aib, maka Allah juga akan menutup aib itu. Jadi buat Darren, masalalu putrinya yang kelam itu cukup ia simpan dan tidak akan dia ceritakan pada siapapun termasuk istrinya.
"Tuh kan bener, besok malam keluarga Om Arka akan datang untuk menta'aruf kamu, Ki." Ucap Darren setelah menutup panggilan dari Arka.
"Begitu ya, Pi?"
"Kamu beruntung jika bisa menikah dengan Rafka. Dia adalah pewaris Sakinah Property yang Alim dan sholeh. Arka telah mendidiknya dengan baik. Dia juga sering mengisi tausyiah. Apa yang kurang, Ki? tampan, sholeh dan mapan."
"Kak Rafka begitu sempurna ya Pi. Bagaimana kalau dia sampai tahu kalau aku sudah tidak---"
"Nak, sudah. Tutup lembaran kusam hidupmu. Kamu harus bangkit dan menatap masa depan. Semua sudah terjadi. Biar semua kita tutup rapat saja."
"Kalau nanti Kak Rafka kecewa bagaimana, Pi?"
"Berdoa sama Allah, agar Allah menutup rapat aibmu. Kalau dia mencintaimu karena Allah, Papi yakin dia akan menerimamu apa adanya. Melihat kamu yang sekarang. Bukan kamu yang dulu. Allah saja maha pengampun, kenapa manusia tidak?"
"Iya, Pi." tak terasa airmata Zakiya menetes. Dia akan memohon pada Allah agar semua berjalan lancar sampai hari H. Diapun akan menerima konsekuensinya jika suatu hari nanti Rafka tahu yang sebenarnya.
***
Arka memanggil Rafka ke ruangannya. Arka tidak sabar memberitahu putranya kalau dia baru saja menghubungi Darren membicarakan masalah ta'aruf antara dia dan Zakiya/Sellia.
"Assalamualaikum.. Pah." Sapa Rafka.
"Waalaikumsalam.. Duduk, Nak. Papa mau bicara sama kamu."
"Tentang apa, Pah?"
"Tentang Sellia.. Eh Zakiya. Papa sering lupa kalau Sellia sudah ganti nama menjadi Zakiya." Arka tersenyum menatap putranya yang tampak malu-malu.
"Lalu apa tanggapan Om Darren, Pah?"
"Om Darren senang sekali. Dan Papa sudah membuat kesepakatan dengan Om Darren kalau besok malam Insyaallah kita akan ke rumah Om Darren untuk menta'aruf Zakiya."
"Secepat itu, Pah?" Rafka tak menyangka jika keinginannya meminang Zakiya akan semudah ini. Bahkan kedua orangtuanya sangat mendukungnya. Zakiya adalah gadis yang ia cintai dalam diam. Dari remaja, dia sudah menaruh hati pada gadis itu tapi dia hanya bisa menyimpannya rapat-rapat. Barulah setelah dia kuliah dan menjadi kakak kelas Sellia, Rafka berani mengutarakan niatnya. Bukan untuk main-main. Tapi langsung meminangnya.
"Terus kamu mau lama-lama? Ga boleh pacaran, Raf. Ingat pesan Oma Almira dan Opa Alvin. Kamu harus menjaga kehormatan wanita. Kalau kamu sudah mantap ya ta'aruf lalu nikah. Sudah. Ga usah pacar-pacaran."
"Iya, Pah. Rafka tahu. Makasih ya Pah. InsyaAllah Rafka akan menjaga kehormatan Zakiya."
"Ya sudah kamu kerja yang bener ya. Sebentar lagi kamu akan menikah, punya keluarga. Dan kamu akan jadi pemimpin. Azzam katanya mau jadi dosen saja. Kalau memang dia mau jadi dosen, berarti SP kelak akan kami berikan padamu. Dan selalu ingat pesan Opa. SP itu dibentuk dengan dasar syariah. Jadi sampai kapanpun. kamu harus menjalankan perusahaan ini dengan dasar syariah. Jangan pernah kamu kembalikan lagi ke konvensional. Kamu mengerti, Raf?"
"Iya, Pah. Aku akan selalu mengingat pesan Opa dan Papa. Aku juga tidak berani melenceng, Pah. Ngeri kalau sampai berhubungan dengan riba."
"Ya sudah. Sana kembali ke ruanganmu. Papa mau menghubungi Mama agar menyiapkan apa saja yang akan kita bawa besok malam. Persiapakan dirimu ya, anak bujang."
"Iya, Pah."