Seorang gadis bercadar sedang berlari mengejar jam mata kuliahnya. Sudah dipastikan hari ini dia terlambat. Karena harus membantu maminya yang sekarang sibuk membuat pesanan Tas dan dompet etnik.
'Ya Allah semoga saja dosennya belum masuk.' gadis itu berdoa dalam hati sambil berjalan cepat menuju ke ruang kelasnya. Ini adalah pertama kalinya dia masuk di semester tiga. Jurusan manajemen yang dia pilih. Dan hari ini jadwal mata kuliah pertamanya adalah manajemen operasi.
Gadis itu berdiri di depan ruang perkuliahannya. Ternyata kelasnya sudah dimulai. Dia diam sejenak sambil mengucap doa dalam hati agar dia tidak di marahi oleh dosennya.
"Bismillahirrohmanirrohim." Gadis itu memberanikan diri mengetuk pintu.
Tok tok tok. Gadis bercadar itu mengetuk pintu tiga kali.
Ceklek. Seorang lelaki tampan yang sangat ia kenal berdiri di hadapannya. Walau tanpa kacamata, tapi dia sangat mengenal lelaki itu. Lelaki yang pernah meninggalkan luka mendalam di hati gadis itu.
"Jam berapa ini? kenapa baru datang?" tanya lelaki itu.
"Emm.. maaf Pak saya tadi membantu Mama saya jualan dulu." Gadis itu memalingkan muka. Padahal cairan bening kini sudah menggenang dimatanya.
"Tolong lain kali tepat waktu kalau mau mengikuti mata kuliah saya. Jika besok kamu terlambat lagi, kamu tidak usah ikut mata kuliah saya sampai selesai semester ini."
"Baik Pak."
"Siapa namamu?" tanya dosen itu. Gadis di depannya gelagapan. Tapi beruntung empat tahun lalu Papinya sudah mengganti namanya.
"Zakiya, Pak. Zakiya Arselia Putri." jawab gadis yang bernama Zakiya.
"Silakan duduk Zakiya."
"Terima kasih Pak." ucap Zakiya sambil menunduk.
Sellia yang sekarang berganti nama menjadi Zakiya, hanya bisa menunduk saat lelaki yang bernama Azzam itu menjelaskan mata kuliah. Dia tidak mampu menahan rasa sakit di hatinya. Ingatannya terlempar ke masa lalu dimana dia dicampakkan oleh lelaki yang kini menjadi dosennya.
'Ya Allah kenapa kau pertemukan lagi dengan laki-laki ini? kenapa harus bertemu lagi dengan dia ya Allah?' Zakiya menunduk. Dia tidak bisa menyembunyikan kegelisahan hatinya. Hari ini dia sama sekali tidak bisa fokus mengikuti mata kuliah. Yang ada hanya bayangan masa lalu ketika laki-laki itu dengan teganya menodai dan mencampakkan begitu saja.
"Zakiya!!" teriak Azzam dari depan. Tapi yang dipanggil tidak juga menyahut.
"Kiya.. dipanggil Pak Azzam tuh." Tiana teman sebelah Zakiya menyenggol lengan gadis itu.
"Apaan sih, Na." Zakiya menoleh ke arah Tiana.
"Itu lho." Tiana mengedipkan matanya. Dan ketika Zakiya mendongak, ternyata Azzam sudah ada di depannya.
"Maaf Pak." Zakiya menunduk meminta maaf pada Azzam.
"Kamu ini ya.. Tadi sudah terlambat masuk kelas. Sekarang malah melamun. Kamu tidak niat ikut kelas saya?" Bentak Azzam.
Zakiya sampai kaget mendengar suara Azzam. Azzam yang dulu begitu lembut padanya, sekarang ketahuan belangnya. Dia adalah laki-laki yang arogan.
"Saya benar-benar minta maaf Pak."
"Sekarang jelasin apa yang dimaksud dengan manajemen operasi? tujuannya apa koq perusahaan butuh menajemen operasi?"
"Manajemen operasi/operasional adalah area bisnis yang berfokus pada proses produksi, serta memastikan pemeliharaan dan perkembangan berlangsung secara efektifdan efesien
tujuan manajemen operasi yaitu mengatur penggunaan semua sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan (bahan mentah, tenaga kerja, mesin, dan perlengkapan) sehingga proses produksi berlangsung efektif dan efisien." Zakiya menjelaskan dengan lancar. Padahal dari tadi dia tidak mendengarkan.
Azzam terdiam sesaat. Dia seperti pernah mendengar suara seperti ini sebelumnya. Tapi kemudian dia menggeleng karena dia sudah bertemu banyak orang. Pasti pernah mendengar suara seperti ini.
"Bagus. Kalau tadi kamu menjawab salah, bisa saya pastikan kamu keluar dari kelas saya. Dan tidak usah mengikuti mata kuliah saya lagi." Azzam berjalan ke depan kelas.
"Ganteng sih tapi galak ya Ki." ucap Tiana pada Zakiya.
"Hushh.. jangan banyak bicara." tegur Zakiya. Allah telah menolongnya. Sehingga dia bisa lolos dari ancaman Azzam. Rasa sakit itu masih ada sampai sekarang.
Zakiya menahan rasa sesak. Karena waktu dilaluinya dengan perasaan galau dari awal sampai akhir. Zakiya langsung keluar dari kelas saat kelas sudah selesai. Dia bahkan keluar paling awal di antara mahasiswa yang lain. Termasuk mendahului Azzam.
Azzam yang sedang memasukkan buku-bukunya ke dalam tas, melihat sekilas gadis bercadar itu melewati depan mejanya tanpa permisi. Gadis itu nyelonong keluar.
Zakiya masuk ke dalam toilet, melepas cadarnya dan menangis di sana. Dia sudah menahan airmatanya agar tidak keluar sejak tadi. Dia harus rela meninggalkan sekolahnya karena Azzam. Masa depannya hampir hancur gara-gara lelaki itu. Tapi untung Allah memudahkan urusannya. Dan semua kembali normal lagi setahun setelah Azzam pergi meninggalkannya. Dan dia tidak bisa sekolah SMA sebagiamana umunnya. Dia harus home schooling untuk tetap bisa sekolah. Dan saat kuliah, dari dalam hati dia ingin berhijrah. Dan mengenakan cadar. Cadar memang awalnya untuk menutupi jati dirinya yang saat itu sudah tersebar berita miring di SMPnya. Tapi sekarang dia mengenakan cadar untuk menghindari tatapan laki-laki. Dia tidak ingin mengenal laki-laki. Sampai akhirnya Darren, Papinya ingin mengenalkan dia pada anak Arka yang bernama Rafka.
'Ya Rabb bantu hamba. Apa hamba harus pindah kampus? agar hamba tidak bertemu dengan lelaki kejam itu lagi?' batin Zakiya. Dia membasuh wajahnya. Terasa menyegarkan. Setidaknya dia jauh lebih baik sekarang. Setelah menumpahkan isi hatinya dengan menangis.
Zakiya keluar dari toilet. Dia bersiap untuk mengikuti mata kuliah selanjutnya. Yang akan dimulai setengah jam lagi. Zakiya duduk di antara teman-temannya yang lain. Dia seperti terlahir kembali. Setelah dia berhijrah dan berganti nama. Kini semua temannya mau menerima dia. Mungkin semua tidak akan seperti ini kalau dia masih dengan identitas lamanya.
"Pak Azzam ganteng ya Ki." tanya salah satu mahasiswi teman sekelas Zakiya.
"Kamu jangan tanya Zakiya, Han. Dia mana tahu Pak Azzam ganteng apa tidak. Melihat aja ga berani. Ya kan Ki?"
"Emm Iya Han." Ucap Zakiya singkat. semua teman-teman Zakiya hanya menggodanya. Karena mereka tahu Zakiya sangat menjaga jarak dengan lelaki. Bahkan teman sekelasnya yang laki-laki saja, dia jarang bertegur sapa. Kalau dibilang trauma bisa saja. Tapi dia berusaha mengelola perasaanya agar tetap di jalan Allah. Karena dia tidak mau depresi seperti Maminya.
**
"Kiya, mau pulang sekarang?" tanya Tiana saat mereka sudah selesai menjalani mata kuliah kedua hari ini.
"Iya, Na. Sepertinya Papiku sudah menunggu di depan."
"Ya sudah, sampai jumpa besok ya." ucap Tiana. Zakiya melambaikan tangan pada Tiana.
"Assalamualaikum, Pi." ucap Zakiya saat menghampiri Papinya yang berdiri di sebelah mobil sedan warna merah. Darren sekarang sudah tidak lagi menjadi detektif. Bahkan penampilannya sekarang jauh berbeda. Dia mengenakan baju koko kemanapun. Termasuk menjemput putrinya. Darren merangkul putrinya masuk ke dalam mobil.
"Dasar perempuan sok suci. Dari luar aja bercadar. Ternyata sama Om-om." dari kejauhan ada lelaki yang mengenakan kacamata hitam memperhatikan Zakiya.