Empat Tahun Kemudian
Lelaki yang kini telah menyandang gelar Sarjana dan Master dari Universitas Oksford itu menginjakkan kaki di Bandara Soekarno Hatta. Setelah perjalanan panjang dan melelahkan, dia kini sudah sampai di tanah air tercintanya. Ini adalah pertama kalinya dia pulang setelah tiga tahun menimba ilmu di negeri orang. Setiap kali libur semester atau lebaran saja, dia tidak mau pulang ke Indonesia. Alasannya tetap sama. Dia tidak mau bertemu dengan gadis masa lalunya.
"Honey, kita pisah di sini ya. Aku sudah dijemput sama supirku. Kamu juga dijemput kan?" tanya seorang gadis berambut blonde di sebelahnya dan masih bergelayut manja di lengannya.
"Iya, sayang.. Nanti kita atur makan malam dengan keluarga kita ya. Aku sudah kasih kabar ke Mama kalau sebentar lagi kita mau tunangan," ucap laki-laki yang kini tak lagi mengenakan kacamata. Dia sudah mengobati minusnya dan sekarang tak ada lagi kacamata yang melekat dimatanya.
"Oke Honey. See you. I love you." gadis berambut blonde itu memeluk lalu mencium pipi kanan dan kiri kekasihnya.
"Okay.. take care honey. See you." balas si lelaki.
Lelaki itu menunggu di ruang tunggu terminal kedatangan. Karena kedua orangtuanya belum juga datang untuk menjemputnya.
"Assalamualaikum Azzam." ya lelaki itu adalah Azzam. Mamanya, Salma memeluk erat dirinya. Sambil bercucuran airmata. Bagaimana tidak. Anak laki-lakinya ini sudah lama tidak pulang. Ibu mana yang tidak rindu.
"Waalaikumsalam, Mama.. bagaimana kabarnya?"
"Alhamdulillah baik, Nak. Mana calonmu? katanya kamu datang dengan calon istrimu danau dikenalkan sama Mama?"
"Ah iya, Ma. Maaf tadi dia sudah dijemput. Mungkin kita akan jadwalkan untuk pertunanganku dengan Kinan ya, Ma."
"Kamu sudah mantap mau menikah dengan gadis itu, Nak? apa sudah kamu pikirkan matang-matang?"
"Sudah, Ma. Kinan gadis yang baik dan cerdas. Kami selalu meraih juara pertama dan kedua. Bahkan kemarin kami bisa wisuda bareng."
"Bagaimana agamanya?" Tanya Salma.
"Baik, Ma." Azzam tidak berani menceritakan keadaan Kinan yang sebenarnya. Tanpa hijab, pakaian tidak menutup aurat dan rambut blondenya.
"Alhamdulillah. Mama sih yang penting anaknya sholehah dan bisa jadi istri yang baik untukmu nanti."
"Aamiin.. pasti bisa. Ma." Azzam tak peduli meski orangtuanya nanti tidak setuju.
"Yuk pulang. Papa tidak bisa jemput, karena banyak pekerjaan Zam. Maaf ya. Nanti malam insyaallah keluarga Tante Syila dan Om Arka pada datang. Mereka sudah merindukanmu.
"Aku juga merindukan mereka, Ma,"
Salma dan Azzam berjalan menuju mobil mereka. Pewaris dari Sakinah Property ini masuk ke dalam mobil bersama mamanya.
"Selamat ya, Zam. Kamu diterima jadi dosen di kampus Indonesia. Mama bangga sama kamu. Akhirnya anak mama ada yang menuruni Mama. Jadi dosen. Tapi kamu hanya tamu ya disana. Prioritas utamamu tetap SP. sesuai perintah Papa."
"Iya, Ma. Aku tahu. Aku akan membagi waktuku menjadi dosen dan karyawan Papa."
"Baiklah..Mama yakin kamu bisa. Kamu anak mama yang pintar."
"Makasih, Ma."
Mobil mereka melaju dengan kecepatan sedang. Sepanjang perjalanan, Azzam banyak bercerita pada Mamanya. Tentang semua yang terjadi selama tiga tahun dia di negeri orang.
"Kinan itu smart, Ma. Aku suka pembawaan dia yang supel dan berwawasan luas."
"Kamu di sana tidak pacaran, kan?" Hampir setiap hari Salma telepon dan mengingatkan Azzam jangan sampai pacaran.
"Engg..gak sih Ma. Cuma temen deket aja. Besok kita tunangan. Terus langsung nikah aja sebulan kemudian, ya Ma," kilah Azzam.
"Alhamdulillah kalau begitu. Selalu ingat pesan Oma dan Opa ya. Ga boleh pacaran. Kalau udah cocok, langsung ta'aruf dan nikah aja," ucap Salma.
"Iya, Ma. Makanya aku mau langsung nikah saja. Kinan udah cocok banget sama aku, Ma."
***
Malam harinya di rumah Abizar dan Salma akan diadakan makan malam bersama dengan keluarga Arsyila dan Arka. Mereka akan bersilaturrahim sekaligus syukuran kepulangan Azzam yang sekarang sudah lulus kuliah S2.
"Assalamualaikum.. semuanya.. Alhamdulillah anak kami Azzam sudah menyelesaikan pendidikan sarjana dan masternya di Oksford University. Dan sekarang dia akan menetap di Indonesia. Ya kan Azzam?" Tanya Abizar yang terlihat sangat bangga dengan prestasi putranya.
"Iya, Pah."
Arsyila dan Ernest hanya diam. Sedangkan Davin yang sudah berumur 5 tahun itu tampak asyik bermain dengan sepupu-sepupunya yang sudah besar-besar.
Ernest dan Syila yang tahu semua masalalu Azzam, tidak pernah berani mengungkapkan rahasia besar Azzam yang selama ini dia tutup rapat. Ernest menatap Istrinya lalu menggeleng. Dia tahu apa yang dipikirkan Syila.
"Dan kesempatan ini juga, saya mau mengumumkan kalau Azzam sebentar lagi mau bertunangan dengan temannya yang juga kuliah di sana."
"Alhamdulillah Bang, akhirnya Azzam akan menikah juga." ucap Arka.
"Gimana kabar Rafka, Om?"
"Rafka sekarang selain mengurus SP, juga lagi latihan berdakwah."
"Oh jadi ustadz maksudnya?"
"Belum lah. Tapi ya semoga suatu hari nanti."
"Sudah selesai kuliahnya, Om?"
"Alhamdulillah sudah S1 kemarin. Ambil manajemen juga kayak Om dulu."
"Oh Syukurlah kalau begitu."
"Rafka sekarang penampilannya udah kayak ustadz lho, Zam. Sering pakai gamis. Tapi kalau di kantor ya enggak." ucap Abizar.
"Alhamdulillah Bang. Rafka, Hana dan Mareta semuanya aktif dalam bidang keagamaan. Apalagi yang kita harapkan sebagai orangtua kalau bukan anak keturunan yang sholeh sholehah. Azzam dan Shafiya juga. Rahimahullah Ayah dan bunda kita pasti bahagia kalau melihat cucu-cucu mereka kini menjadi anak-anak yang sholeh ya, Bang."
"Iya, Ka. Aamiin... semoga anak-anak kita selalu dilindungi Allah dari perbuatan maksiat dan dosa besar." Balas Abizar. Azzam yang mendengar hal itu seperti tertohok. Karena dia yang sekarang bukan seperti yang dibicarakan Papa dan Omnya.
"Syila, Ernest kenapa diam saja? ayo semuanya silakan makan. Aku masak banyak lho hari ini," ucap Salma yang terlihat bahagia.
"Kak, Azzam mau menikah dengan siapa? padangan Syila dan Azzam beradu. Azzam sempat berpikir apa Syifa sudah mengungkapkan semua rahasianya pada kedua orantuanya? tapi kalau sudah, kenapa Papa dan Mamanya tidak marah padanya? Azzam yakin Syila tidak akan berani mengadu pada orangtuanya.
"Dia temen kampusku di Oksford, Syil. Kami sama-sama mahasisqa berprestasi di sana. Dan setelah kami lulus dan merasa cocok, kami langsung berniat ingin menikah." ucap Azzam.
"Oh begitu?" Ernest menggenggam tangan istrinya. Dia tahu ini bukan urusannya. Dia hanya ingin semuanya terbongkar suatu hari nanti.
"Rafka juga kabarnya ingin berta'aruf dengan adik kelasnya di kampus dulu. Wanita bercadar."
"Alhamdulillah, Ka. Kamu mau dapat menantu juga." Abizar tak kalah bahagia.
"InsyaAllah.. semoga saja, Bang. Aku yang penting Rafka bisa jaga diri. Dapat wanita sholehah. Waktu lihat fotonya bercadar. Ya tambah seneng lagi aku. Semoga mereka jodoh dan bisa membangun rumah tangga yang sakinah mawaddah warohmah."
"Aamiin.." semua mengucapkan Aamiin. Kecuali Azzam yang terlihat galau apakah wanita pilihannya akan diterima oleh keluarga besarnya atau tidak. Jangankan cadar. Berhijab saja tidak.
####