REVAN
Semalam Larisa menelponku saat aku bersama Almira. dia bilang ada orang yang menggedor-gedor pintu rumahnya.dia terdengar menangis diujung sana.aku yang sedang panik langsung menutup telponnya dan bergegas ke rumah kontrakan Larisa yang alamatnya sudah di shareloc ke aku.
Aku menyusuri jalanan jakarta yang masih padat. berkali kali aku membunyikan klakson. karena tak sabar menghadapi kemacetan ibu kota ini yang parah sekali di jam pulang kerja seperti sekarang.
Akhirnya setelah perjalanan yang terasa sangat lama, aku tiba dirumah kontrakan Larisa. y Allah rumahnya kecil dan aku melihat sosok lelaki yang sedang memegang minuman haram itu. rupanya yang tadi menggedor pintu Larisa adalah orang mabuk. aku mencari rumah pak RT setelah kutanyakan warga sekitar. rumah beliau tidak jauh dari kontrakan Larisa.
Setelah bertemu Pak RT setempat dan aku meminta Pak RT untuk membantu mengusir pemuda mabuk yang masih berada didepan rumah Larisa.
"Terimakasih bantuannya Pak,"
"sama-sama , kalau boleh tahu anda siapa?"
"saya saudara dari perempuan yang tinggal dikarenakan ini. dia tadi menghubungi saya karena merasa ketakutan" ucap Revan bohong. karena dia tidak ingin orang-orang berfikir buruk pada larisa. dengan mengatakan dia saudara barangkali bisa melindungi nama baik Larisa.
sepeninggal Pak RT dan warga lain, aku mengetuk pintu Larisa.
"Assalamualaikum sa, ini aku Revan" Larisa membuka pintu sambil berlinangan airmata.saat itu sudah pukul 9 malam. Larisa menghambur kepelukanku. aku membeku, ingin rasanya tangan ini memeluk dan menenangkannya. Tapi Aku tidak mau jadi laki-laki brengsek yang memanfaatkan keadaan.
Merasa tidak dibalas, Larisa melepaskan pelukannya.
"maaf Revan, aku spontan memelukmu. aku tadi sangat ketakutan. Aku merasa sendiri, aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan dalam keadaan seperti ini. tidak ada yang melindungi ku. "
"sudah tenang, aku disini sekarang. kamu ga perlu khawatir.oke?" Larisa mengangguk.
"Kalau begitu aku pulang dulu ya Sa, Aku tadi meninggalkan istriku dirumah.
"istri? kau sudah menikah Van?" Aku lupa Larisa belum tahu tentang pernikahanku.
"maaf aku tidak tahu kalau kamu sudah menikah.maaf juga tadi sudah peluk-peluk kamu. Tapi bisakah kamu menemaniku sebentar?aku masih takut berada sendiri di rumah ini" Aku tidak tega membiarkan Larisa yang masih merasa ketakutan. bagaimanapun Larisa pernah menjadi bagian dalam hatiku . Aku takut terlalu lama berada disini akan memunculkan getaran-getaran yang sudah mati.
" Sa, apa tidak sebaiknya kamu pindah saja dari sini? lingkungan disini seperti nya tidak begitu nyaman"
"Tapi aku hanya mampu menyewa ditempat ini Van. Aku tidak punya banyak uang." Aku menghela nafas, bagaimana bisa Larisa berada ditempat seperti ini dalam keadaan hamil pula.
"besok aku bantu cari apartemen yang dekat dengan kantor. bukankah besok kamu sudah mulai kerja?kamu bisa bayar nanti kalau kamu sudah gajian.kamu sedang hamil dan kamu butuh tempat nyaman untuk tinggal Sa."
"Tapi Van..."
"sudah tidak ada tapi-tapian anggap saja ini bantuan seorang sahabat yang membantu sahabatnya yang sedang dalam kesulitan. kamu tidak perlu sungkan minta tolong padaku Sa. istriku sedang hamil juga. jadi aku tahu kondisi orang hamil seperti apa.
"Istrimu sangat beruntung punya suami sepertimu Van"
"Alhamdulillah.Aku bantu berkemas ya. besok kita cari apartemen setelah pulang kerja"
"terima kasih Van"
Aku membantu Larisa berkemas sampai tak terasa hampir pukul 12 malam. beruntung tadi aku bilang ke Pak RT kalau aku saudara Larisa.jadi tetangga-tetangga disini tidak ada yang akan mencurigai keberadaanku disini.
"Sa, aku pulang duluan y Sa.sudah larut malam.besok kamu pakai taxi aja kekantor. masih ada uang?"
"iya Van masih ada koq kalau cuma buat naik Taxi."
"oke, aku pulang duluan ya".
Aku mengendarai mobilku dengan kecepatan sedang. jakarta adalah kota yang tak pernah mati.larut malam beginipun masih ramai. aku ingat dulu sering menghabiskan waktu diclub malam bersama teman-temanku. bersyukur sekarang ada Almira yang selalu mengingatkan dia untuk selalu berada dijalan Nya.
pukul 1 dini hari aku sampai dirumah. Almira membukakan pintu untukku. Aku sangat lelah dan segera membersihkan diri. Almira tidak bertanya apapun ,setelah memberikan aku secangkir teh dia bertanya aku dari mana. aku jawab habis bantuin teman yang kena musibah. aku tidak bilang kalau temanku perempuan. bisa-bisa lampiran marah , tahu sendiri ibu hamil sensitifnya minta ampun.
Aku mengajaknya tidur. aku masih memikirkan besok banyak sekali pekerjaan yang akan aku kerjakan dikantor . sebagai manajer keuangan, aku punya tanggung jawab besar untuk menyusun laporan keuangan perusahaanku. aku menatap langit-langit kamar dan memikirkan yang besok akan aku kerjakan.
Besok pagi-pagi aku juga mau bertemu dengan mahesa sesama manajer. membahas kinerja perusahaan untuk penyusunan laporan keuangan.pusing sekali aku.
Aku tertidur dan sudah berapa jam aku tidur, tapi sepertinya sebentar sekali. Almira membangunkanku sholat subuh. aku tidak boleh meninggalkan kewajibanku. apalagi sebentar lagi aku akan menjadi ayah.
sewaktu sedang minum kopi buatan istriku tersayang, aku menerima telpon dari mahesa. sengaja menjauh dari Almira. Mahesa memintaku untuk segera kekantor sekarang. ada masalah yang akan kami bicarakan.
Setelah merapikan pakaian dan Almira memasangkan dasi untukku, kulihat wajahmu cemberut. kenapa lagi istriku ini. lucu sekali dia kalau sedang merajuk begini. aku tersenyum dalam hati. sambil mengamati wajah istriku yang cantik ini.
"sayang kenapa cemberut?"
"emang aku terlihat cemberut mas?"katanya sambil memanyunkan bibirnya.
"ha ha ha... kamu lucu sekali sayang."
"mas berangkat dulu ya. dede jagain bunda ya sayang, jangan nyusahin bunda ya?" aku mengelus perut almira yang sedikit membesar. aku harus sering mengajak calon anakku ini berbicara agar dia bisa merasakan kehadiran ayahnya yang selalu menyayanginya.
"hati-hati ya mas."
"iya sayang.Assalamualaikum.."
"Waalaikumsalam"
*****