Chereads / Impian Nona Pianis / Chapter 4 - Impian Yang Terlupakan

Chapter 4 - Impian Yang Terlupakan

Eliza duduk diam didalam mobil. Ia merasa tegang, takut dan kedinginan. Akal sehatnya seperti menyalakan alarm bahaya yang mengingatkannya untuk tidak dekat dengan orang asing, tapi pikiran dan tubuhnya terlalu lelah untuk mencari jalan lain.

Nampaknya lelaki itu menyadari ketegangan gadis muda ini. Kaos Eliza yang basah terkena hujan menempel dibadannya dan menampilkan pemandangan yang sulit dilukiskan. Lekuk tubuhnya sangat mempesona.

Ia mengerjapkan matanya berkali- kali. Rahang lelaki itu mengeras dan ia memegang stir mobil dengan kuat. Berusaha mengendalikan monster yang ada dalam dirinya. Ia harua tetap waraa. Rey terus mengingatkan dirinya untuk memperlakukan Eliza dengan lembut. Ia adalah gadis lugu dan polos. Ia belum ternoda dan Rey harus bersabar dengannya.

Kamu jangan ketakutan seperti itu. Saya adalah guru disekolahmu. Saya tidak pernah mengajar dikelasmu, jadi wajar saja kalau kamu tidak begitu mengingat saya. Panggil saya Rey. Tidak usah tegang begitu sahutnya santai.

Apakah kamu sudah makan malam Eliza?? tanyanya dengan suara lembut. Untuk sesaat kegundahan dihati gadis kecil ini menghilang mendengar nada suara yang lembut, dengan ragu- ragu ia menggelengkan kepalanya. Mungkin ia adalah salah satu dari sekian banyak anak yang haus akan perhatian orangtua. Ia terlalu cepat mempercayai orang asing. Anak- anak yang dibesarkan dari keluarga bermasalah akan cenderung gampang terbujuk dengan hal- hal kecil seperti perhatian palsu. Itu sebabnya mereka lebih gampang terjerumus kedalam pergaulan yang salah.

Sebaiknya kamu menghubungi orangtuamu. Ini sudah larut malam dan mereka mungkin panik menyadari kamu belum pulang kerumah.

Eliza menjawab pelan, baiklah. Ia tahu tidak ada yang menunggunya dirumah. Ayahnya terlalu sibuk dengan istri mudanya. Sementara ibunya bekerja keras siang dan malam untuk memenuhi kebutuhan Eliza dan kedua kakaknya.

Ia mengeluarkan handphone dari kantongnya dan mencari nomer ibunya. Dalam dering ketiga, telpon itu tersambung. Terdengar nada suara wanita disambungan tersebut.

Halo bu??..sebut Eliza. Nada suaranya pelan dan ragu- ragu. Sambil memegang telpon, tanpa sadar jari telunjuk Eliza yang kosong mulai memutar ujung rambutnya yang tergerai basah. Mungkin ia melakukan itu tanpa sadar untuk menutupi kecanggungannya didalam mobil.

Eliza sayang, hari ini ibu tidak pulang kerumah. Ibu harus lembur hari ini. Kita mendapatkan kontrak kerjasama dengan Sekolah Middenhill. Ibu akan menabung untuk biaya masuk kuliahmu sayang, suaranya terdengar letih.

Ibu Eliza memiliki usaha percetakan kecil yang dikelolanya sendiri. Baiklah bu jawab Eliza. Ia menghela nafas lega. Kedua kakaknya juga bekerja keras untuk membiayai kuliah mereka. Yang artinya tidak akan ada yang menyadari apakah Eliza pulang terlambat hari ini.

Rey tersenyum tipis. Ia mendengar percakapan Eliza. Mobil Rey berbelok kekiri dari jalan besar dan memasuki pemukiman mewah De Casaz yang hanya berjarak 15 menit dari restoran tempat Eliza bekerja. Penjagaan perumahan mewah itu luar biasa. Digerbang masuk berjaga sekuriti dibagian kiri dan kanan. Setelah melihat mobil Maybach hitam melaju mendekati, gerbang De Casaz terbuka otomatis. Sekuriti mengenali pemilik mobil itu. Mereka langsung bersiap dan memberikan hormat kepada lelaki yang berada didalam mobil.

Eliza terlalu letih untuk memperhatikan keanehan itu. Ia mengira sikap mereka adalah hal yang wajar karena lelaki ini tinggal di pemukiman ini. Ia tidak tahu bahwa pemukiman mewah ini adalah salah satu anak perusahaan Komatsu Real Estate.

Mobil melaju pelan dan berhenti digerbang rumah No.9. Rumah dengan desain minimalis dan warna monokrom hitam putih. Rumah itu terkesan dingin sesuai dengan pemiliknya.

Pintu rumah terbuka dan seorang wanita paruh baya keluar untuk menyambut tuannya. Selamat malam Mr. Rey.

Rey berjalan didepan diikuti oleh Eliza dibelakangnya. Ia mengangguk pelan saat mendengar salam bibi Fang.

Bibi Fang adalah wanita paruh baya yang telah mendedikasikan hidupnya untuk bekerja sebagai pengasuh Rey semenjak ia masih bayi. Bibi Fang kehilangan anaknya diusia muda. Oleh sebab itu, ia sangat menyayangi Rey seperti anak kandungnya sendiri.

Ia terkejut melihat anak lelaki yang ia besarkan ini membawa pulang seorang nona muda yang pakaiannya basah kuyup. Gadis ini berasal dari keluarga kelas bawah pikirnya. Ia mengamati gadis ini dari atas hingga ke bawah dengan pandangan menilai. Lalu memutuskan bahwa gadis ini benar- benar lugu dan polos. Ia merasa iba pada gadis ini. Ia adalah wanita pertama yang dibawa Rey pulang kerumah. Dan sudah pasti tuan muda memiliki ketertarikan terhadapnya. Apakah tuan muda serius atau hanya sekedar penghangat kasur??.. bibi Fang tenggelam dalam lamunannya.

Rey menginstruksikan untuk memberikan pakaian bersih kepada gadis disebelahnya. Ia juga meminta disiapkan makan malam untuk gadis itu.

Setelah mendengar perintah tuan muda, bibi Fang segera mengambil pakaian bersih dan memberikannya kepada gadis ini. Sikapnya yang penuh sopan santun tidak luput dari tatapan bibi Fang. Silahkan nona ganti pakaian nona dikamar tuan muda.

Eliza tertegun mendengar perkataan pelayan itu. Ia lalu menjawab pelan, maaf bibi, tapi saya bukan wanita bayaran. Bibi Fang lalu tersenyum lebar. Ia lalu menjawab, tuan muda adalah lelaki terhormat dan nona adalah tamu beliau. Ia tidak akan melakukan sesuatu hal yang akan mencoreng nama baik nona sebut bibi Fang.

Eliza terdiam dan merasa pipinya bersemu merah menahan malu. Ia terlalu banyak berprasangka buruk pikirnya. Tidak semua orang seperti ayahnya yang meninggalkan keluarganya demi istri muda.

Ia menghela nafas. Ia sedang menimbang apakah harus meminta maaf atas prasangka buruknya ini.

Perlahan Eliza membuka pintu kamar dan menutupnya. Dengan langkah lesu ia mengganti pakaiannya yang basah.

Pakaian yang ia kenakan berupa dress selutut berwarna biru langit. Dress ini sangat indah, gumam Eliza. Ia kemudian mengeringkan dan menyisir rambutnya.

Karena saat masuk, ia terlalu canggung dan malu, ia tidak menyadari dekorasi kamar ini. Kamar ini terlihat dingin dan angkuh. Ruangan dengan kombinasi abu dan hitam. Disudut ruangan terdapat jendela lebar yang menampilkan pemandangan halaman rumah itu. Terdapat sofa kulit bewarna hitam disudut ruangan. Sungguh kamar yang mewah pikir Eliza.

Ia bergegas keluar kamar. Saat ia berjalan menuruni tangga, Rey sedang duduk di sofa. Tiba- tiba, ia menoleh keatas.

Nafasnya seolah berhenti. Ia menyaksikan bidadari turun ke bumi. Sungguh pemandangan yang sangat indah. Kulitnya yang halus, lehernya yang jenjang dan wajahnya yang polos. Jantung Rey seakan berhenti berdetak. Ia mulai kesulitan untuk menahan dirinya. Apalagi saat menyaksikan pakaian Eliza yang tipis. Ia berusaha keras untuk menahan monster didalam dirinya untuk keluar. Belum waktunya.

Eliza tidak menyadari sorot mata buas itu. Eliza seperti kelinci kecil dihadapan singa yang siap menerkam. Namun ia terlalu lugu untuk menyadari hal tersebut.

Mata Eliza terpaku ke tengah ruangan. Piano yang terletak disana. Ia berjalan mendekati piano itu, dan benar saja seperti dugaannya. Itu adalah piano Liminal karya Paolo Fazioli. Salah satu piano termahal didunia. Piano mewah berwarna hitam. Ia terkagum- kagum dan bertanya dalam hati, sebenarnya seberapa kaya lelaki ini hingga bisa memiliki piano semahal ini.

Terdengar suara serak ditelinga Eliza. Ia terkejut dan telinganya memerah. Rey berbisik, kamu suka piano? tanyanya. Eliza hanya mengangguk malu. Bibir Rey sangat dekat dengan telinga Eliza sekarang. Tubuhnya terasa seperti tersengat listrik. Sensasi aneh yang belum pernah ia rasakan.

Rey menyadari telinga gadis ini memerah. Sungguh imut, pikirnya. Ia kemudian bertanya, bisakah kamu memainkan piano?.. Eliza tidak mampu menjawab, kerongkongannya terasa tercekat. Ia merasa seperti hawa kehidupan pergi menjauhi dirinya. Ia merasa tenggelam kedalam kegelapan yang tidak ada habisnya. Sorot matanya yang hangat perlahan menghilang.