Chereads / MARI KITA BERSAING / Chapter 13 - Kecurigaan Arsya

Chapter 13 - Kecurigaan Arsya

Beberapa saat setelah memesan, Glerisya pamit ke belakang sebentar, tetapi siapa sangka saat dia baru keluar dari toilet tiba-tiba ada seseorang menariknya ke sudut yang agak menjauh dari jangkauan CCTV.

"Gadis kecil kita ketemu lagi." Ternyata orang itu Zen Yize, Dia melangkah mendekati Glerisya yang sudah terpojokkan ke dinding lorong toilet. Namun, tak sedikitpun gadis itu menunjukkan rasa takut dengan kehadiran pria itu. "Siapa kamu sebenarnya?" Matanya yang bak elang menyorot sang gadis dengan tatapan tajam.

"Siapa aku? Bukankah kita sudah saling mengenal? Aku Angelisya, tetanggamu yang paling cantik, huh." Glerisya menatap manik Zen Yize dengan sorot yang tak kalah tajam. Tangannya dengan bebas menarik dasi yang di kenakan pria itu, sehingga pria itu semakin menunduk mengikis jarak mereka. "Kita bertemu dengan suasana baru lain kali, bye," bisiknya dengan sedikit meniup sebelah daun telinga pria itu sebelum berlalu begitu saja. Sekejap Zen Yize dibuat tertegun dengan perilaku gadis itu yang bisa dibilang cukup berani untuk ukuran gadis biasa.

...

Setelah banyak drama yang dilalui, akhirnya Glerisya bisa lepas dari kedua pria menyebalkan itu. Bagaimana tidak menyebalkan? Dia hampir dibuat keracunan gara-gara meminum secangkir kopi yang pahitnya tiada tara dan parahnya lagi dia harus menjadi nyamuk di sesi gosip-menggosip kedua pria itu. Ya, itulah sedikit urusan yang pria itu katakan sebelumnya ternyata hanya sesi berghibah saja mungkin tambahannya sesi curhat. Entahlah mereka benar-benar konyol.

Dia hampir tidak akan percaya dengan apa yang baru saja Ia saksikan, bahwa kedua pria itu menghabiskan waktu kurang lebih 2 jam hanya untuk bergosip.

Sudahlah, dia muak dengan kedua pria yang tidak wajar itu. Dia harus segera bersiap-siap untuk berangkat ke Tokyo sore ini juga.

Namun, sepertinya hari ini adalah kesialan yang bertubi-tubi untuknya, saat dia tiba di Apartemen Arsya sudah duduk manis menunggu kedatangannya. Entah apa yang pria itu inginkan, Glerisya tidak tahu itu. Ada perasaan tidak nyaman saat maniknya bersitatap dengan pria itu, kali ini tatapannya tidak seperti biasanya.

"Bagus ya, sekarang Apartemenku sudah menjadi tampungan orang asing." Glerisya menghempaskan dirinya di atas sofa sederhana yang ada di ruangan tengah Apartemennya itu. Dia menatap Arsya dengan tatapan kesal yang tidak dibuat-buat, dia benar-benar kesal tempatnya dimasuki orang tanpa seizinnya. Terlebih Glerisya masih kesal dengan sikap pria itu tempo hari padanya.

Arsya hanya diam tanpa mengalihkan tatapannya dari gadis itu, dia masih masih ingin membuktikan apa yang dikatakan Raisa padanya beberapa waktu lalu. Dia mengamati setiap gerak-gerik gadis itu dengan sangat teliti.

Merasa semakin kesal, Arsya tidak menjawabnya dan malah menatapnya seperti sedang mengulitinya hidup-hidup. "Ada urusan apa kamu kemari? Kalo hanya sekedar ingin menatapku dengan tatapan lapar tanpa berkata-kata, maaf aku harus mengusirmu aku banyak urusan." Glerisya bangkit dan siap melangkah menuju kamarnya tapi terhenti saat Arsya angkat bicara.

"Siapa kamu sebenarnya?" Pertanyaan itu mampu menghentikan niat Glerisya untuk meninggalkan ruangan itu, tetapi tidak membuatnya tampak gelisah ataupun takut. Dia masih tetap seorang Glerisya dengan aura dominan dan percaya diri dengan penuh ketenangan yang luar biasa.

"Siapa aku? Kenapa tidak kamu cari tahu saja? Bukankah dari dulu kamu selalu percaya dengan gadis kesayanganmu itu dan melupakan sebuah fakta?" Setelah mengucapkan kalimat panjang itu Glerisya berlalu begitu saja.

Glerisya sudah bisa menebak bahwa pria itu mulai curiga dengan dirinya, tetapi poin utamanya bukan itu, siapa dalang di balik semua ini? Apakah mungkin orang yang sama? Karena kalau pria ini cerdik dari beberapa tahun yang lalu dia sudah ketahuan, tetapi kenapa baru sekarang kalau tidak ada yang menggali semua ini?

"Ck, gadis itu memang merepotkan," gumamnya, segera dia mengirimkan sebuah pesan berupa kode pada nomor asing, lalu setelah terkirim dia menghapus pesan itu.

Dengan tanpa buang-buang waktu dia melanjutkan niat awalnya yaitu berkemas-kemas untuk berangkat ke Tokyo. Dia sama sekali tidak mempedulikan kehadiran Arsya yang masih setia berada di ruang tengah, dia sudah hafal benar bagaimana tabiat pria itu, dia tidak akan pernah pergi sekalipun bumi berguncang jika dia tidak ingin pergi, sehingga dia tidak perlu repot-repot untuk mengusirnya.

Setelah selesai memasukkan beberapa pakaian ke dalam sebuah koper untuk keperluannya selama di Tokyo, dia segera membersihkan diri. Sementara Arsya, pria itu masih betah dengan segudang pikiran yang kian lama kian memberontak hampir membuat kepalanya pecah, sebelum akhirnya dia pergi dari sana. Ia hanya membuang-buang waktu hanya berdiam diri di sana. Dia hanya bisa mencari tahu sendiri, karena dipaksa seperti apapun gadis itu tidak akan pernah bicara dengan sendirinya.

...

Di lain tempat

"Hari ini Nona akan pulang, jaga sikap kalian, jangan sampai membuatnya marah dan apapun yang dia inginkan jangan membantah, paham?" Seorang kepala pelayan itu memberikan intruksi kepada puluhan pelayan yang sudah berjejer rapi. Ada beberapa saling berbisik bertanya-tanya seperti apakah Nona mereka itu? Karena kebanyakan dari pelayan itu orang-orang baru sehingga tidak tahu dengan pasti bagaimana anak majikan mereka.

"Siap, Paham," serentak mereka menjawab dengan serius.

"Bagus, sekarang persiapkan penyambutan untuk kepulangan Nona, ini perintah dari Tuan Besar dan Nyonya Besar."

"Baik, Pak Weyh."

"Sekarang bubar dan kerjakan tugasnya masing-masing."

Mereka langsung bubar dan melakukan tugasnya masing-masing. Begitu juga dengan kepala pelayan itu segera pergi melakukan tugasnya.

"Yanyan, kabarnya hari ini Nona pulang apakah kamu akan menemuinya?" tanya seseorang perempuan paruh baya pada seorang gadis yang tak lain itu adalah keponakannya. Usianya sekitar 18 tahunan.

"Aku takut Nona tidak lagi mengenaliku setelah sekian lama Nona pergi." Gadis itu berdiri di dekat jendela dengan tatapan menerawang. Ibunya adalah salah satu pelayan yang pernah bekerja pada keluarga Beynna dan kini dia telah berhenti. Meskipun begitu dia masih sesekali akan berkunjung ke sana untuk terus menjalin silaturahmi.

"Nona Anshi sangat baik, tidak mungkin melupakanmu dia adalah orang yang paling berjasa dalam hidup kita."

Gadis yang dipanggil Yanyan itu mengangguk menyetujui pendapat bibinya. "Benar Bibi, Nona Ans adalah orang yang paling berjasa, jika tidak ada dia mungkin kita sudah tidak di sini menghirup bebas udara ini." Gadis itu melangkah mendekati bibinya dengan sebuah harapan yang besar dalam dirinya. "Aku akan menemui Nona, setelah sampai ke sini."

"Ingat kamu jangan terlalu memaksakan jika Nona tidak mengingatmu, takutnya berita tentang Nona sempat Amnesia benar adanya."

"Tentu, aku akan pelan-pelan kembali mengingatkannya, lagian aku sangat menyayanginya tidak mungkin menyakitinya. Aku bertahun-tahun menghabiskan waktu untuk belajar beladiri untuk apa? Untuk bisa menjadi bodyguardnya."

Obrolan ringan pun terus berlanjut yang sesekali diiringi canda tawa. Mereka hidup hanya berdua saja, tetapi mereka bisa menjalani hidup dengan tentram dan bahagia.

...

"Tuan, target sudah menuju lokasi!"