Keesokan malamnya, Haru hanya dapat berbaring di tempat tidur dengan selimut yang menyelimuti, serta tisu di samping tubuhnya. Hidungnya memerah dan sesekali bersin begitu keras sampai mengejutkan diri sendiri. Juga, sesekali terbatuk-batuk karena tenggorokan yang gatal dan juga sakit.
Flu ini benar-benar menyiksanya dan demam ini membuatnya seperti seorang yang lemah; yang terkapar tidak berdaya. Tidak dapat melakukan apa-apa, selain hanya berbaring dan juga meminum obat.
Pada posisi berselimut dengan kepala berdenyut-denyut, ia masih dapat menyesalkan diri karena tidak dapat menyempatkan diri untuk hadir di reuni malam ini, yang juga sudah lama ia nanti. Jika ia tahu akan berakhir seperti ini, ia tidak akan bermain ski pagi tadi!
Huh!
Ini semua karena hasutan dari kawan-kawannya yang mengajaknya untuk bersenang-senang. Dan bodohnya lagi, dengan senang hati mengangguk tanpa memikirkan reuni malam ini! Juga kesehatannya waktu tadi!
Ia pun menggosok-gosok hidungnya yang gatal sembari terus memikirkan dirinya yang sungguh kasihan.
Beep Beep
Haru membuka mata perlahan, lalu meraih ponselnya untuk melihat pesan yang baru saja masuk.
Shino: "Kau dimana?! Orang-orang sudah menunggumu!"
Ketika membaca pesan dari Shino, ia pun mendesah kecewa, lebih daripada sebelumnya karena mengingat 'sakit' yang datang di hari yang salah [ ... ] tepatnya, ia lah yang harus disalahkan! Dan juga, ditambah lagi dengan perkataan Shino yang seolah menganggap, bahwa Haru adalah seorang yang paling ditunggu. Kemudian, ia pun membalas pesan dari Shino dengan tangan yang sedikit kaku dan gemetar ketika mengetik kata perkatanya, dari permintaan maaf dan juga alasannya.
Setelah itu, dengan keadaan yang sesekali menggigil, ibu jarinya yang kaku segera menekan tombol panggilan untuk menghubungi Daiki yang mungkin sedang berada di tempat reuni, dan juga mungkin sedang bersenang-senang saat ini.
[ … ] "Ada apa?" Daiki cukup sigap menjawab panggilan telepon dari Haru dan membuat Haru tersenyum, lalu terbatuk-batuk.
Mendengar keramaian ketika Daiki menjawab telepon, Haru yakin bahwa saat ini Daiki sedang berada di luar. Entah di tempat reuni ataukah di tempat lain. Haru enggan menanyai.
"Ada apa denganmu?" Lanjut Daiki menanyai, tetapi nada suaranya tidak menunjukkan dirinya sedang khawatir saat ini.
Haru terbatuk sekali lagi sebelum menjawab dengan suara yang sedikit serak, hingga terdengar menyedihkan: "Daiki... Daiki... aku sakit... tolong aku. Aku akan mati. Aku ingin kau datang ke tempatku saat ini... dan jangan lupa membawa makanan karena jika tidak, aku akan mati disini... a—".
"Aku bukan ibumu... " Potong Daiki. Terdengar dingin dan juga datar, lalu menutup teleponnya.
Seketika juga Haru dibuat terkejut! Rasa tidak peduli itu membuat Daiki begitu menyebalkan!
"Buruk... buruk... orang ini sangatlah buruk. Dia bahkan semakin buruk setiap harinya..." Haru berbicara kepada diri sendiri dengan suara lirih sekalipun ia sedang kesal saat ini. Karena merasa tidak berdaya dan berpikir bahwa menunjukkan kesalnya hanya akan membuang-buang tenaga, ia pun hanya bisa menghela napas, lalu memejamkan mata untuk beristirahat.
….
Ding Dong
Perlahan Haru membuka matanya kembali, yang sejak beberapa menit yang lalu, ia memang belum terlelap.
Ding Dong
"Oh, yang benar saja... apa aku harus membuka pintu...? … Aku bahkan sangat kesulitan untuk... membangunkan tubuhku..." Kata Haru berbicara kepada diri sendiri dan masih pada suara seraknya yang lirih.
Ding Dong
"Huh... baiklah... tunggu... tunggu... aku datang...". Ia pun perlahan bangun dan berusaha untuk berdiri dengan selimut di tubuhnya, lalu mulai melangkah menuju pintu.
[ … ] Setelah berada di pintu, ia pun segera membukannya dan... hah?!
"Daiki?! Kupikir, kau... akan membiarkanku mati..." Matanya berbinar dan seketika sakit kepalanya menghilang.
"Ini... aku membawakanmu makanan..." Kata Daiki sembari menyodorkan sebungkus makanan kepada Haru.
Wajah Haru pun kembali cerah bah bukan seorang yang sedang sakit. "Wah! Kau benar-benar baik hati... ayo masuklah..."
Daiki melangkah masuk dengan Haru di hadapannya, lalu mereka duduk pada sofa di ruang tamu, dengan Haru yang begitu bersemangat membuka sebungkus makanan yang baru di terimanya.
Haru hendak melahap makanan tersebut, tetapi pertanyaan di kepalanya membuatnya berbicara: "Hmm, kau tidak datang ke reuni malam ini?"
Setelah Haru mengajukan pertanyaan itu, Daiki pun terdiam sesaat sebelum menjawab: "Aku datang. Tapi, hanya sebentar".
Haru mengangguk-angguk, lalu berseru: "Jadi, kau meninggalkan reuni hanya untuk menemuiku?!"
"Setidaknya, sebagai orang yang dekat denganmu, aku harus datang. Dan bahkan jika kau mati, setidaknya aku juga harus turut berduka cita". Jawab Daiki dengan begitu tenang.
Haru sedikit terkejut mendengar jawaban itu, dengan wajahnya yang terlihat kikuk. "Ah, hmm... bisakah kau memberi jawaban yang... hmm... lebih menyenangkan? Itu jawaban yang sangat menyeramkan".
Daiki menoleh kearah Haru. "hanya 'jika'..."
Mendengar balasan seperti itu darinya, membuat Haru hanya bisa menghela napas tanpa berkata apa-apa. Ia tidak ingin beradu pendapat hanya karena hal yang sudah membuatnya terbiasa, hingga ia hanya berkata: "Hmm, tapi, seharusnya kau tidak usah menyusahkan dirimu dan tetap berada disana".
[ … ] "Jika aku melakukannya, bagaimana denganmu? … Sudah kukatakan ka—" Perkataan Daiki segera dipotong oleh Haru dengan berseru: Ah! Iya iya! Cukup! Baik… baik... hmm... dan apa kau akan tetap disini?"
"Istirahatlah..." Daiki mengabaikan pertanyaan Haru.
"Aku menganggapnya sebagai perkataan 'iya' darimu..." Haru tersenyum lebar, lalu segera melahap makanan di hadapannya.
…...
Setelah menghabiskan makanannya, Haru pun menyandarkan punggungnya di sofa dengan perasaan yang sedikit kecewa. Makanan yang terlihat lezat itu, ternyata tidak cocok untuk orang sakit sepertinya. Haru sampai tidak dapat merasakan bumbu dari makanan tersebut dengan lidahnya sekarang ini, dan hanya menghabiskannya untuk sekedar menghargai orang yang memberikannya. Ya, setidaknya, makanan ini dibeli oleh Daiki yang 'cukup perhatian' kepadanya. Tidak biasanya.
"Aku akan kembali ke tempat reuni. Istirahatlah..." Kata Daiki, lalu berdiri.
Karena terkejut, Haru pun juga ikut berdiri dengan menyentuh kepalanya yang serasa sakit ketika melakukannya. "Ah! Sss... Daiki... kupikir kau akan menginap disini..."
Daiki menghela napas. "Aku tidak bisa. Dan juga... hmm... kau tau? Orang-orang disana begitu ingin menemuimu, tapi ketika Shino mengatakan bahwa kau sedang sakit, mereka ingin menjengukmu setelah reuni..."
"Hah?! …" Haru menertawakan perkataan itu. "Mereka mengatakan hal itu? … Hahaha. Katakan pada mereka, jika mereka datang, di reuni berikutnya aku tidak akan datang dengan sengaja".
Daiki pun mengangguk pelan. "Akan kusampaikan kepada Shino".
"Hah?! Ke—" Haru menggaruk-garuk kepalanya dengan tidak melanjutkan perkataannya ketika menyadari, bahwa Daiki bukanlah seorang yang akan mengatakan hal seperti itu di depan orang banyak.
Daiki segera berjalan menuju pintu dengan Haru di belakang yang berkata dengan senyuman hangat di wajahnya: "Daiki... terima kasih atas perhatianmu..."
Setelah berada di luar pintu, Daiki berbalik menghadap Haru di belakangnya. "Bodoh..."
Sejenak Haru terkekeh pelan, lalu mulai menunjukkan tatapan serius dan bertanya untuk memastikan sesuatu: "Besok... kau benar-benar akan datang, kan?"
Daiki kembali berbalik hendak melangkah pergi, tetapi sebelum ia melakukannya, ia berkata: "Besok, pukul 8 malam... di lapangan basket... janji itu berlaku disaat kau sedang sehat saja" Kemudian, Daiki pun mulai melangkah menjauh dengan Haru yang menatap punggungnya yang semakin menjauh.
Haru tersenyum sampai Daiki menghilang dari pandangannya. Berpikir bahwa seorang yang selalu bersikap dingin, ternyata, juga seorang yang 'cukup perhatian'. Kemudian, ia pun segera menutup pintu.
Berlaku disaat ia sedang sehat saja? Tch...
Bukan seorang 'Haru' jika ia menuruti perkataan seperti itu. Ia akan tetap datang walau dengan keadaan seperti sekarang ini demi sebuah jawaban. Yang saat ini, membuat keringat membasahi pelipisnya karena jantung yang berdegup kencang.
Huh, perhatian darinya, juga membuat suasana yang seharusnya dingin menjadi begitu menghangatkan!
Haru pun kembali ke kamar untuk beristirahat, dengan perasaan yang tidak selemas sebelumnya ketika mendapatkan sedikit perhatian dari seorang yang menjadi penawar dari keadaannya saat ini—bahkan, obat yang tadi diminumnya tidak membuatnya sesehat seperti sekarang ini.
*****