"Meski begitu, aku harus mencegahnya ke jalan utama. Dia hendak melakukan hal konyol dan nekat!" kata Alfred tak sabar.
"Nak, dengarkan perkataan mereka. Lagi pula dia tak bisa keluar kemana pun dari dunia peri, Para Tetua sudah memasang pelindung berlapis di perbatasan. Tak ada satu pun peri yang bisa keluar atau pun masuk dunia peri. Jadi, tenang saja." Tenang Mr. Kendrill santai.
"Apa?" lengking Alfred, sontak mereka yang ada di ruangan itu nyaris berjengit bersamaan. "Apa maksud Anda dengan pelindung berlapis, Mr. Kendrill?"
"Apa? Kau tak tahu? Semua peri tahu hal itu." keningnya mengkerut, heran.
"Bukan! Bukan masalah itu!" Alfred menggeleng-gelengkan kepala keras-keras, kedua tangannya bergerak-gerak di udara. "Kenapa mereka tergesa-gesa memasang pelindung?"
"Kau ini kenapa? Sudah barang tentu pihak kerajaan melindungi warganya!" Frida akhirnya naik pitam sendiri.
"Oh, tidak! Tidak!" Alfred mencengkram rambutnya dengan kedua tangan, wajahnya terlihat bergitu merana. Jiwanya seolah-olah nyaris redup saat itu juga.
"Ada apa?" selidik Mrs. Pompkin, dia terdiam sejenak, lalu mengerucutkan mulutnya, "Milena..." lanjutnya dengan nada mendesah pelan.
"Apa? Ada apa lagi kali ini?" darah Frida mendidih mendengar nama tersebut, peri bodoh itu nyaris mencelakakan pria yang dicintainya. Ia tak bisa memaafkannya, sekalipun Milena mendapat hukuman Pengasingan Soliter—pengasingan dengan mencabut hak akan sayap yang dimiliki oleh seorang peri, benar-benar sangat keji dan tak berperasaan, membuat peri manapun yang mengalaminya tak bisa digolongkan lagi ke dalam dunia peri manapun dan derajatnya sungguh rendah dibandingkan peri jahat mana pun— kategori makhluk penghuni Dunia Limbo.
"Tak adakah jalan untuk bisa menembus pelindung berlapis itu?" Alfred menarik ujung baju Mrs. Pompkin hingga nyaris robek.
"Kau mau apa, Alfred? Untuk apa kau mau lakukan itu?" Frida mencengkeram tepian kasur kuat-kuat,
ia nyaris kehilangan kesabarannya.
"Dia di luar sana, bukan?" Ucap Mrs. Pompkin setenang air, ekspresinya terlihat cuek, matanya menatap Alfred tanpa ada sedikit pun rasa cemas seperti yang di rasakannya saat ini. "Milena." lanjutnya datar.
"Apa?" Frida tersentak maju ke depan, keningnya bertaut. Ia memandangi Alfred dengan tatapan tak percaya. Spontan Frida berdiri, matanya melotot seolah-olah akan meninggalkan tempatnya.
"Jangan bilang Si bodoh itu berkeliaran di luar sana hanya untuk bersenang-senang di saat genting seperti ini?! Apa dia benar-benar sudah kehilangan akal? Dan kau, Alfred! Akan menyusulnya juga? Kalian berdua memang cocok satu sama lain!" Frida mengepalkan kedua tangannya, pipinya menggembung, lalu menghentakkan kaki kuat-kuat ke lantai sebelum menerobos kerumunan yang ada di sana. "Minggir dari jalanku!" teriaknya marah.
"Ada apa dengannya? Apa dia cemburu? Kau pacar Milena? Dan dia menyukaimu?" Mrs. Pompkin memandang Alfred dari balik kacamata, telunjuknya mengarah pada Frida yang mengambil langkah lebar-lebar menuju pintu keluar.
"Lupakan saja hal itu. Apa Anda tahu cara menembus pelindung berlapis Para Tetua?" ujar Alfred tak peduli dengan kemarahan Frida, ia mengerjapkan mata sesekali, pandangan matanya mulai semakin baik dan jelas.
"Anak muda, jangan berharap yang tidak-tidak. Kita tahu tak ada yang bisa merusak pelindung berlapis itu, apalagi menembusnya. Meski Milena sering menyusahkan kita semua, tapi aku berharap dia baik-baik saja di luar sana. Dia tak layak mati di tangan penyihir hitam. Dan aku yakin, dia bisa bertahan atau paling tidak bersembunyi dari penyihir itu. Milena anak yang cerdas terlepas dari kelakuannya yang sangat buruk." tukas Mr. Kendrill, suaranya dibuat sehalus mungkin, karena kini raut wajah Alfred lebih mirip seperti hantu daripada peri.
Peri-peri lain kini mulai bisik-bisik satu sama lain, ada yang mengangguk setuju, ada yang menggeleng pasrah, dan selebihnya hanya berkomentar tak pasti