Chapter 28 - Berani Atau Bodoh? (2)

"Minggir! Biar aku yang cari!" Ia mendarat di dalam sarang sang tupai, persediaan makanannya sudah terkuras separuh, sisanya ada di rumah pohon Milena—yah, bukan Milena namanya jika ia tak balas dendam.

"Persediaan yang kuambil dulu rata-rata berukuran besar, sangat tidak menguntungkan untuk di bawa. Mari kita lihat apa yang ada di sini." Milena mengelus-elus dagunya, sebelah matanya ditutup.

"Terakhir kali aku kesini, masih ada beberapa biji-bijian ukuran kecil. Kemana mereka? Tak mungkin habis dalam sekejap, bukan?"

Ia melirik tajam pada si tupai yang kini tampak pucat pasi, Milena memeriksa ruangan dengan cepat, lalu matanya berbinar saat melihat ada sebuah lubang yang tertutupi biji kenari besar—seolah-olah di sana tak ada apa-apa kecuali hanya seonggok biji kenari.

Peri cantik itu mulai menggesernya, makhluk kecil berbulu itu hanya bisa kembali mencicit tak berdaya.

Milena mendesis, menunjukkan wajah seramnya. Tupai malang itu meringkuk ketakutan di sudut sarangnya, mengintip melalui sela-sela jari.

Milena kini tersenyum puas.

"Akhirnya! Kau licik, tupai gendut! Aku bilang almond, dan kau pura-pura tak tahu! Aku akan membiarkanmu lepas kali ini. Aku sibuk, kau sungguh beruntung." katanya enteng, ia meraih dua biji almond ukuran sedang di dalam lubang dan memasukkannya ke dalam ransel yang sudah penuh dengan beberapa barang tadi.

Tupai itu gemetar ketakutan, dengan sikap takut-takut ia meraih pisang di sampingnya dan mengulurkannya pada Milena, seolah-olah permintaan maaf padanya.

"Oh! Kau tahu cara menjilat, hah? Maaf! Aku tak bisa menerimanya, peri memang sangat suka pisang, tapi saat ini aku butuh sesuatu yang mudah untuk dibawa kemana-mana."

Milena berjalan menuju tupai itu, mengangkat tangannya di udara. Si tupai memejamkan mata, gemetar ketakutan—ia mengira Milena akan memukulnya atau mencabuti bulunya. Alih-alih hal-hal mengerikan yang dibayangkan oleh si tupai tadi, Milena malah mengelusnya dengan lembut dan berkata dengan nada bersahabat. "Aku akan kembali secepatnya. Aku sudah tak sabar ingin mendapatkan cermin itu."

Matanya berubah sendu, senyum manis terpasang di wajahnya. Tupai itu perlahan membuka matanya dengan perasaan lega, lalu bergidik saat melihat senyum manis Milena berubah menjadi cengiran mengerikan.

Sang peri meninggalkan tupai itu yang kini menatap kepergiannya dengan penuh tanda tanya, ia tak mengerti dengan peri satu itu. Kadang ia terlihat jahat, namun tanpa disadari atau tidak, ia memperlihatkan kebaikannya. Kepalanya dimiringkan, bingung, ia meraih pisang tadi, mengulitinya, kemudian memakannya perlahan dengan benak masih penuh tanda tanya.

Milena mengepakkan sayapnya secepat mungkin. Penjaga akan segera memenuhi batas jalan utama, ia menerobos udara bagaikan peluru, ranselnya sama sekali tidak mengganggu kinerja kepakan sayapnya. Ransel yang dimilikinya merupakan ransel khusus peri, memiliki gesper dan pengait ganda di depannya hingga melekat kuat di tubuh sang pengguna.

Ia berbelok memasuki pepohonan yang masih rimbun, lalu menarik kantong kain kecil berwarna hitam. Tangan kanannya merogoh isi kantung berupa serbuk yang berwarna sama.

Tanpa peringatan ia melemparkannya pada kedua penjaga yang masih berjarak satu meter di depannya.

Serbuk hitam gemerlap itu berhamburan di udara seolah-olah sebuah jaring raksasa tak kasat mata.

Seketika saja para penjaga menguap lebar dan jatuh tertidur dengan lelapnya di pos mereka. Bartamiel sampai mendengkur keras!

Ketika hendak melesat pergi, pikiran liciknya kembali mengusiknya. Milena kembali ke pos jaga dan mengerjai kedua panjaga tersebut— ia melilitkan sulur kering pada salah satu kaki mereka yang saling terkait satu sama lain.

"Siapa yang bakalan jatuh duluan saat berjalan nantinya?" Milena terkikik memikirkannya.

Kali ini, dia sungguh-sungguh terbang meninggalkan pos jaga. Pepohonan di jalan utama hutan terlihat semakin merana menuju musim dingin yang akan segera tiba.

Milena terbang secara terang-terangan, biasanya para peri akan terbang di balik pepohonan atau terbang lebih tinggi, meskipun para manusia normal tak bisa melihat mereka.

Matanya melirik ke sana kemari, mencari-cari ada gerakan aneh atau sesuatu yang bisa memberinya petunjuk akan kehadiran sang penyihir tersebut. Jantungnya berdebar kencang! Sangat memicu adrenalin-nya ketimbang mengerjai peri lainnya!

***