Milena terbang semakin menjauh dari posisi Alfred.
Tekadnya benar-benar sudah bulat, ia tak akan berhenti sampai mendapatkan cermin itu bagaimanapun juga.
Peringatan resmi sudah dikeluarkan oleh pihak kerajaan, itu artinya desa peri dan sekitarnya akan diberi perlindungan ekstra. Keluar masuk akan menjadi hal yang sangat sulit dan ketat.
Penjaga akan bertebaran di mana-mana di sepanjang jalan utama, akan sangat susah baginya untuk keluar jika ia tak sesegera mungkin mencapai ke sana. Ia melaju kecepatannya dan singgah sebentar di sarang miliknya; berjalan memasuki rumah pohonnya dan menarik sesuatu dari bawah tempat tidurnya yang memiliki debu cukup tebal.
Milena sangat malas, tidak heran ia tidak masuk dalam peri pekerja mana pun—hak istimewanya yang setara bangsawan peri itulah yang sangat disombongkannya hingga saat ini, dia bisa berbuat apa saja dengan gelar itu. Tak ada yang bisa protes jika ia tak masuk dalam grup peri pekerja mana pun, meski mereka menggerutu karena ia selalu mendapat jatah gratis semaunya. Bagi mereka, tindakan membiarkan Milena menikmati hasil jerih payah mereka seolah-olah mereka melayani Iblis pengganggu. Itu membuat mereka kesal dan marah hingga tak bisa berkata apa-apa.
Sesuatu yang ditariknya itu berupa tas ransel usang dengan berbagai jahitan di sana-sini. Tambalan hampir memenuhi semua bagian ransel itu, atau memang ransel itu terbuat dari berbagai macam tambalan yang dijahit satu persatu hingga membentuk sebuah ransel.
"Baiklah! Peringatan pertama biasanya berlaku tiga hari, aku harus bisa mendapat cermin itu dalam tiga hari!" Katanya pada diri sendiri, ia membuka lemari pakaian dan meraih satu potong pakaian dan sebuah kotak P3K untuk peri—Itu adalah persediaan terakhirnya, P3K peri adalah barang-barang langka, sulit sekali meracik obat-obatan itu. Lalu ia merogoh lebih dalam lagi, terlihat beberapa kantong-kantong kain kecil dengan warna yang berbeda-beda. Semuanya ada tujuh. "Trik penyelamatan diri. Aku tak bodoh, Alfred!" Milena nyengir sendirian.
Ia bergegas keluar sambil bersiul keras. Tiba-tiba dedaunan berjatuhan dari atas pohon. Seekor tupai dengan sikap siap muncul di salah satu cabang di depannya. Ia melihat Milena dengan waspada.
"Aku butuh perbekalan, tupai gendut. Kau tahu? Seperti ini!"
Milena memperagakan seolah-olah ia sedang makan, tupai itu kelihatan tidak terlalu bodoh, ia lalu berlari lagi ke atas, dan segera muncul dengan sebuah biji kenari. Ia menggigitnya dan menggigitnya lagi hingga isinya terbagi dua bagian, kemudian mengarahkannya pada Milena.
"Tidak. Tidak. Tidak." Milena menggeleng seraya berkacak pinggang. " Aku butuh sesuatu yang mudah di bawah, kau tahu... Almond! Apa kau punya almond?" Milena terbang mendekat, makhluk kecil berbulu itu tampak terkejut.
Rupanya ia adalah tupai yang dulunya Milena kira sebagai tersangka yang melemparinya buah arbei, karena tak ingin mengalami peristiwa menakutkan kedua kalinya tupai malang itu bersedia menjadi budaknya. Sungguh malang nasibnya.
"Bawakan aku almond! Cepat! Aku buru-buru!" Ia melipat tangan di dada, alisnya naik sebelah.
Tupai malang itu tampak linglung. Ia bergegas lari ke atas, lalu memperlihatkan Milena sebutir anggur, Milena menggeleng. Lalu tupai itu memperlihatkan lagi sebuah pecan padanya, dan kembali disambut dengan gelengan kepala.
"Almond, tupai bodoh!" bentaknya marah. Ia terbang mendekat. Sang tupai mencicit ketakutan.