Chapter 10 - Massa yang Marah (2)

"Milena! Tunggu! Kau mau kemana? Sial!" Alfred berdiri, menghentakkan kaki dan berusaha mengejar Milena yang cukup jauh di depannya.

Milena tak peduli dengan teriakan-teriakan Alfred di belakangnya, teriakan-teriakan itu bagaikan angin lalu, hampa dan tak berarti. Ia terbang menukik tajam melewati cabang pohon yang mengering lalu melesat ke atas, berputar-putar sejenak dan melaju kecepatannya menjauhi Alfred.

"Tidak! Tidak! Milena! Jangan ke jalan utama! Sial! Sekarang sudah malam lagi!" Alfred panik dan mulai memacu sayapnya melebihi kemampuannya, adrenalin memompa dirinya untuk lebih memacu sayapnya. Jalan utama sekarang berbahaya, meski belum ada peringatan resmi dari kerajaan, tapi sangat berbahaya jika seorang peri keluyuran di jalan utama di malam seperti ini.

"Milena!" teriak Alfred dan ia menyambar pergelangan Milena dengan sangat cepat hingga mereka berputar-putar di udara.

"Apa yang kau lakukan?" berang Milena, ia mengelus pergelangannya yang sakit. Ia menatap marah dan kesal padanya.

"Saat ini jalan utama lebih berbahaya dari biasanya." Terang Alfred.

"Apa maksudmu lebih berbahaya?" sebelah kening Milena naik, penasaran.

"Yah, kudengar ada penyihir kegelapan yang tengah hilir mudik di sekitar sini. Dia sangat berbahaya, jadi berhentilah bepergian sendirian untuk saat ini. Ok?" pinta Alfred memelas.

"Penyihir kegelapan?" Milena terbahak. "Kau bicara apa? Rumor macam apa itu? Tak pernah ada peringatan dari pihak kerajaan, kok!" Milena menjulurkan lidah.

"Tapi tetap saja," Alfred terbang mendekati Milena, menatapnya lekat-lekat dengan penuh kasih,

"kau tak boleh bepergian sendirian. Aku juga tahu belum ada peringatan resmi dari pihak kerajaan.

Waspada bukanlah hal yang salah, bukan?" ia meraih tangan Milena.

"Bukan urusanku!" ia melepas tangan Alfred, terkadang perhatian yang diberikan oleh peri lelaki itu membuatnya tak nyaman.

"Berhentilah bersikap keras kepala!" omelnya. "Ikutlah denganku, aku akan memperkenalkanmu dengan teman-temanku. Aku yakin mereka akan mengenal dirimu dan mulai memahamimu sedikit demi sedikit." Alfred menjulurkan tangan kanannya, namun Milena hanya menatapnya dengan kernyitan di wajahnya.

"Aku tak tertarik. Terima kasih." Ucapnya santai sembari melipat tangan di dada.

"Apa salahnya mencoba? Ayolah!" desak Alfred tak sabar. Ia terbang kembali mendekati Milena. Kali ini ia menghalangi jalannya, Milena mengerutkan kening tak senang, ia berusaha terbang ke kanan, lagi-lagi dihalangi oleh Alfred, ke kiri juga begitu. Cukup lama mereka bertingkah konyol seperti itu hingga akhirnya Milena menyerah dan memutar dirinya membelakangi Alfred, terbang menjauh.