Setelah berkeliling Star Garden, Shia Tang merasa sangat kelelahan karena sudah seharian memakai sepatu hak tinggi. Dari awal sampai akhir pertemuan, saudari Liu tidak mengucapkan sepatah kata pun, kecuali untuk mengatakan hal-hal yang perlu dijelaskan.
Kemudian, saudari Liu mengantarkannya ke sebuah kamar yang luas di lantai dua dan berkata, "Setelah berkeliling seharian, Nona Tang pasti lelah. Silakan anda beristirahat." Selesai menjelaskan Ia lalu pergi tanpa mengucapkan apa-apa lagi.
"Tunggu sebentar. Maaf... Di mana kamarku?" karena menurut Shia Tang setelah melihat suasana sekitar, kamar ini terkesan terlalu maskulin untuk ditinggali seorang perempuan.
"Ini adalah kamar tuan Li. Masih haruskah saya menjelaskannya kepada Nona Tang?" saudari Liu menoleh ke belakang dengan ekspresi datar. Mendengar ini, wajah Shia Tang terasa panas. Ia pun mengangguk dengan canggung, "Maaf sudah merepotkanmu." Setelah saudari Liu pergi, Shia Tang mulai melihat-lihat sekeliling ruangan, tapi tidak berani menyentuh apapun.
Shia Tang sama sekali tidak berpikir kalau pria itu ingin tidur seranjang dengannya. Ia berusaha melupakan pikirannya yang macam-macam, Lebih baik aku menunggu sampai pria itu tiba lalu bertanya, meskipun butuh keberanian untuk berbicara dengannya.
Pada jam dua pagi, Billy Li masuk ke dalam kamarnya dan melihat seorang gadis dengan gaun sutra merah cerah sedang tertidur di atas kursi. Tangan putih lembutnya masih menggenggam roknya, bahkan ketika ia sudah tertidur lelap. Kalau dilihat secara psikologis, ini adalah ekspresi kurangnya rasa aman.
Billy Li langsung mengabaikannya seolah-olah tidak ada orang di kamar itu. Ia melepas jas dan kemejanya, membuka kancing satu per satu, kemudian pergi ke kamar mandi dengan hanya mengenakan celana panjang.
Suara air mengalir dari kamar mandi membuat Shia Tang terbangun. Kedua matanya terbuka dan bulu mata panjangnya bergetar ketakutan. Melihat pakaian yang bertumpuk di kursi, Shia Tang tahu bahwa pria itu sudah kembali. Seketika itu juga, ia merasa ragu dan gelisah. Ia pun berdiri dan merapikan roknya, dalam hati memikirkan apa yang akan ia katakan ketika Billy Li keluar nanti.
Sepuluh menit kemudian, pintu kamar mandi terbuka dan lelaki itu keluar dengan hanya mengenakan handuk. Ia menyisir rambutnya dan berjalan melewati Shia Tang seolah-olah tidak melihat gadis itu.
Karena ini pertama kalinya melihat seorang pria bertelanjang dada di hadapannya, Shia Tang segera menunduk. Ia baru berani menatap secara diam-diam saat Billy Li memunggunginya.
Pria itu memiliki tubuh yang berotot. Kulitnya berwarna seperti perunggu dan ia memiliki bahu yang lebar. Setiap garis tubuhnya penuh dengan kekuatan dan keindahan. Terutama lengannya, tampak dua kali lebih besar daripada lengan Shia Tang.
Tiba-tiba, terdengar suara yang dingin mengatakan "Apa kamu menunggu sampai ada yang mau memandikanmu?" Shia Tang menunduk dan menggigit bibir dengan bingung. "Aku sedang menunggumu kembali. Aku mau tanya… Di mana kamarku?" ia bertanya dengan keadaan takut.
Entah itu ekspresinya, tatapan matanya, atau suaranya. Semua yang terkait dengan pria itu terkesan begitu dingin, seolah-olah dia telah dilahirkan tanpa perasaan. Karena Shia Tang jarang berurusan dengan orang yang tidak dikenal, jadi bagaimana mungkin dia tidak takut saat berhadapan dengannya!
Dengan menyingkirkan handuk yang ada di kepalanya, Billy Li berjalan ke depan Shia untuk mengangkat wajahnya. "Kamu sepertinya masih belum tahu identitasmu?"
Dengan tergagap, Shia Tang menjawab yang entah itu sebuah pernyataan atau pertanyaan dari Billy Li, "Aku.. aku pikir kamu tidak ingin berbagi ranjang denganku?" Meskipun wajah Billy Li tidak menunjukkan ekspresi, Shia Tang tahu bahwa pria itu tidak menyukainya. Di hadapannya, ia terlihat seperti seseorang yang begitu rendah.
"Kalau begitu, kamu salah. Untuk selanjutnya, kamu akan tidur disini. Kamu hanya bisa tidur di tempat tidurku!" ucapnya dengan acuh tak acuh, lalu dengan dingin melepaskan Shia. "Jangan sampai aku menganggap kalau kamu bahkan tidak bisa menjaga dirimu sendiri!" Kata-kata itu terdengar seperti cibiran yang dipenuhi dengan rasa jijik.
Meskipun dari kecil hingga dewasa Shia Tang sudah terbiasa dengan nada dan pandangan seperti itu, tapi hatinya terasa seolah terpelintir karena ia tahu pada nyatanya, pria ini adalah suaminya. Tanpa mengatakan apapun, Shia Tang lalu mengeluarkan baju tidurnya dari koper di pojok ruangan dan pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
Ketika keluar dari kamar mandi, ia melihat Billy Li bersandar di ranjang. Pria itu sedang menelepon, tampaknya panggilan itu adalah urusan pekerjaan. Ia memberikan setiap instruksi dengan serius dan singkat. Shia Tang melihat bentuk garis wajah yang jelas, bibir tipis, hidung mancung, dan mata elang yang tajam. Seluruh tubuhnya seperti penuh dengan jiwa yang ganas dan sombong.
Setelah selesai berbicara di telepon, Billy Li meletakkan ponselnya di laci samping tempat tidur dan menatap kembali gadis di depannya dengan dingin...