Chereads / Suami Sementara / Chapter 22 - Tolong Lepaskan Aku

Chapter 22 - Tolong Lepaskan Aku

"Hey...!" Tanpa sadar Shia Tang berteriak. Sehingga, menarik perhatian pria yang sedang fokus pada laptopnya itu. Billy Li mengangkat kepala dan memandang Shia Tang setajam elang. Shia Tang hanya berpikir, seolah-olah sosok itu memang ditakdirkan oleh Tuhan, untuk berada di luar jendela dan benar-benar melewatinya.

Shia Tang sadar jika Billy Li menatapnya seperti itu dan seketika, ia menyadari apa yang baru saja ia lakukan. Shia Tang berpikir, Oh iya bagaimana bisa wanita yang ada di luar mobil itu, bisa mendengar suaraku? 

Shia Tang baru sadar, kalau perbuatannya tadi seakan-akan, seperti sedang meneriaki Billy Li. Mungkin kah sekarang Billy Li berpikir jika aku sedang menentang martabatnya? Melihat Sheryl Xia yang menghilang dari pandangannya di luar jendela mobil, membuat Shia Tang menunduk dengan menyesal. 

Billy Li pun langsung berkata, "Kenapa suaramu keras sekali. Apa kamu tidak terima kalau aku mengabaikanmu?", suara itu terdengar dingin dan dalam.

Apakah akhirnya Billy Li tahu kalau aku akan protes? Karena ia memaksaku dan akhirnya aku nekat berusaha melukai tangan kiriku sendiri. Lalu tindakanku yang tadi dianggapnya sebagai protes kalau aku sudah tidak tahan lagi? Apakah begitu? Shia Tang mengalami pergulatan batin yang tidak berani ia katakan secara langsung.

Billy Li mengerti jika Shia Tang adalah wanita yang sangat keras kepala. Hanya saja Shia Tang sudah terbiasa menahan perasaannya, tetapi belum pernah ia luapkan saja. 

"Tidak... baru saja aku melihat seseorang yang ku kenal lewat di sebelahmu." Shia Tang berkata jujur sambil mengencangkan genggaman di roknya. 

"Kenalan? kamu punya seorang teman?" Billy Li menjawab dengan mengejek. Seakan-akan sedang mendengar sebuah lelucon yang besar. 

Billy Li menganggap jika Shia Tang seperti orang autis. Di sekolah, wanita ini bahkan tidak berbicara, apalagi berteman dengan seorangpun. Shia Tang tidak memiliki kegiatan ketika waktu luang dalam hidupnya, kecuali bermain piano dan membaca teks-teks dalam buku. Jika Billy Li tidak salah ingat, satu-satunya orang terdekat Shia Tang yaitu ayahnya yang sekarang sudah pindah ke Afrika Selatan. 

Mendengar ejekan dalam kata-kata Billy Li, membuat Shia Tang menundukkan kepala dengan malu, kemudian menggigit bibirnya dengan ringan. Tiba-tiba, sebuah tangan memaksa Shia Tang mengangkat kepalanya, "Jangan menundukkan kepalamu saat sedang berbicara!" Billy Li memerintah dengan seenaknya. 

Shia Tang mengernyitkan kening. "Tolong ... Biarkan aku pergi!" Shia Tang ingin menyingkirkan tangan Billy Li yang besar, tetapi dia tidak bisa, karena tangan Billy Li yang terlalu kuat. Membuat gelang yang pada awalnya telah digenggam oleh Shia Tang, akhirnya terlempar keluar jendela. 

"Ah! Gelangnya!" Shia Tang menghempaskan tangan Billy Li. Tak tahu darimana datangnya tenaga itu, lalu Shia Tang membuka pintu mobil dan berlari.

Kebetulan gelang tipis itu masuk ke dalam celah saluran air yang tertutup dan gelang itu terlihat hanya sedikit menggantung di sana. Jika Shia Tang tadi buru-buru mengambilnya, gelang itu pasti tidak akan jatuh. 

Bagaimana ini?, pikir Shia Tang. Gelang itu benda milik orang lain. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana kalau aku sendiri yang kehilangan sesuatu, apalagi kalau benda itu sangat berharga? Shia Tang mencoba mengulurkan tangan untuk melihat, apakah tangannya sudah cukup menjangkau gelang itu.

Kemudian, suara dingin Billy Li terdengar di atas kepala Shia Tang. "Membuat satu kekacauan apa masih tidak cukup? Apakah masih ada kekacauan yang lain, hah!" 

Shia Tang mengangkat kepala dengan tiba-tiba, membuat dahi mereka saling terbentur. Hal itu memang tidak menyakitkan. Tetapi, kedatangan Billy Li lah yang menurutnya paling menyakitkan bagi Shia Tang.

Billy Li menarik Shia Tang ke atas lalu mengeluarkan klip di dasi kemudian berjongkok dan bertanya, "Jatuhnya dimana?" 

Shia Tang begitu tersanjung dengan tindakan Billy Li, dengan cepat Shia Tang membungkuk dan menunjuk ke tempat dimana gelang itu terjatuh. Gelang itu bergantung di tempat yang cukup rawan. Jika tidak hati-hati maka gelang itu akan jatuh dan tidak dapat diambil lagi. 

Dengan tenang dan hati-hati Billy Li mengambil gelang itu. Semenit kemudian, gelang itu berhasil ditarik oleh Billy Li. Tetapi, ketika sudah diambil, gelang itu terlihat kotor. Membuat Billy Li terlalu malas untuk melihat kearah Shia Tang. 

Kemudian, Billy Li langsung mengeluarkan saputangan sutra dari saku bajunya dan membungkus gelang itu dalam saputangan, sebelum mengembalikannya pada Shia Tang. Shia Tang memegang kembali gelang itu, lalu segera menyimpannya dengan baik. 

Shia Tang menoleh ke belakang dan melihat jika klip dasi Billy Li menjadi bengkok dan tidak bisa digunakan kembali. Tanpa sengaja sebelum kembali ke mobil Billy Li menjatuhkan klip dasi merek terkenalnya itu.

Setelah mereka masuk kembali di dalam mobil, Shia Tang menatap Billy Li dengan menyesal dan berkata, "Terima kasih." 

Billy Li menyipitkan matanya dan menatap Shia Tang. Sejenak, Billy Li ragu-ragu untuk mengulurkan tangannya, ingin mengusap kepala Shia Tang. Akhirnya, Billy Li memilih mengambil kembali laptop yang tergeletak di sampingnya dan kembali melanjutkan pekerjaannya.

Mendengar kembali suara ketukan keyboard, Shia Tang menatap Billy Li dengan tenang. Billy Li terlihat sangat serius ketika bekerja, Tetapi dia juga sangat dingin dengan ekspresi yang selalu tampak datar.

Shia Tang tidak tahu seperti apa pengusaha yang lain. Tetapi yang dia tahu Billy Li begitu sibuk, sehingga menghabiskan waktunya 24 jam penuh di tempat kerja setiap hari. 

Shia Tang bertanya dalam hati, Mengapa pria ini dengan sukarela datang ke rumah sakit untuk menjemputku? Padahal sebenarnya dia sangat sibuk. Bisa dikatakan, bahwa tindakannya sungguh tidak mudah ditebak. Terutama, tentang apa yang baru saja terjadi, itu membuatku sangat tersanjung.

Shia Tang melihat ke luar jendela, matanya tertuju pada klip dasi yang Billy Li buang. Ia menarik sudut mulutnya, diam-diam dirinya memiliki ide yang mulai membuat pikirannya gelisah...