Chereads / Dikala Cinta Menyapa / Chapter 26 - Bab 26 ( Best Seller )

Chapter 26 - Bab 26 ( Best Seller )

"Apa? Apa? Siapa yang gila?" tanya Martha heboh begitu ia telah menemukan Monica dan mendapati dirinya sedang mengacak-ngacak rambut dengan begitu frustasinya.

Monica menatap Martha dengan mata sengitnya.

"AKU. Aku yang sudah gila. Dan akan benar-benar gila!! Karena itu segera hubungi rumah sakit jiwa terdekat untuk membawaku segera," balas Monica dengan wajah serius.

"Ya?" Martha agaknya telihat bingung. Tapi detik berikutnya ia mengangguk dan kemudian berseru.

"Oh, Oke. Tunggu sebentar," serunya cepat sambil mengambil sebuah handphone dari dalam sakunya.

Monica meliriknya, lalu memicingkan mata.

"Apa yang sedang kau lakukan?" tanyanya dingin saat ia melihat Martha yang mulai sibuk dengan ponselnya.

"Tentu saja mencari nomor telepon rumah sakit jiwa terdekat," jawab Martha dengan tenang.

"Apa?" Monica menatapnya terkejut.

"Anda menyuruh saya untuk mencarikan sebuah rumah sakit jiwa terdekat untuk anda. Dan karena saya belum menyimpan nomor itu di kontak saya, karena saya pikir nomor itu tidak akan pernah berguna, maka saat ini saya harus mencarinya di internet. Tenanglah, ini tidak akan lama," jawab Martha dengan sangat enteng tanpa merasa terbebani dengan tatapan tak kuasa yang dilemparkan Monica padanya.

Monica menatapnya tak percaya.

"Kau pikir ada orang gila yang mengaku dirinya itu gila dan menyuruh seseorang untuk membawanya ke rumah sakit jiwa??" Monica memberikan penekanan penuh di setiap kata yang ia ucapkan.

Dan tentu saja, hanya Martha satu-satunya karyawannya, yang tetap akan bersikap tenang walaupun telah menerima tatapan siap menerkam dari atasan yang ia lemparkan secara terang-terangan padanya, seperti pada saat ini.

"Saya belum pernah melihatnya. Tapi jika Anda adalah pasien khusus, maka hal yang langka seperti ini mungkin saja terjadi," jawabnya santai dan tetap terkendali.

Monica kehilangan kata-kata. Ia mulai membuka mulutnya lagi dan berdesis pelan, "Apa kau ingin aku memotong gaji bulananmu sebanyak 10 persen?"

Ya, inilah kekuasaan yang dimiliki oleh seorang atasan. Karena hanya dengan ucapan itu, Martha langsung berkeringat dingin.

"Tentu tidak," jawab Martha sambil tersenyum lebar. Ia kemudian mencoba memaksakan diri untuk kembali ke kewarasannya lagi.

"Oke! Kau mungkin masih dalam taraf belum benar-benar gila. Karena itu sebelum aku benar-benar membawamu ke RSJ, bisa kau katakan apa sebenarnya yang membuatmu berteriak kegilaan seperti tadi? Kau tahu, kau tidak hanya merusak gendang telingaku dengan suara oktafmu itu, tapi kau juga baru saja menghancurkan semua ide brilian yang baru saja terlintas di otakku. Apa ada hal yang bisa kau jelaskan?" tanya Martha dengan segala kesopanan yang masih ia punya.

Monica menatap Martha dengan sikap superior, "Kau sedang mencoba memarahiku?"

"Tentu saja tidak. Saya tidak akan seberani itu. Hanya saja, apa kau bisa memberikan alasan yang kuat dan setimpal dengan semua kehebohan yang telah kau buat ini? Sehingga aku tidak perlu terlalu merasa dirugikan karena meninggalkan semua urusanku hanya untuk masuk kemari dan melihatmu?" papar Martha

"Sekarang kau kesal karena melihatku?" tanya Monica lagi dengan sengaja. Ia tahu dirinya tidak pernah suka untuk bergurau seperti ini. Tapi entah mengapa muncul keinginan untuk memancing emosi seketarisnya itu, dan mengetesnya. Ia ingin tahu sampai sejauh mana seketarisnya itu bisa bersabar menghadapinya.

Martha dengan segala kesabaran yang masih ia punya kembali berkata pada Monica dan mengabaikan semua lelucon yang dibuat atasannya itu.

"Jadi.. sebenarnya, kau ingin mengatakannya atau tidak?" tanya Martha sekali lagi dengan tanpa menunjukkan ekspresi kekesalan apapun yang ada di dalamnya.

"Kau sungguh ingin tahu?" tanya Monica dengan sikap berkecil hati. Ia tahu sebetulnya Martha hanya berbasa-basi menanyakan itu. Dan terlihat jelas bahwa wanita ini sedang sangat menahan kejengkelannya.

Martha menatapnya kesal. Lalu mengerutkan bibirnya ke dalam.

Tentu saja kau harus mengatakannya!! Kau pikir karena siapa aku bisa berdiri di sini? Jika bukan karena kau berteriak-teriak dan meminta perhatian, aku tidak mungkin dengan sukarela datang kemari.

Martha menenangkan dirinya. Ia menarik kursi yang ada di depan meja Monica lalu duduk dengan rapi di sana.

"Oke! Sekarang, katakan. Katakan apapun yang ingin kau katakan," seru Martha dengan tanpa berbasa-basi.

Monica merilekskan dirinya di sandaran kursi lalu menghelakan napas panjang. Belum ada pergerakan bibirnya yang seolah akan bersuara. Membuat Martha menatapnya semakin dalam.

"Ayolah... sebenarnya apa yang ingin kau katakan? Kenapa kau jadi bertele-tele sih?" tanya Martha tak sabaran. Sementara Monica justru malah tertawa kecil di dalam hati karena merasa telah berhasil membuat Martha gregetan.

Monica kemudian memasang wajah seriusnya kembali. Ia menatap Martha lurus.

"Aku punya 3 calon tunangan sekarang," seru Monica dengan gamblang dan tanpa ekspresi. Martha terdiam sejenak. Lalu kemudian berkedip dua kali. Dirinya merasa seperti mendengar sesuatu yang salah. Karena itu, ia kembali bertanya dengan bingung.

"Maaf? Bisa kau ulangi lagi?" tanya Martha kurang pahan.

"Aku punya dua calon tunangan tambahan. Tidak hanya kakek yang sudah mempersiapkan calon untukku. Tapi kedua orangtuaku juga. Mereka telah meempersiapkan seseorang untukku masing-masing satu. Dan itu artinya, sekarang aku punya tiga orang calon tunangan. Satu dari pihak Kakek. Satu dari pihak Daddy. Dan satu lagi dari pihak Mommy."

Monica merasa seperti tape record yang mengulang beberapa kata yang persis dengan apa yang Daddy -nya katakan.

"What?? Serius? Kamu tidak sedang bercanda 'kan?" Martha merasakan matanya membuka dengan sangat lebar saat ini. Ia sangat menyangsikan apa yang didengarnya ini.

Monica kemudian memberi isyarat bahwa dirinya tidak sedang bercanda. Martha spontan terbengong-bengong.

Apa hobi para konglomerat kelas atas itu memang selalu unik? Mereka menjodohkan putri mereka dengan 3 calon sekaligus tanpa alasan yang jelas? Dan.. apa mereka pikir mereka sedang mengadakan sebuah salembara berhadiah?

Tapi detik berikutnya, senyum Martha langsung mengembang. Ia tidak bisa menahan perasaan geli yang ia rasakan begitu mendengar berita yang tidak masuk akal ini. Ia tidak kuasa menahan tawanya.

"Hemzz.."

Monica langsung melototinya dengan tajam.

"Kau menertawakanku?" tanya Monica tak senang.

"Maaf. Maaf. Aku benar-benar tidak bisa menahannya. Keluargamu benar-benar sangat langka dan luarbiasa. Kau tahu, jika ceritamu itu diangkat ke dalam sebuah novel, aku yakin buku itu akan menjadi best seller. Siapa yang akan memperkirakan bagaimana jalan cerita selanjutnya? Aku yakin semua orang akan membacanya sampai habis karena penasaran," balas Martha sambil tetap berusaha menahan tawanya agar tidak meledak.

Monica mencibir. Memangnya ia mau hidupnya ini seperti sebuah cerita fiksi yang ada dalam novel? Jika ia bisa memilih, tentu saja ia akan menulis jalan cerita hidupnya sendiri, tanpa harus berliku dan bercabang.

***